Hallo, kembali lagi dengan cerita Lea dan Akbar. Semakin banyak masyarakat yang dinyatakan positif covid-19. Semoga kita termasuk orang-orang yang diberikan lindungan Allah SWT, aamiin.
Aku harap cerita ini bisa mengobati kejenuhan kalian di tengah aktivitas WFH. Jangan lupa berikan bintang dan komentar kalian biar aku tambah semangat. Hanur nuhun. Selamat membaca.
Lea tidak pernah tahu kalau harus dihadapkan pasa situasi seperti ini. Hamil? Ada janin yang kelak akan tumbuh dalam rahimnya. Perutnya akan semakin membesar seiring pertumbuhan bayi itu. Anaknya dan Akbar.
Hamil dan memiliki anak tidak pernah terlintas dalam pikirannya. Bahkan, dulu, menikah pun menjadi hal yang paling ia hindari. Lea membenci itu semua. Perempuan itu menolak menjadi perempuan.
Tapi, Lea kini memiliki suami dan dua anak yang menggemaskan.
Pemikiran itu muncul dalam kepala Lea. Bayangan Akbar, Aidan, dan Marsha menari-nari dalam pemikirannya. Ketiga sosok yang tanpa Lea sadari sudah memiliki tempat tersendiri di hatinya.
Semuanya terjadi begitu saja. Bagi Lea, itu mungkin karena ia sering menghabiskan waktu bersama Akbar dan kedua keponakannya. Perasaan ingin selalu melihat kedua anak itu tersenyum muncul di hati Lea. Seperti ada kabel tak terlihat yang membuat rasa bahagia kedua anak itu tersalurkan ke dalam hati Lea.
Tapi memiliki anak kandung? Lea menggeleng. Ia tidak mau. Perasaan enggan ini sama kuatnya ketika Akbar memintanya menerima Aidan dan Marsha di rumah mereka. Lea tidak bisa membayangkan seorang anak akan tumbuh besar di rahimnya. Ia akan melahirkan bayinya dan Akbar. Tidak, semua itu harus menyingkir dalam pikirannya.
Lea ketakukan ia tidak memiliki perasaan cinta pada anak kandungnya sendiri. Seperti yang ia sangka pada orangtuanya. Perasaan kerinduan yang setiap saat mendera Lea harus ia kubur dalam-dalam. Ia menyadari jika rindunya bertepuk sebelah tangan.
Ingatan indah bersama kedua orangtuanya hanya sebatas liburan dua kali setiap tahun. Oh, itu bukan liburan yang memakan banyak waktu. Hanya beberapa hari mereka mengunjungi tempat-tempat indah di liburan sekolahnya. Rasa rindu Lea selama enam bulan hanya terbalas dua minggu-empat belas hari. Pertemuan itu tidak bisa mengobati semua kerinduannya. Itu hanya menjadi candu yang semakin menguatkan rindu pada papa dan mamanya ketika Lea kembali ke Jakarta.
Lea takut perasaannya kepada anak kandungnya akan seperti itu.
Rindu itu sangat menyiksa. Kerinduan yang hanya mampu Lea obati dengan memandang foto mereka bertiga. Kemudian, ia akan membiarkan air mata menjatuhi setiap lembaran kenangan itu.
Lea tidak sanggup untuk menyakiti perasaan anak kandungnya.
"Lea."
Akbar kelihatan tenang. Seperti biasanya. Laki-laki itu hanya bertanya yang justru membuat jantung Lea berdetak tidak karuan. Setelah pertanyaan itu keluar dari bibir suaminya, Akbar bersikap seperti biasa. Sementara Lea, entah sudah ke mana jiwanya pergi.
Bahkan, ketika ingin kembali, Lea masih diam. Lea melupakan niatnya untuk berfoto di dekat danau. Rencana awal untuk memposting fotonya bersama Akbar di akun Instagram pribadinya buyar. Lea tidak ingat untuk pamer pada kedua sahabatnya. Amerika+Akbar= perfect holiday. Semboyan itu sudah Lea pikirkan untuk menjadi caption fotonya bersama Akbar nanti. Nyatanya, itu sirna karena spekulasi Akbar bernama kehamilan.
"How do you feel?" tanya Akbar. Tangan laki-laki itu mengalung di pundak Lea.
Lea menoleh. Oh, ia sampai lupa kalau kini mereka sudah keluar restoran. Mereka bahkan sudah setengah jalan di pedestrian. Lea memperhatikan mobil yang lalu lalang di samping mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika Rasa Menyambut (Selesai)
Fiction généraleAkbar mencintai istrinya, Lea. Sejak kali pertama bertemu, ia sudah menambatkan hati pada sosok cantik itu. Meski akhirnya berhasil menjadikan Lea istrinya setelah percobaan lamaran yang berkali-kali, ia tidak juga membuat perempuan itu jatuh cinta...