Suasana dingin malam itu memang menusuk tulang. Berkali kali Nathan mengusap usap telapak tangannya membuat kehangatan ditengah terpaan angin.
"Aduh mas Ali, kok dingin banget ya, kenapa sih kiai Azhrof menyuruh kita mengantar surat ke pesantren sebelah malam malam begini".
Ucap Nathan yang mulai kedinginan, hembusan angin malam masih setia menerpa wajahnya.
"Ya ellah Nat, kita bersyukur bisa mengantar amanah kiai daripada berbaring terus di asrama".
"Ya tapi gak malam malam juga kale mas".
Ali hanya tersenyum dan masuk kawasan pesantren, dia memarkirkan sepedanya dan melepas helm.
"Kamu tau gak? Salah satu kebarokahan ilmu terletak di pengabdian kita terhadap guru, kita beruntung bisa menyampaikan amanah kiai".
"Ah gitu ya mas".
"Mangkanya ikhlaskan saja, malaikat juga tidak tinggal diam melihat pengabdian kita kepada kiai, sesuatu yang dijalankan tanpa keikhlasan adalah hal yang sia sia, kamu mau pekerjaan mu hari ini malam malam kedinginan dan sia sia?".
"Nggak juga sih mas".
Ali menepuk pundak Nathan dan berjalan beriringan menuju caffe.
"Kita mampir ke caffe dulu ya".
"Sip ide yang bagus, ya udah aku pesan duluan ya mas, mas nya mau pesan apa?".
"Pesan teh hangat saja".
"Siap bos, segera laksanakan". Nathan berlari meninggalkan Ali, menuju caffe dengan semangat 45.
Namun langkahnya terhenti ketika sampai di pintu caffe. Dia melihat tiga gadis yang mengobrol disana. Aisyah. Dia juga berada disitu, sayup sayup suaranya terdengar jelas ditelinga Nathan.
"Siapa orang itu?". Tanya Zahra.
"Dialah Nathan". Aisyah menatap kedua sahabatnya itu.
Nathan semakin mendekat memperjelas pendengarannya. Rasa ingin tau itu melandanya tatkala Aisyah menyebut namanya.
"Aku tau dia baru saja hijrah ke agama Islam, tapi sifatnya yang tulus dan selalu penasaran akan ucapan yang tidak dimengertinya dalam Islam membuatku luluh, tapi entahlah mungkin hanya aku yang merasakan perasaan ini".
Nathan yang mendengarnya sumringah dan tanpa sadar dia berucap pelan
"Ah yes".
Suaranya terhenti ketika seseorang membekap mulutnya dari belakang dan menariknya untuk bersembunyi dibalik pohon.
Nathan mengintip ke pintu caffe yang telah berdiri Aisyah disana.
Dia masih belum tau orang yang membekap mulutnya namun dia cukup berterima kasih karena telah menyelamatkannya.
"Lain kali hati hati". Ucap lelaki itu yang tak lain adalah Ali.
"Terimakasih, aku juga refleks berteriak ketika mendengarnya".
"Kau sudah mengetahui bahwa Aisyah juga menyukaimu, tugasmu sekarang adalah fokus menjadi yang terbaik, belajarlah dengan tekun untuk mendapatkan hati kiai, bismillah. Jika neng Aisyah jodohmu, Allah akan mempermudahkanmu bersamanya".
"Baik mas, terimakasih".
"Ya udah bersikaplah seolah kau tidak mendengar ucapan mereka, kita akan masuk untuk menghangatkan diri di caffe".
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Santri
Non-FictionKetika debaran cinta semakin besar lantas pada siapakah perahuku akan berlabuh? Ya Allah jodohkanlah aku dengan kekasih pilihanmu