Halo, balik lagi sama cerita Akbar dan Lea. Terima kasih untuk semua votes dan komen kalian di cerita aku ini. Tetap bintang dan komentarnya dilanjutkan ya setelah membaca cerita ini. Pokoknya jangan lupa untuk selalu menaburkan bintang dan komentar biar aku tambah semangat menulis, ya, hehehehe.
And, the last, mana suara untuk komentar di cerita ini. Masukan dan komentar kalian sangat berarti bagiku. Don't forget to comment ya.... Hatur nuhun dan selamat menikmati.
Lea keluar dari kamar dengan menggunakan kaus Akbar dan celana pendek. Kaus yang agak kebesaran karena suaminya memiliki pundak yang lebar. Berbeda dengan dirinya yang hanya paket slim. Akbar tidak perlu tahu jika malam-malam kepergiannya, Lea menggunakan kaus Akbar untuk tidur. Ia menghirup harum parfume Akbar yang Lea semprotkan di kaus itu. Bagi Lea, itu seperti memeluk Akbar.
Lea sebenarnya sudah bangun tidur sejak subuh. Ia hanya malas membangunkan tubuhnya dari kasur empuknya. Sebagai gantinya, Lea hanya menikmati menonton film dari layar Ipad-nya. Itu membunuh rasa bosannya.
Bu Siti menghampirinya dengan mengatakan jika Anna datang. Lea mengernyit heran. Weekend adalah waktu Anna bersama suami dan anak-anaknya. Sejak awal, perempuan itu tidak pernah mau diganggu ketika di akhir pekan. Bagi Anna, itu sebagai ganti di hari kerja yang biasa ia habiskan waktu di kantor.
"Hallo Mommy Lea," suara Anna disertai cengiran perempuan itu terlihat ketika Lea menemuinya di ruang tamu.
"Tante Lea," lengkingan suara anak perempuan kecil ikut terdengar di telinga Lea. Ada Tasya yang asyik memakan cookies yang disediakan Bu Siti. "Tante Lea, kok, enggak pernah main ke rumah Tasya lagi. Emang Tante Lea enggak kangen sama Tasya."
Oh, dramaqueen ala Tasya akan dimulai. Like mother like daughter. Tidak aneh anak perempuan itu senang berdrama kalau memiliki ibu selebay dan seaneh Anna. Lea hanya memutar bola matanya malas. Ia menatap Anna yang hanya dibalas dengan cengiran.
"Tasya, Tante Lea, kan sibuk sama anak-anaknya jadi enggak bisa ke rumah lagi."
"Sekarang Tante Lea punya anak? Mana anaknya? Cantik kayak Tasya enggak, Tante?"
Astaga. Lea tidak paham pola didikan seperti apa yang diajarkan Anna pada anak pertamanya hingga seperti ini. Tapi, pertanyaan Lea terjawab dengan Anna yang mengatakan.
"Iya, mendidik Tasya percaya diri biar kalau dewasa enggak minder sama yang hasil operasi."
"Wah, itu anaknya Tante Lea, ya?" suara Tasya kembali terdengar.
Lea menoleh dan melihat Bu Siti sedang menggendong Marsha. Bayi perempuan itu sudah cantik dan rapi dengan baju terusan polkadot merah muda. Kepalanya diberi bando berpita yang senada dengan warna bajunya. Sebenarnya lucu sekali.
"Halo, adik bayi. Nama kamu siapa? Nama kakak, Tasya Cantik. Tapi, kamu panggil Kakak Tasya aja. Kakak udah sekolah dan sekarang lagi belajar baca. Nanti, kalau kakak udah bisa baca, kamu kakak ajarin, deh."
Pekenalan yang cukup panjang. Sangat khas Tasya sekali. Itu membuat Bu Siti terkikik. "Nama adik, Marsha," jawab Bu Siti.
"Wah, Marsha and The Bear." Anak itu malah menyebutkan judul serial kartun asal Rusia di televisi. "Itu pasti beruangnya."
Sosok Aidan muncul. Anak berusia enam tahun itu sudah menggunakan celana pendek dan kaus bergambar tokoh kartun favoritnya, Kapten Amerika. Aidan menenteng tas kecilnya. Katanya, "Aa udah siap, Bu Siti."
Mau kemana mereka? Lea menatap keduanya dengan bingung? Menjemput Akbar? Bersama Anna, Tasya, dan Dewa? Jelas itu tidak mungkin. Lagipula, Akbar baru akan sampai esok pagi.
"Buruan mandi, Lea. Mereka udah enggak sabar mau liat ikan di Sea World."
***
Pergi bertamasya bersama keluarga adalah mimpi Lea sejak kecil. Dalam pikiran anak-anaknya, ada rasa kebahagiaan bila ia dapat pergi bersama mama dan papanya. Tapi, Lea jarang sekali merasakan hal itu. Kesibukan kedua orangtuanya memaksa Lea harus memendam keinginannya.
Ketika teman-temannya menceritakan momen liburan bersama orangtuanya, Lea hanya bisa menyimak. Ia sering membayangkan bagaimana rasa bisa menikmati tempat-tempat baru ditemani keduanya. Nyatanya, setiap libur sekolah, Lea tetap akan pergi ke negara tempat papanya bertugas. Hanya saja, Lea hanya ditemani Bu Siti bila ingin menikmati suasana negara itu. Persis seperti di Jakarta.
"Ayo, Aa Aidan, kita ke sana," rengek Tasya. Anak perempuan itu terus menarik tangan Aidan untuk mengikutinya. Semangat keduanya untuk melihat hewan-hewan dari kaca besar tidak pernah surut.
Anak-anak dan semangat mereka melihat hal baru. Ini rasanya mengeksplor pengetahuan yang belum pernah didapat anak-anak itu. Lea harus menghela napas setiap kali sorak gembira dan takjub yang diperlihatkan keduanya.
"Kakak Tasya, Aa Aidan, kita duduk di sana dulu ya?" tawar Anna.
Keduanya mengangguk. Mereka duduk di kursi kayu. Anna mengeluarkan perbekalannya dan juga lauk yang tadi dibawakan Bu Siti. Ada banyak makanan yang dibawa Anna. Perempuan itu mengatakan jika piknik tanpa bekal akan terasa hambar.
"Lea."
Panggilan Anna membuat Lea menoleh. Matanya sedang asyik melihat Aidan dan Tasya yang berbagi makanan. Kedua anak itu makan sambil sesekali tertawa melihat gambar ikan-ikan di sekelilingnya. Tasya bilang, kayak makan di tengah laut.
"Jadi orangtua itu enggak mudah. Gue selalu berusaha tampil baik di depan Tasya dan Dewa. Bagi mereka, gue panutannya. Mereka ibarat kertas putih. Kita yang menentukan mau menulis tulisan apa."
Lea tidak mengerti. Ia tidak memiliki anak. Ia tidak menjadi orangtua. Tapi, ketika pandangan Anna melihat ke arah Marsha, ia paham. Anna menginginkannya menjadi orangtua Marsha dan Aidan.
"Kadang, gue sering diliputi ketakukan tentang mereka. Apa gue udah bisa memberi contoh yang baik, mengajari mereka jadi anak baik."
"Na," panggil Lea. Perempuan itu sesaat ragu mengatakan hal ini pada Anna. "Apa gue bisa menjadi pengganti orangtua yang cukup baik buat Aidan dan Marsha?"
Anna tersenyum. Perempuan itu memperpendek jaraknya dengan Lea. Katanya, "Lu pasti bisa, Lea."
Lea tersenyum. Matanya melihat Marsha yang terlihat lucu. Bayi itu memandang Lea sambil memamerkan giginya yang belum sempurna. Sesaat, Lea memajukan tubuhnya. Dikecupnya pipi gembal bayi perempuan itu. Di telinga Marsha, Lea berbisik, "Sekarang, Marsha punya Tante Lea."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika Rasa Menyambut (Selesai)
General FictionAkbar mencintai istrinya, Lea. Sejak kali pertama bertemu, ia sudah menambatkan hati pada sosok cantik itu. Meski akhirnya berhasil menjadikan Lea istrinya setelah percobaan lamaran yang berkali-kali, ia tidak juga membuat perempuan itu jatuh cinta...