Cinta tidak harus tentang memiliki bukan?
***Nia menatap Rafa dengan pandangan yang sulit diartikan. Gadis itu begitu kaget dengan apa yang di ucapkan oleh Rafa. Kenapa? Kenapa ada laki laki sebaik Rafa? Perlahan, air mata Nia turun. Laki laki yang baru dikenalnya tidak lebih dari tiga bulan itu begitu baik padanya? Padahal, Nia tidak pernah membalas perasaan laki laki didepannya.
"Hei..kenapa?" tanya Rafa lembut, tangannya terulur untuk menghapus air mata Nia.
Nia menggeleng. "Ngga." dia tersenyum. "Lo..kenapa baik banget sama gue? Padahal gue ngga pernah bales perasaan lo."
Rafa kembali tersenyum, laki laki itu menarik kembali tangannya lalu menyenderkan punggungnya ke sofa. "Ngga ada alasan buat berbuat baik, Ya. Apalagi, berbuat baiknya ke orang yang kita suka."
Mata Rafa menatap langit langit apartemennya, pikirannya kembali ke dua tahun yang lalu. "Waktu itu, gue pernah jadiin cewek buat pelarian gue. Gue tau gimana perasaan dia, sakit memang. Tapi, mau gimana lagi?" Rafa menghela nafas. Laki laki itu menatap Nia. "Gue pengen ngerasain rasanya jadi pelarian, Ya. Walaupun gue tau, ini yang gue minta. Dan sekarang, gue tau gimana rasanya."
Nia benar benar tidak tau harus berbicara apa. Tangannya meletakkan piring yang isinya tinggal sedikit itu keatas meja. Kedua matanya menatap wajah tampan Rafa yang terlihat menyesal.
"Lo boleh nyesel, Raf. Gue ngga mau jadiin lo sebagai pelarian gue." Nia tersenyum manis. "Lo cowok baik, Raf. Banyak cewek yang mau sama lo. Lupain perasaan lo buat gue."
Rafa menatap kedua iris mata Nia yang sedikit berwarna biru. Senyum tipis terlihat diwajahnya. "Gue coba." ucapnya yakin. "Tapi, kalo Brian nyakitin lo lagi, gue yang bakal milikin lo, Ya."
Nia terkekeh. "Terserah lo deh, Raf. Yang jelas, jangan pernah mikir buat jadiin diri lo sendiri itu pelarian gue."
Rafa mengangguk. "Boleh minta peluk ngga?"
Nia mengernyit, tapi setelah itu dia merentangkan tangannya. Rafa tersenyum lebar, lalu langsung memeluk Nia erat. "Makasih, Ya."
Nia mengangguk dipelukan Rafa. "Gue juga makasih, Raf. Makasih karena lo ada buat gue."
***
Brian menatap tubuh Cacha yang tengah tertidur dengan lelap. Pikirannya berkecambuk, antara mengikuti nafsunya atau mengikuti akal sehatnya.
Semua akar masalahnya ada pada anak itu. Kalau saja Cacha tidak datang, Nia tidak akan meninggalkannya. Kalau saja Cacha tidak datang, sekarang dia pasti tengah bermanja manja bersama Nia. Tapi, gara gara seorang gadis kecil semuanya berantakan.
Iblis ditelinga kirinya berkata. "Bunuh saja. Tak apa. Lagi pula, dia yang sudah membuat hubunganmu dengan Nia berantakan. Kalau kau membunuhnya, Nia akan kembali padamu."
Ucapannya benar juga. Jika Brian menyingkirkan gadis yang tertidur diatas tempat tidurnya maka hubungannya dengan Nia akan kembali normal. Tangannya juga sudah siap untuk menusukkan pisau kecil yang ia genggam dengan erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Childish or Psycho? (END)
Teen FictionBocah tapi sifatnya sadis? Gimana tuh? - Arsenio Brian Vernando. Cowok polos, childish, manja tapi mempunyai jiwa iblis. Laki laki itu suka menyiksa manusia lain sampai mati. Tapi jika seperti itu, apa masih bisa dikatakan childish? Bocah. Itulah ka...