Mengembalikan Senyum Mereka

7.4K 980 28
                                    



Jangan lupa memberikan votes dan komen, ya. Selamat menikmati, hatur nuhun.









Jangan lupa klik bintang sebelum membaca, ya. Makasih....



Lea duduk memeluk lututnya di atas lantai. Tubuh langsingnya ia sandarkan pada tepian ranjang. Matanya menatap kilau matahari yang hari ini bersinar dengan begitu terik lewat jendela besar kamarnya. Gorden yang sejak awal kedatangannya ditutup rapat, kini terbuka oleh tangan Akbar,

Sinar matahari itu menerobos lewat jendela kamar yang dibuka. Udara yang siang ini terasa sedikit, masuk dan memberikan sedikit kesegaran dalam kamar Lea. Perempuan itu berusaha untuk terus menghirupnya. Dadanya sesak. Ia yakin ini bukan karena pasokan oksigen yang begitu sedikit ia hirup. Ada luka yang kembali menganga di sana. Luka yang dulu ia tutup rapat-rapat kini kembali terbuka.

Tatapan dan ucapan Akbarlah yang membukanya.

Oh, Lea menggeleng. Bukan. Seharusnya ia tidak menyalahkan Akbar akan luka yang perih ini. Bukan salah Akbar yang harus membentak dan memberikan tatapan mengerikan padanya. Ini salah Lea. Seratus persen salahnya. Ia tidak bisa menjaga Aidan dengan baik. Atau, memang ia seharusnya tidak boleh berada di dekat anak itu. Lea memiliki kekuatan yang mampu membuat anak-anak di dekatnya terluka.

Lea menoleh. Akbar masih bertahan di sampingnya. Laki-laki itu tidak beranjak sedikit pun dari sisinya. Ketika Lea bangkit dan duduk di lantai, Akbar mengikutinya. Tangan besar Akbar tidak lepas untuk terus menggenggam tangan kecilnya.

Lea merasa tidak pantas menerima ini semua. Harusnya Akbar meninggalkannya. Harusnya Akbar tidak datang. Harusnya Akbar tidak membuatnya merasa gamang lagi. Harusnya..., ah, Lea berpikir jika mereka tidak seperti ini.

Diliputi pemikiran yang terus berputar-putar, Lea tidak menyadari jika Akbar sudah membawa kepala Lea ke atas bahunya. Akbar mendekap kepala perempuan yang dicintainya itu dengan menahannya menggunakan kepalanya sendiri. Belum ada ucapan yang keluar dari bibir Akbar.

"Bar," Lea bersuara. Perempuan itu tidak tahan karena sejak tadi suaminya belum mengeluarkan kalimat apapun. Ucapan yang keluar dari mulut Lea tadi bahkan belum dijawab Akbar. Laki-laki itu seolah-olah ingin menggantungnya. "Mungkin..., mungkin sebaiknya kita...."

"Aku lapar," potong Akbar cepat. "Makan di luar, yuk? Aku lagi kepingin makan kerang yang ada di ujung jalan."

Lea mengangkat kepalanya. Matanya menyimit menatap Akbar aneh. Tapi, laki-laki itu hanya memasang wajah memelasnya. Tangannya terlurus memegang perut ratanya.

Lea memutar bola matanya malas. "Emang kamu belum makan pas ke sini?"

Akbar menggeleng. "Sibuk mikirin gimana caranya minta maaf."

"Tapi, kamu belum minta maaf sama aku, Bar?" Oh, Rasa bersalah yang sejak tadi menghinggapi Lea kini menguap entah ke mana. Ucapan Akbar, tatapan laki-laki itu membuat kepercayaan diri Lea meningkat.

"Ini lagi mau minta maaf?"

"Gimana?"

"Ajak kamu kamu makan."

Jika Rasa Menyambut (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang