Zahra melihat langit biru diatas sana. Dia bangkit dari tempat duduknya, membersihkan bajunya dari debu yang menempel.
Tatapannya tertuju pada Nathan yang tengah tertidur pulas satu meter dari tempatnya. Suara adzan asar telah berkumandang. Dia bingung bagaimana cara membangunkan Nathan.
Bukan muhrim baginya menyentuh lelaki ajnabi seperti Nathan.
"Neng Zahra disini?".
Zahra menoleh melihat Raihan yang berjalan bersama dua khadam pesantren.
"Ka . . .kamu kan harus istirahat dulu. . .".
"Tidak apa apa neng, lagian kan cuma luka sedikit saya istirahat di rumah saja".
"Ali mana?". Tanya Zahra ketika menyadari Ali tidak bersama Raihan.
"Oh iya tadi dia beli makanan sebentar". Raihan melirik Nathan yang masih tertidur pulas "neng mau sholat ashar kan? Ya udah biar saya aja yang membangunkan Nathan".
"Ah... Baiklah. . .aku pergi dulu". Zahra tersenyum dan melangkah pergi.
Senyum yang mampu menghipnotis Raihan dan membuatnya terkena serangan jantung disaat menerima senyuman Zahra.
"Ya udah kalian bantu bangunin dia ya". Pinta Raihan kepada salah satu khadam pesantren.
Seorang khadam pesantren yang bertubuh tinggi menyentuh Nathan dan membangunkannya dari mimpi.
"Eh neng Zahra mana? Gus Raihan kok disini?". Pertanyaan Nathan membuat Raihan tersenyum.
"Dia udah pergi barusan".
"Gus Raihan mau kemana? Kan harus istirahat dulu". Nathan menguap, dia bangkit sambil merapikan kopiah hitam nya.
"Ya mau pulang lah, saya istirahat di rumah saja".
"Saya antar Gus Raihan sampai di pendopo kiai".
"Baiklah, lagi pula ada yang saya ingin bicarakan". Sejenak Raihan terdiam "kalian berdua pergi dulu saja, biar saya pulang bersama Nathan".
Kedua khadam itu pamit dan berlalu dari hadapan Raihan. Kini hanya tinggal Raihan dan Nathan. Berjalan beriringan menuju pendopo kiai.
Disetiap perjalanannya para santri menundukkan kepala sejenak memberikan hormat kepada putra kiai. Raihan hanya menanggapinya dengan senyuman dan sedikit menundukkan kepala.
"Nathan..".
"Iya Gus Raihan".
"Tadi mengapa kau bisa bersama Zahra?". Tanya Raihan penasaran.
"Tadi saya hanya menyampaikan amanah dari Ali kepada Zahra".
"Ali?".
Nathan langsung tersadar akan ucapannya. Dia menepuk pelan bibirnya, merasa geram karena sudah keceplosan.
Dia tersudut, tidak bisa lagi mencari alasan, habislah sudah. Entah apa yang akan terjadi ketika Raihan mengetahui perasaan Ali kepada Zahra.
Dan apakah Ali masih akan menjadi temannya ketika dia tau bahwa Raihan telah mengetahui kekaguman Ali pada Zahra?.
"Nathan. . Jawablah jujur pertanyaanku".
Ucap Raihan kembali.
"Ah itu tadi. . . Mas Ali. . . hanya menitipkan makanan untuk neng Zahra. . . . karena dari pagi neng Zahra tidak makan".
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Santri
Non-FictionKetika debaran cinta semakin besar lantas pada siapakah perahuku akan berlabuh? Ya Allah jodohkanlah aku dengan kekasih pilihanmu