Part 040 : Love Is

726 92 34
                                    

A/N : Vote dan Komen yaaaaa. Selamat baca.

***

Saat ini Rosa berada di ruang tamu apartementnya, dengan Jeffry yang sedang berada di dapur—entah melakukan apa. Mata sembab gadis itu, memandang kosong layar TV yang tidak dinyalakan. Rosa masih belum benar-benar bisa menerima kabar tentang Dinda. Sikapnya semalam yang mengabaikan telepon Dinda, membuat Rosa seakan-akan dihantui oleh rasa bersalah.

Kepalanya terus menerus berpikir tentang kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi kalau saja dia menerima telepon itu. Akan kah kejadian ini tidak terjadi?

"Minum, ini." Jeffry meletakkan mug berisi teh hangan ditangan Rosa.

"Huh?" Rosa yang masing ling-lung melihat wajah Jeffry dan cangkir yang ada di genggamannya bergantian.

"Minum." Ucap Jeffry, dengan sedikit penekanan.

Meski Rosa merasa tidak membutuhkan secangkir teh hangat saat ini, pada akhirnya Rosa tetap melakukan apa yang diperintahkan Jeffry. Dia menyeruput cairan hangan dan manis itu dan merasakan kehangatannya menjalar ke kerongkongan dan perutnya.

Tapa Rosa sadari, helaan napas lega keluar dari bibirnya.

"Merasa lebih baik?" Jeffry memutuskan untuk berjongkok di depan Rosa, menyamakan arah pandangan mereka.

Beberapa saat yang lalu, saat Rosa tiba-tiba menangis dan mengaku telah membunuh orang, Jeffry mengira kalau itu hanyalah sebuah ungkapan hiperbola. Rosa tidak mungkin membunuh orang kan? Siapa yang dia bunuh? Kapan? Bukan kah kemarin seharian dia jalan-jalan dengan cowok Indonesia itu? Dia pasti hanya bercanda.

Jeffry saat itu hanya tertawa menanggapi pengakuan Rosa, dan mencoba untuk menaikkan mood dengan bergurau. Tapi melihat reaksi sahabatnya yang menangis semakin histeris, membuat dia sadar kalau masalah apapun yang sedang Rosa hadapi adalah serius.

Mereka—Jeffry dan Rosa—sudah berada di apartement Rosa sejak 2 jam? Atau mungkin 3 jam yang lalu. Tapi perempuan berambut sebahu itu masih belum membuka mulutnya.

"Aku tidak tahu apa yang sedang kau alami, tapi aku mau kau tahu kalau aku disini, aku bersedia menjadi telinga yang akan mendengarkan semua masalahmu." Jeffry berucap sambil mengelus pelan tangan kiri Rosa yang ada di genggamannya. "Kapanpun kau ingin bercerita, aku siap. Dan kalau bukan sekarang juga tidak apa-apa. Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja."

Rosa mengangkat pandangannya, dari permukaan teh yang ada di dalam cangkir ke mata coklat terang milik Jeffry.

"Thanks, Jeff."

"Anytime,"

Tidak lama setelah itu, bel apartement Rosa berbunyi. Jeffry dan Rosa sempat saling lempar pandang.

"Kau mengharapkan tamu?" tanya Jeffry, dan Rosa menjawab dengan gelengan kepala. "Biar aku yang buka kalau begitu."

Jeffry berjalan ke arah pintu depan dan membukanya tanpa keraguan. Saat pintu itu dibuka, seorang pria tinggi yang sangat tidak asing berdiri di hadapannya, dengan hoodie abu-abu dan topi hitam.

Entah kenapa, Jeffry merasa tidak kaget.

"Apa ada Rosa di sini?" suara itu terdengar pelan dan berat, namun telinga tajam Rosa mendengarnya. Rosa bangkit dari duduknya dan menoleh kearah pintu.

"Juna?"

Detik itu juga Jeffry tahu kalau kehadirannya di sini sudah tidak diperlukan, sehingga tanpa perlu banyak berpikir cowok Korea berlesung pipi itu memilih pergi.

Mawar Untuk Arjuna ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang