Seandainya pohon pohon di bumi ini menjadi pena dan lautan menjadi tinta, ditambahkan kepadanya tujuh lautan lagi setelah keringnya, niscaya tidak akan habis habisnya dituliskan kalimat Allah.
Suatu kenikmatan yang diberikan sang maha pengasih menuai di bumi ini, kisah cinta mereka berlanjut menuju tanah suci Mekah.
Sore itu suasana bandara udara Soekarno-Hatta sedikit padat. Zahra duduk dengan cup choco latte ditangannya. Tatapannya memandang para pramugari yang hilir mudik di sana. Dia teringat akan cita citanya yang kandas karena keinginan kedua orangtuanya.
Tersirat sebuah senyuman di wajah cantiknya, begitu indah jalan hidup ini, seandainya dia tidak mengikuti keinginan kedua orangtuanya mungkin dia tidak akan bertemu dengan Ali atau Shofi sahabat karib yang telah di tinggalkannya bertahun tahun lalu.
Ibaratkan sedikit air yang membuat musafir meredakan rasa hausnya. Jika sedikit air saja bisa meredakan kehausan mengapa harus meminta lebih yang bisa menenggelamkan. Syukuri saja setiap kejadian dalam hidup ini, sejatinya semua hanyalah titipan yang sewaktu waktu akan kembali kepada pemiliknya.
"Zahra apa yang sedang kau pikirkan?". Tanya Ali yang sedari tadi memperhatikan Zahra melamun.
"Tidak ada, hanya teringat akan cita citaku dulu".
"Maksud mu pramugari?".
Zahra melirik Ali dan tersenyum lugu "Ah sudahlah jangan dibahas lagi".
Tatapannya beralih menatap Nathan dan Aisyah, dia merasa tidak tertarik untuk membahas topik masa lalunya. Ali mengerti dan tersenyum sambil menikmati sepoian angin bandara.
"Aku ingin menyanyikan sebuah lagu untukmu". Nathan terus saja mengganggu Aisyah.
Aisyah masih terlihat tenang sambil sesekali menyingkap cadarnya menikmati keripik. Dia tampak tidak tertarik akan tawaran Nathan.
"Sekali saja". Bujuk Nathan.
"Gak, apaan sih".
"Gratis". Nathan memasang senyum evilnya.
"Tidak mau, kau ini berisik sekali". Ucap Aisyah kesal.
Dia tidak habis pikir tentang apa yang merasuki Nathan, cowok itu tampak manja hari ini. Kelakuan sepasang kekasih itu menyita perhatian Zahra dan Ali yang tersenyum memandangnya.
"Mau tidak mau aku akan bernyanyi untukmu".
Nathan menghela nafas panjang membuat Aisyah segera menutup telinganya. Cowok itu tidak mempedulikan Aisyah, dia terus bernyanyi dengan pedenya.
Suaranya mengalun di sela sela jemari Aisyah yang menutupi telinga, Aisyah melepaskan telinganya, mengizinkan melodi indah itu merambat dan menikmatinya.
Sial. Mengapa suara Nathan sangat indah. Ah sebuah karya yang sengaja dia sembunyikan. Aisyah tersenyum hingga dia tersadar ketika Nathan menyudahi lagunya.
"Kenapa berhenti?". Tanyanya kesal ketika lagu itu usai.
"Lagunya sudah berakhir tuan putri, kenapa? Kau terpesona juga kan?".
"Apaan sih". Aisyah mengerjapkan matanya "ya sudah bernyanyilah sekali lagi".
"Tidak, kali ini tidak gratis". Lidah Nathan menjulur kemudian tertawa gemas melihat Aisyah.
"Terserah kau saja". Aisyah memanyunkan bibirnya kecewa.
Sejenak kemudian Shofi datang bersama Raihan. Wajahnya pucat membuat Aisyah mengkhawatirkannya. Shofi hanya tersenyum memberi isyarat seakan dia baik baik saja. Raihan memeluknya mesra dan mengajak mereka semua untuk segera memasuki pesawat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Santri
Non-FictionKetika debaran cinta semakin besar lantas pada siapakah perahuku akan berlabuh? Ya Allah jodohkanlah aku dengan kekasih pilihanmu