Suara Kerinduan

1.8K 163 0
                                    

Bagaikan tetesan air yang dicuri angin dari samudera dan membawanya kepada awan. Dia atas sana awan mendekapnya, menimangnya dengan penuh kasih sayang. Kemudian ketika saatnya telah tiba untuk berpisah, awan mengundang petir dan melepaskan air pada bumi.

Air yang mampu merajut kegersangan hingga dia mencari jalan menuju samudera. Seperti itulah santri, mengembara mencari ilmu hingga pada akhirnya dia mampu mengajak banyak orang untuk berbuat baik.

Kafilah pencari ilmu, akan ada masa yang tidak menyenangkan disamping kebahagiaan. Rindu akan nasehat nenek yang merawatnya sering kali menyapa.

Zahra menutup buku diary nya. Dia berjalan seorang diri menikmati suasana asri pesantren Al Ahzaf di pagi hari.

Entah kemana dia mengarah, jalan setapak yang dilaluinya menuntunnya pada suatu tempat yang belum pernah dia singgahi sebelumnya.

Dia melihat gudang dan berjalan menuju sebuah pintu dekat gudang yang biasa tertutup.

Dia mendorong pintu itu. Pemandangan indah menyulap matanya.

Ternyata ada danau yang indah dibalik gudang pesantren. Gunung gunung yang berbaris rapi mengelilingi danau.

Dia duduk ditepi danau sambil bersenandung kecil mengingat lagu yang pernah nenek nyanyikan saat Zahra kecil.

Air matanya menetes tak sanggup lagi menahan rindu.

"Kau disini?".

Dengan cepat Zahra mengusap air matanya. Dia sedikit mengangkat kepala melihat seorang cowok yang berlutut di sampingnya.

Ali. Ada rasa kecewa pada diri Zahra saat memandangnya, mengingat surat yang diterimanya secara misterius.

"Kenapa kau menangis?".

"Harusnya aku bertanya mengapa kau tidak jujur dan berterus terang saja". Air mata Zahra kembali meluncur, suaranya yang bergetar menahan kekecewaan terdengar jelas ditelinga Ali.

"Apa maksudmu?". Tanya Ali yang masih bertanya tanya.

"Sudah cukup Al, hentikan drama mu".  Zahra menenggelamkan tangannya, dadanya terasa sesak menerima kenyataan.

"Aku berharap kau seperti udara, yang jujur atas bau yang ditemukannya".

"Zahra, aku masih tidak mengerti maksudmu".

"Kamu kan yang menulis surat misterius itu untukku?". Zahra menatap Ali nanar.

Ali masih terdiam, bagaimana bisa Zahra mengetahui semuanya.

"Kenapa diam Al? Bahkan kau tidak bisa menjawab kan? Kenapa Al? Kenapa kau tidak berterus terang saja? Mengapa kau membuatku luluh atas suratmu hingga akhirnya kau akan menyiksaku dengan rasa penasaran ini?".

"Zahra. . . Aku. . .". Ali merasa terpojokkan, dia tidak tau harus menjawab apa.

"Andai kau tau Al, aku mengagumi mu, ya aku sangat mengagumimu, setiap saat aku selalu menyebutkan namamu di sepertiga malamku".

Ali terkejut mendengarnya. Tidak disangka selama ini cintanya tidak bertepuk sebelah tangan.

"Maafkan aku, aku tidak jujur, karena aku takut kau akan membenciku". Ali menatap Zahra yang masih menangis.

"Aku tidak bisa berterus terang, karena aku sadar jika aku bersamamu aku bisa membayangkan, seseorang akan menjadi korban kita, tolong mengertilah cukup kagumi aku dalam diammu, aku juga akan begitu".

"Apa maksudmu?". Tanya Zahra.

"Raihan menyukaimu, aku tidak ingin persahabatan ku dan Raihan hancur hanya dengan keegoisanku".

Dear SantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang