Part 38

26.8K 1.8K 53
                                    

Bahkan rasa sakitnya sama persis. Kau begitu jahat.
***

Nia menatap datar makanannya, dia hanya menatapnya saja. Tidak ada niatan sama sekali untuk memakannya. Sudah satu minggu Brian pergi meninggalkannya, keadaan Nia semakin kacau. Hari harinya terasa sepi tanpa adanya Brian. Sebenarnya hukuman untuk Brian adalah paling sedikit 20 tahun, namun kedua orang tuanya tidak akan membiarkan Brian terus mendekam didalam penjara. Denda sebesar 3 Milyar dan Brian bisa keluar setelah lima tahun dengan syarat Brian tidak boleh melakukan perbuatannya lagi. 

Beruntung, kelurga Vernandes mampu menutupi ini semua. Keluarga dari korban Brian juga sudah menerimanya. Walaupun alasan mereka macam macam, namun setidaknya Brian tidak membunuh sembarang orang. Brian lebih sering membunuh orang yang sudah tidak memiliki keluarga.

Nia mengepalkan tangannya kuat kuat saat kedua orang tuanya mengatakan kalau ini perbuatan Dea. Temannya itu sudah mulai berani, dan keluarga Vernandes berjanji akan melakukan lebih pada Dea. Jika perlu, Nia yang akan melakukannya sendiri. Salah sendiri sudah memisahkannya dengan Brian.

"Mommy!" teriakan itu membuat Nia langsung mengalihkan pandangannya. Dia tersenyum tipis melihat Cacha yang berlari kearahnya. Nia tengah mencoba berdamai dengan Cacha.

Dengan adanya Cacha, bisa membuat rasa rindu Nia terobati. Mata gadis kecil itu benar benar sama dengan Brian, jadi Nia hanya perlu menatap mata Cacha dan dia akan melihat Brian dikedua mata Cacha.

"Mommy ngga makan?" tanya Cacha setelah dia duduk dikursi sebelah Nia. Mata gadis itu melihat piring Nia yang masih terisi penuh.

Nia hanya tersenyum tipis, dia mengelus kepala Cacha perlahan. "Kita keluar aja yuk."

Cacha mengangguk setuju. "Mommy makan dulu. Nanti kita pelgi sama sama."

Nia terkekeh kecil saat melihat Cacha mengambil sendok dipiring miliknya. Mengambil nasi lalu menyodorkannya ke mulut Nia. "Mommy makan. Kalo ngga makan nanti Mommy sakit."

Mata Nia mengerjap, dia tersenyum lalu mengambil alih sendok yang dipegang oleh Cacha. Perempuan itu mulai memakan makanan miliknya. Melihat betapa lucunya Cacha membuat nafsu makan Nia kembali. Entahlah, mungkin karena efek mata milik Cacha. Dia merasa Brian tengah menemaninya makan.

Setelah selesai makan, mereka berdua bangkit. Berjalan beriringan keluar dari ruang makan, tangan mungil Cacha digenggam oleh Nia.

"Nia, Cacha. Kalian mau kemana?" tanya sang Bunda yang baru saja masuk kedalam rumah. Dia baru saja pulang dari butik lebih cepat karena takut terjadi sesuatu dengan Nia ataupun Cacha.

"Kami mau keluar dulu, Bun. Bosen dirumah." jawab Nia, Cacha mengangguk membenarkan.

"Ya udah, tapi jangan malem malem perginya." ucal sang Bunda. Dia masih merasa sangat khawatir dengan Nia dan Cacha.

Walaupun Brian sudah menyuruh banyak orang untuk menjaga Nia dan Cacha dari jauh, tapi tetap saja bahaya bisa kapan aja datang. Apalagi Dea yang kapan aja bisa datang lalu membuat kedua orang itu celaka. Kedua orang tuanya juga ambil bagian untuk melindungi Nia dan Cacha. Mrnyuruh orang untuk mrngawasi kedua orang itu 24 jam.

Sebelum Brian pergi, dia sudah menyiapkan segalanya. Dia harus menjamin, selama dirinya tidak berada disamping Nia ataupun Cacha, kedua perempuan yang teramat ia cintai itu harus baik baik saja. Mereka berdua tidak boleh terluka sedikit pun.

Dan disinah mereka, disebuah taman. Membeli sesuatu yang mereka inginkan. Tentu saja, ada banyak orang yang mengawasi mereka walaupun baik Nia ataupun Cacha tidaj menyadarinya. Mereka bermain halus untuk melindungi Nia.

Cacha melepaskan genggaman tangannya pada Nia, gadis kecil itu berlari menuju seseorang yang membuatnya merasa tertarik saat baru saja bertemu. Nia yang melihat itu menggeleng, dia berjalan menyusul Cacha yang sudah berada digendongan Chiko.

"Pedofil." kekeh Nia saat melihat Cacha yang begitu senang bersama dengan Chiko.

"Cacha yang tertarik sama gue, bukan gue yang tertarik sama Cacha." ucap Chiko tidak terima. Dia juga heran kenapa Cacha sangat senang bersama dengannya.

"Sama aja. Umur kalian beda jauh banget." Nia tertawa lalu berjalan menuju penjual es krim. Dia membeli tiga es krim, untuk dirinya, Cacha dan juga Chiko.

"Terima kasih." Nia tersenyum kearah penjual es krim, dia berbalik setelah dia membayar es krim yang ia beli. Menatap tiga es krim itu, membuat Nia rasanya langsung ingin memakannya. Apalagi jika pedas. Perempuan itu belum menemukan es krim pedas yang ia inginkan.

Nia begitu kaget saat melihat Cacha yang sepertinya terlihat sangat ketakutan digendongan Chiko. Perempuan itu mempercepat langkahnya, dia menatap bingung Chiko dan Cacha. Refleks, Nia menjatuhkan es krim yang ia pegang saat melihat siapa yang tengah berdebat dengan Chiko.

"De..Dea." suara Nia seakan tercekat ditenggorokannya. Dia menatap Dea yang sekarang menatapnya dengan pandangan tajam dan remeh.

"Woah..perut lo udah makin gede, Ya." ucap Dea, terdengar sangat jelas jika ucapan Dea itu mengejek. "Gimana sama bapaknya? Udah dipenjara ya. Hahaha."

Nia memegang perutnya, menatap Dea tidak kalah tajam. "Lo makin ke sini makin ngga tau malu."

Dea menghentikan tawa jahatnya, tapi masih terdengar kalau gadis itu terkekeh sinis. "Seharusnya yang ngga tau malu itu lo, Nia. Mana ada saudara nikah." Dea menjeda ucapannya. Memperhatikan ekspresi Nia. "Terus, hamil duluan lagi. Ngga malu tuh? Mana Brian udah punya anak lagi. Kalo gue sih mending cari yang lain."

Nia mengepalkan tangannya kuat kuat mendengar ucapan Dea. Nia benar benar kesal dengan Dea yang tidak bisa mengontrol mulutnya. Rasanya, dia ingin merobek mulut Dea lalu menyumpalnya dengan batu agar bibir itu berhenti mengoceh.

"Lo mau marah, Ya? Marah aja kali. Lagian gue ngomong tuh fakta." ucap Dea dengan nada meledek. Dia mengibaskan rambut panjangnya kebelakang. Wajahnya mendekat kearah Nia. "Gue bakalan balas dendam. Ingat itu anak haram!"

Plak

Nia menampar wajah Dea dengan keras. Dia memaki Brian dalam hati, kenapa Brian dulu tidak membunuh Dea saja. Yang katanya akan membunuh Dea pelan pelan mana buktinya? Dea terlihat baik baik saja sekarang? Apa Brian menyisakan Dea untuknya? Ohh Nia tidak mau menjadi seorang pembunuh.

"Lo--" Dea memegang pipinya yang terasa sangat sakit. Dia bersiap akan membalas tamparan Nia tapi tertahan karena cekalan tangan Chiko.

"Lo nyakitin Nia, lo berurusan sama keluarga Vernandes dan William." ucap Chiko dingin. Dalam sekali sentakan, dia mendorong tubuh Dea sampai jatuh ke atas rumput.

Chiko menatap Dea tajam, dia berlari lalu menarik tangan Nia agar pergi dari taman. Nia hanya menurut, dia tidak mau terlalu lama berurusan dengan Dea. Dia sudah muak mendengar ucapan Dea.

Sedangkan Dea, mengepalkan tangannya kuat kuat. Dia memperhatikan sekitar, sepi. Sebuah seringaian terlihat diwajahnya, tangannya mengambil pisau kecil yang ia simpan di sling bag yang dia kenakan. Dea bangkit, lalu berlari menuju Nia.

"Gue pastiin lo menderita, Nia!" desis Dea sebelum dia menusukkan pisaunya ke pinggang Nia. Chiko panik melihat Nia yang terluka padahal perempuan itu sangat dekat dengannya.

Dor

Sebuah peluru menembus punggung Dea, membuatnya jatuh begitu juga dengan Nia. Chiko bertambah panik saat mendengar Cacha menangis dengan histeris.

Beberapa saat kemudian, lima orang laki laki berpakaian serba hitam datang. Mereka mengangkat tubuh Nia dan Dea. Chiko mengikuti mereka sambil menenangkan Cacha yang menangis histeris.

***

Aku ngga suka masalah yang terlalu panjang, jadi beberapa part lagi selesai😹

Mau berakhir gimana?

Sad ending?

Happy ending?

Childish or Psycho? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang