Bunyi lonceng restoran milik Lutfi menandakan bahwa restoran itu sedang kedatangan pelanggan. Semua pelayan yang ada di sana sudah menaikan kursi kaget kenapa masih ada pelanggan saat mereka sudah mengganti tanda open menjadi closed.
Pelanggan itu pun tanpa begitu tenang sambil menyeret kopernya untuk mendekat padanya seolah takut pegawai itu mengambil kopernya. Gadis berambut blonde itu duduk di kursi yang belum dinaikkan sambil tersenyum ramah.
"Permisi, tapi—" Seorang pelayan mendatanginya hendak mengusirnya karena memang mereka sudah close order dan bahan sudah habis.
"Saya tahu restoran ini sudah tutup. Tapi, saya jauh-jauh dari Brooklyn hanya untuk makan di sini, apa saya harus pulang dengan tangan kosong?" Pelayan itu tampak bingung bagaimana mengusir pelanggan itu tanpa menyakiti hingga rating restorannya rendah.
"Saya mendapat rekomendasi dari Tante Mira, beliau mengatakan bahwa keponakannya chef di sini." Tentu pelayan tahu siapa yang dimaksud pelanggan itu dan itu membuat posisi mereka sulit. Mira adalah orang yang ditakuti oleh pemilik restoran. Jika pelanggan itu memberitahu Mira yang akan terjadi adalah Luthfi dimarahi habis-habisan.
"Tunggu sebentar."
Pelanggan yang tak lain adalah Kinan itu mengangguk membiarkan pelayan itu melakukan tugasnya. Sementara dia diam mengamati setiap detail restoran yang terkesan unik.
Dia berjalan mendekat ke arah permainan yang biasanya ada arcade kini juga berada di sana. Kinan sama sekali tak mengerti konsep dari restoran Lutfi. Semua konsepnya bertabrakan, tapi terlihat unik di mata Kinan.
"Konsep yang aneh. restoran dan arcade."
"Apa saya bisa bermain ini?" tanya Kinan pada seorang pegawai yang diam-diam mengamatinya.
"Iya, biar saya nyalakan mesinnya." Kinan mengangguk sambil menunggu alat itu dinyalakan.
"Ini mengingatkanku pada mesin yang ada di arcade Baba." Pegawai itu terlihat kaget mendengarnya.
"Ini memang diambil dari sana. Bos memilih membeli mesin lama ini dari pada membeli yang baru. Katanya ada nilai historisnya."
"Nilai historis ya."
Kinan ingat saat ia kuliah dulu dimana dia mengalami saat-saat sulit karena mantan dan gibahan teman-temannya. Lutfi membawanya ke arcade. Ia ingat saat itu dia juga malas pergi ke arcade itu karena mengingatkannya pada Sean.
"Kita bisa nyari tempat lain aja nggak?"
"Hah? Kenapa lo nggak suka?"
"Ini terlalu banyak kenangan. Gue sama mantan gue sering banget di sini."
"Lo bisa hapus kenangan itu dengan bikin kenangan baru sana gue. Gue juga nggak kalah cakep dari mantan lo." Kinan tertawa
"Sorry to say, tapi mantan gue itu Sean dan lo tau belum ada di seluruh univ yang gantengnya ngalahin dia jadi jangan sok ganteng lo."
"Buat apa ganteng kalo bikin lo nangis? Mending sama gue yang bisa bikin lo seneng, ketawa cantik kayak tadi."
"Gue udah lupain Sean. Tapi, belum bisa lupain kenangan sama lo Pi," gumamnya.
"Mesinnya udah nyala Mbak." Kinan mengucapkan terima kasih lalu mulai bermain dengan alat tembak-tembakan yang dulu pernah ia mainkan bersama Lutfi.
KAMU SEDANG MEMBACA
✅𝕃𝕠𝕧𝕖 𝔾𝕒𝕞𝕖
RomanceBerawal dari saling mengaku sebagai idola kampus, tujuh lelaki saling bertaruh untuk menjadikan wanita pertama yang melewati pintu dari lapangan indoor untuk membuktikan kepopuleran mereka. Namun, sayangnya gadis yang masuk ke lapangan indoor di ken...