Now playing | Kahitna - Cantik
Chapter 1 | Aldino Sialan!
Tak tau mengungkapkan. Tetapi kamu adalah orang yang tidak akan kutemui lagi.
***
LONCENG tanda istirahat pun berbunyi. Semua murid SMA Azelle yang mengenakan baju seragam berwarna biru pastel dan rok krem bergerombol dan saling mendorong satu sama lain keluar dari kelas.
Fuchsia dan kedua temannya, Sheryl dan Mawar, berjalan di koridor sekolahnya dengan mengikat jaket mereka masing-masing di perut.
Fuchsia sudah siap untuk hari ini. Dirinya akan tampil sangat percaya diri di lapangan nanti. Fuchsia pun turun ke lapangan dan meneriakkan nama Aldino dengan lantang di sana.
"Woi Aldino! Mana lo!" teriak Fuchsia dengan suara laki-lakinya. Entah mengapa Fuchsia di anugerahi suara laki-laki ketika ia berteriak marah.
Aldino pun turun dari lantai atas kelasnya dengan membawa tiga kantong plastik besar berisi barang-barang pemberian Fuchsia kepadanya. Fuchsia melihat Aldino turun dari tangga dengan sangat sok.
"Nih, ambil nih barang-barang branded lo," kata Aldino dengan melempar satu kantong plastik besar tepat ke wajah Fuchsia.
Fuchsia sontak menunjuk-nunjuk wajah Aldino di tengah lapangan. "Dasar kampungan emang lu! Tau nggak sih cara yang baik ngasih sesuatu ke orang!?" teriak Fuchsia dengan jengkel.
"Sya, jangan teriak gitu, ih. Malu-maluin," tegur Mawar sambil mengeratkan jaket yang diikatkan di perutnya.
Fuchsia berbalik ke belakang dengan tatapan tajam. "Biarin aja kalo malu-maluin! Biar si Aldino bener-bener pengen putus dari gue!"
Tiba-tiba Aldino berteriak dengan keras pula dari arah sana."Woi Fuchsia! Nama udah nama warna, ngeselin banget sih lo!" teriak Aldino dengan wajah memerah.
Semua siswa dan siswi mulai berdatangan di lapangan. Mereka mulai menikmati adegan yang menurut mereka seru untuk di tonton.
"Kenapa kalo nama gue dari nama warna? Iri lo ya, karena nama lo cuma nama pasaran, banyak sama nya!" Pendukung Fuchsia berteriak dengan terus menyebutkan nama Fuchsia.
"Alah kebanyakan bacot lo jadi cewek. Nih ambil barang pemberian lo!" Aldino melemparkan semua kantong plastik besar tersebut ke arah Fuchsia berdiri.
Fuchsia pun dengan senang hati menangkap satu-persatu kantong yang di lempar oleh Aldino kepadanya.
"Thanks ya, tan!" teriak Fuchsia lalu dia berjalan santai ke arah belakang sambil membawa dua kantong besar berisi barang pemberiannya. Sedangkan satu kantong lagi, di pegang oleh Mawar.
"Wah, gitu doang adu mulutnya?"
"Gak seru! Lagi dong Sya, adu mulutnya!"
"Mereka udah putus, ya?"
Berbagai pertanyaan beterbangan menjadi satu di lapangan. Orang-orang yang tadi nya berkumpul di lapangan pun jadi bubar.
°°°
"Kapan sadarnya sih kamu, Sya?" tanya Rachel—Mama Fuchsia yang sekarang sangat kesal kepada Fuchsia.
"Kamu sadar nggak sih selama ini nilai kamu makin menurun? Mama heran deh, apa aja yang kamu lakuin di sekolah," kata Rachel sambil melihat semua nilai Fuchsia di kertas ulangannya.
"Udah Ma, jangan marahin Fuchsia terus," kata Renand—Kakak laki-laki Fuchsia yang setahun lebih tua dari Fuchsia.
"Gimana Mama nggak selalu marah Ren, kalo Fuchsia terus-terusan gak fokus di sekolah. Mama itu capek, Ren. Mama udah ngebiayain hidup kalian berdua dengan tenaga Mama, nyekolahin kalian berdua."
Tiga tahun yang lalu, Papa Fuchsia dan Renand meninggal akibat penyakit kanker otak stadium empat. Dan pada saat itu juga hidup Fuchsia tidak seindah dulu lagi.
Papa yang selalu menyemangati nya di saat ia kena marah oleh Mamanya, Papanya yang selalu menasihati Fuchsia, dan Papa yang selalu berada di sampingnya ketika Fuchsia sedih. Dan, semua terjadi begitu cepat. Kini, Rachel yang harus membiayai kehidupan kedua anaknya.
"Dan Renand, Mama selalu bangga sama kamu karena kamu bisa buktiin kalo kamu bener-bener pengen capai mimpi kamu," lanjut Rachel dengan mata berkaca-kaca.
"Fuchsia, Mama sayang sama kamu, Nak. Tapi tolong, bikin Mama bangga sama kamu. Mama pengen liat dua anaknya berhasil." Fuchsia meneteskan air matanya sambil memeluk Renand di sebelahnya.
Renand pun membalas pelukan adiknya tersebut. Dia juga tak tega sering melihat Fuchsia di bandingkan dengan dirinya.
Fuchsia melepaskan pelukannya, lalu ia berlari ke kamarnya.Sesampainya di depan kamarnya, Fuchsia langsung mendorong pintu kamarnya dengan sesenggukan. Dia pun merebahkan badannya di atas tempat tidurnya yang empuk.
"Kenapa aku selalu hidup kaya gini, Tuhan? Kalo emang aku di takdirkan nggak bisa punya orang seperti Papa lagi, aku mohon. Aku mohon lebih baik aku nggak hidup di dunia yang penuh paksaan ini," kata Fuchsia sambil mengusap air matanya.
"Hust, nggak boleh ngomong gitu Sya," tegur Renand yang ternyata berada di ambang pintu kamar Fuchsia. Renand menghampiri adiknya yang sedang bersedih.
"Gue masih ada di sini buat lo. Lo harapin ada orang yang kaya Papa, kan? Nih, masih ada stoknya," ujar Renand dengan tertawa kecil sambil merangkul Fuchsia di sampingnya.
"Nggak lucu tau, Ren. Orang gue lagi sedih juga," kata Fuchsia dengan sesenggukan.
Renand pun mengusap air mata Fuchsia dengan tangannya. Renand kemudian memeluk Fuchsia dari samping.
"Gue sayang banget sama lo, Sya. Percaya, kan?" tanya Renand sambil melihat Fuchsia dari samping.
Fuchsia pun mengangguk dan membalas pelukan Renand di sebelahnya. "Gue nggak tau lagi Ren, kalo nggak ada lo di hidup gue."
"Lo tetap jadi adik gue. Selamanya dan sampai kapanpun," balas Renand lalu dia menyandarkan kepala Fuchsia di bahunya.
Fuchsia pun menghela napasnya. Dia tak tau lagi sampai kapan hidupnya akan terus seperti ini. Hidupnya memang tak seindah dulu, tapi bisakah hidupnya yang sekarang jangan pernah ada paksaan? Pertanyaan itu selalu menghantui kepala Fuchsia sejak Papanya telah tiada.
***
Hoila guys! Jadi gini, ceritaku yg di Saturnus itu masih tetep update, dan i promise u all, kalo aku selesaikan yg di Saturnus, kemudian aku lanjut cerita di Cielo & Tierra.
Still give me ur VotMent!
ailoveu🌙***
Jangan lupa follow Instagram :
@iamchikz
@fuchsialeandra
@toskamaximillian
***
With love,
ChikAnnisa, satu-satunya pacar resmi Froy Gutierrez
KAMU SEDANG MEMBACA
Cielo & Tierra (SUDAH TERBIT)
Teen Fiction"Walaupun terhalang dinding pembatas, hati kita tetap menyatu." *** Sejak bertemu kembali dengan sahabat masa kecilnya, hidup Toska menjadi kelabu. Bagaimana tidak? Fuchsia, sahabatnya itu adalah cewek yang resek sepanjang hidupnya. Untungnya cewek...