Part 16

33.8K 2.4K 33
                                    

***
Ehehe lucu.
***

Brian menarik tangan Nia saat gadis itu baru saja sudah sampai kerumahnya. Brian sudah memberitahu teman temannya agar tidak datang kerumah, alhasil Chiko langsung pulang. Wajah Brian sudah sangat merah dan Nia tau, laki laki itu akan berbuat sesuatu padanya.

"Brian udah bilang, ngga usah main main sama Brian!" laki laki itu mendorong Nia keatas tempat tidur, dia menuju pintu, menguncinya agar tidak ada yang bisa masuk. Walaupun hanya ada pembantu, itu saja ada di dapur.

Nia terjatuh di atas tempat tidur milik Brian, gadis itu menatap Brian takut. Entahlah, Brian terlihat berbeda. Laki laki itu mungkin sudah sangat kesal padanya. Dan Nia merutuki kebodohannya karena membangunkan singa yang tertidur.

"Brian udah coba sabar sama sikap Nia, tapi sekarang ngga bisa. Nia udah buat Brian kesal. Setelah ini, Brian akan bilang sama Ayah Bunda kalo Nia udah hamil anaknya Brian." ujar laki laki itu mutlak. Dia mengambil sebuah dasi dari dalam lemari miliknya.

Nia menggeleng. "Jangan nekat Brian, memangnya salah kalau aku mencintai orang lain."

Gerakan Brian terhenti, laki laki itu menatap Nia tajam sekaligus kecewa. Hati laki laki itu merasa sesak mendengar penolakn Nia. "Brian ngga akan begini kalau Nia nurut."

Setelah mengucapkan itu, Brian mendorong tubuh Nia sampai jatuh telentang diatas tempat tidur. "Brian ngga akan main sama Nia. Brian tau kandungan Nia masih lemah."

Nia bernafas lega, setidaknya Brian tidak akan bermain main dengannya. Tapi, saat melihat seringaian Brian membuat kelegaan Nia runtuh begitu saja. Laki laki itu mengambil kedua tangan Nia, mengikat kedua tangan itu menggunakan dasi yang tadi ia ambil dari dalam lemari.

"Biar Brian kasih tau sebuah fakta." ujar laki laki itu setelah selesai mengikat kedua tangan Nia. Dia memandang kedua mata gadis itu dengan lekat. "Nia cari siapa pelaku pembunuhan itu bukan?"

Pertanyaan Brian membuat Nia mengernyit, gadis itu menatap Brian. "Nia bakal percaya kalau Brian yang lakuin pembunuhan itu?"

Tubuh Nia menegang, dia tidak menyangka orang yang selama ini ia dan teman temannya cari adalah Brian. Orang yang begitu dekat dengannya. "Ngga mungkin. Kamu-"

Brian tersenyum tipis, dia menunduk, mendekatkan wajahnya pada wajah Nia. "Itu kenyataan. Semua ini menurun dari kakek. Dan Brian kadang lakuin ini buat lindungin Nia."

Nia mengernyit, dia bingung sekaligus takut pada Brian. Bagaimana tidak takut, jika dia tinggal bersama seorang pembunuh?

"Nia benci sama pembunuh itu tapi Nia suka sama Brian." Nia langsung menggeleng mendengar ucapan Brian.

"Aku ngga suka sama kamu Brian!" bantah Nia, gadis itu menatap Brian yang juga tengah menatapnya.

Brian terkekeh, membuat Nia yang melihatnya jadi bingung sendiri. "Benarkah? Brian ngga percaya mulut Nia, karena mulut bisa kapan saja berbohong. Tapi, hati dan tubuh Nia cinta sama Brian."

Nia menggeleng, dia menolak ucapan Brian. Walaupun didalam hati, dia takut kehilangan Brian, dia takut Brian menjadi milik orang lain, dia ingin Brian selalu berada didekatnya. Sebenarnya siapa yang Nia cintai? Mulut dan pikirannya mencintai Chiko, tapi hati dan tubuhnya mencintai Brian.

"Kenapa? Nia ngga mau ngakuinya?" tanya Brian, laki laki itu mengelus pipi Nia lembut. "Apa Nia mau bukti?"

Nia menggeleng. Siapa yang harus ia percaya? Pikirannya apa hatinya? Nia bingung. Tubuh Nia menegang saat Brian mengecup bibirnya pelan.

"Lihat, bahkan Nia ngga nolak sama sekali." laki laki itu berbaring disebelah Nia, meletakkan wajahnya diceruk leher Nia. Menggigitnya sampai meninggalkan bekas kemerahan. "Udah, tidur aja. Brian tau Nia lelah."

Sekarang Nia tau, kalau perhatiaan laki laki itu benar benar untuknya. Brian sebenarnya baik, tapi dia seorang psikopat.

***

Nia menatap jendela kamar Brian, diluar tengah hujan deras. Jam juga sudah menunjukan pukul 7 malam. Berkali kali Nia menghela nafas, gadis itu masih tidak percaya dengan ucapan Brian. Kenapa harus Brian?

Tubuh Nia tersentak saat ada yang mengusap kepala, Nia menengok, dan mendapati Brian yang tengah duduk dibelakangnya. Gadis itu menatap wajah polos Brian, rasanya tidak mungkin kalau cowok polos seperti Brian sudah membunuh banyak manusia.

"Nia mikirin apa sih?" tanya Brian, laki laki itu memeluk Nia dari belakang. Meletakkan dagunya dipundak Nia.

Nia menggeleng. "Ngga mikirin apa apa," jawabnya. Gadis itu kembali menatap jendela, menatap air hujan yang turun.

Brian menghela nafas, laki laki itu mempererat pelukannya, tangan kirinya masuk kedalam kaos miliknya yang kebesaran di tubuh Nia. Mengelus perut gadis itu dengan lembut.  "Kalau Nia mikirin fakta itu, memang benar. Brian memang suka membunuh, tapi akhir akhir ini udah ngga. Brian ngelakuin itu juga bantu mereka. Bantu biar masalah mereka selesai. Di sisi Tuhan lebih baik."

Nia menutup matanya, menikmati elusan tangan Brian di perutnya sekaligus hembusan nafas hangat Brian dilehernya membuat Nia nyaman. "Tapi, kamu-"

"Di dunia ini ngga ada yang benar benar baik, Nia. Termasuk Brian, keliatannya Brian baik, tpi sebenarnya engga. Brian suka membunuh, dan itu benar benar bukan perbuatan baik." potong Brian, laki laki itu tersenyum. "Jangan pernah percaya pada siapapun didunia ini selain Tuhan. Nia ngga bakal tau kedepannya kek gimana."

Setelah mengatakan itu, Brian bangkit. Mengambil ponselnya, dia menarik tubuh Nia kebelakang, menyenderkan tubuh Nia kedadanya. "Jangan dipikirin, Brian ngga mau Nia banyak pikiran. Ngga baik buat Brian junior."

Nia terkekeh mendengar ucapan Brian, gadis itu mendongak, menatap wajah tampan Brian. Satu hal yang Nia ketahui, kalau dia merasa nyaman bersama Brian. Melihat senyum dan tawa laki laki itu membuat hatinya merasa damai.

"Jangan main game, Brian!" larang Nia membuat tangan Brian terhenti saat akan mengklik salah satu game online diponselnya. "Kamu suka ngga inget kalo udah ketemu game."

Brian terkekeh mendengar ucapan Nia, sepertinya dengan tidak menghukum Nia adalah hal yang tepat. Awalnya, dia akan mengukir namanya dikulit Nia tapi tidak jadi. Yang terjadi malah mereka berdua teridur.

"Terus Nia mau ngapain?" tanya Brian, dia menunduk memperhatikan wajah cantik Nia.

Nia terlihat berikir, gadis itu merebut ponsel Brian. Dia membuka kamera ponsel milik laki laki itu. "Foto. Udah lama ngga foto bareng."

"Ngga deh, Nia aja." tolak Brian membuat Nia yang mendengarnya memberenggut, gadis itu melingkarkan tangan kiri nya dileher Brian, menariknya mendekat.

"Harus, buat isi isi postingan sosmed." ujar Nia, gadis itu tersenyum manis didepan layar ponsel Brian. Sedangkan laki laki itu tersenyum tipis, sangat tipis. "Pelit senyum,"

Brian memperhatikan Nia yang terlihat kesal, tangan gadis itu menari kedua ujung bibir Brian membuat Brian menyunggingkan senyum. "Nah kalo kek gini kan bagus,"

Brian tersenyum, dia tidak menatap ponselnya, laki laki itu malah menatap Nia dari samping.  Melihat Nia kesal karena hasilnya tidak memuaskan membuat Brian terkekeh. Ekspresi Nia memang sukses membuat mood nya kembali.

"Brian, kalo foto itu liat kamera bukan liat aku!" omel Nia sambil menggembungkan pipinya, dia merasa kesal dengan Brian.

"Nia lebih enak dipandang sih," ujar Brian membuat Nia semakin kesal sekaligus senang.

Brian merebut ponsel miliknya, dia mengambil dagu Nia, memiringkan wajahnya lalu menempelkan bibirnya dibibir Nia. Dia juga mengambil fotonya dari belakang tubuh Nia, jadi yang terlihat hanya wajahnya saja.

"Brian! Jangn cium cium sembarangan!" omel Nia lagi, dia menatap Brian dengan wajah yang bersemu merah.

Brian terkekeh, laki laki itu mencium seluruh wajah Nia membuat gadis itu merasa geli. "Ngga papa, kan Nia milik Brian."

***

Makasih

Childish or Psycho? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang