Kisah Cinta Tak Terbalas

1.8K 186 2
                                    

Pagi yang telah menjelang siang. Perlahan para siswa keluar kelas menghabiskan jam istirahatnya.

Zahra memilih untuk tetap tinggal dikelas. Dia menempatkan kepalanya di meja. Teringat sebuah mimpi yang tadi malam menyapanya, mimpi itu begitu nyata, dia bebas mengungkapkan perasaannya kepada Ali. Tapi mengapa di dunia nyata malah sebaliknya?.

Tunggu.  . .

Zahra menarik kepalanya mengingat cuplikan mimpinya.

"Ali? Surat? Apa benar Ali penulis surat itu?". Ucapnya masih bertanya tanya.

Dia kembali menghempaskan kepalanya ke meja "ah begitu susahnya bagiku mencari tau pengirim surat misterius itu".

Zahra melirik jendela kelas. Matahari bersinar terik disana. Sebuah tubuh tinggi tiba tiba datang menghalangi pandangannya.

Zahra terkejut dan segera menarik kepalanya.

"Ajari aku bahasa Inggris". Ucap Ali di depan Zahra.

Kursi yang dihadapan Zahra dia tarik dan membaliknya menghadap Zahra. Dia duduk sambil membuka buku bahasa Inggris yang menyulitkannya.

"Ini, aku tidak mengerti tentang apa itu auxiliary dan ordinary verb".

Zahra menoleh pada buku bahasa Inggris Ali.

"Auxiliary verb adalah kata kerja asli, dan ordinary adalah kata kerja bantu. Misalnya dalam auxiliary itu is, had, can, must dan di ordinary itu , go, like,think, apply, contohnya seperti ini". Zahra menunjuk salah satu kalimat.

"Disini terdiri dari auxiliary, to be dan ordinary".

Mata Zahra kembali menatap Ali. Ali tetap menatap Zahra lekat.

"Apa yang kau lihat?". Tanya Zahra mengibaskan tangannya di depan Ali.

"Kamu". Ucapnya singkat tanpa mengalihkan pandangannya.

"Mengapa kau lakukan itu?".

"Karena aku ingin. Aku ingin selalu menatapmu".

"Apa sih, Ali hentikan". Zahra menjadi salah tingkah.

Ali tertawa melihat Zahra.

"Kamu lucu deh kalau salah tingkah begitu". Tawa Ali semakin keras.

"Apa sih". Zahra mengambil buku dan menutup wajahnya. "Diam".

"Iya iya, maaf  ya, pfft. . .".

Ada yang sakit disaat melihat hati yang lainnya sedang bahagia. Raihan. Dia yang sedari tadi berdiri mengawasi di dekat jendela kelas Zahra, refleks menyentuh dadanya.

Cowok itu melangkah meninggalkan tempat yang membuatnya serasa ditikam ribuan panah. Raihan tidak bisa menahan dirinya lagi, emosinya memuncak menguasai relung pikirannya. Tak lebih dia menganggap Ali sebagai pengkhianat.

Brak. . .

Raihan membanting pintu laboratorium dengan keras. Raihan memilih lab karena dia tau tidak akan ada siapa siapa disana.

Bayangan hitam telah terbangun pada dirinya, dia menatap pantulan dirinya di cermin dengan tatapan iblis. Serasa sesuatu merasuki jiwanya, dia bukanlah Raihan yang sebenarnya.

Raihan berteriak, tangannya mengepal menerkam cermin di hadapannya hingga cermin itu pecah dan membangunkan Shofi yang tertidur disekitar rak buku.

Shofi terkejut dan langsung beranjak dari tempatnya.

Dia melihat Raihan yang duduk dibawah bingkai cermin dengan mengacak rambutnya frustasi, darah segar mengalir deras ditangan kanan Raihan.

Dear SantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang