Terima kasih buat yang sudah membaca, memberikan votes, dan berkomentar. Sekali lagi, jangan lupa berikan bintang dan komentar, ya. Itu semua bisa menambah semangat menulis. Don't be silent readers. Give me more votes dan comments.
Ada hal-hal yang diingat Akbar setelah ia mengatakan niatnya untuk menjadikan Lea istrinya. Kepergian mereka ke Belanda untuk menemui papanya Lea adalah titik awal tanggung jawab yang akan Akbar pikul nanti. Ketika itu, papa Lea mengajak mengobrol berdua di sebuah kafe di Leiden, Belanda. Papa baru saja menjadi sebuah pembicara seminar umum di Leiden University.
Papa adalah laki-laki bertubuh besar. Ia hanya beberapa senti meter di bawah Akbar. Tubuhnya sedikit lebih gemuk dengan potongan rambut pendek dan klimis. Papa sering menjadi pembicara di sebuah seminar umum di kampus-kampus Eropa. Lebih sering diundang oleh kumpulan mahasiswa Indonesia yang kuliah di sana.
Papa memiliki banyak pengalaman bekerja di negara-negara Eropa. Pengalamannya sering ia bagi kepada mahasiswa-mahasiswa di sana. Ia hanya berharap jika suatu nanti ada orang potensial yang akan menggantikan dirinya.
Akbar melihat itu sendiri. Bagaimana mindernya dia saat melihat banyak orang menaruh hormat pada calon papa mertuanya. Semakin minder saat hanya meninggalkan mereka berdua untuk duduk berhadapan.
Bagi setiap laki-laki, momen anak perempuannya dilamar oleh laki-laki lain adalah yang berat. Akbar berpikiran seperti itu ketika melihat bapak yang melepas kakaknya, Aisyah, menikah dengan laki-laki pilihan Aisyah. Ada rasa kehilangan yang begitu berat dalam diri bapak. Melepaskan tanggung jawab untuk menjaga puteri kesayanganya pada laki-laki lain bukan hal mudah untuk dilakukan.
Hubungan Aisyah dan bapak sangat erat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama. Akbar mengingatnya. Setiap kali, mereka-ia, bapak, dan Aisyah-pergi memancing atau berkemah. Bapak akan mengajak berpetualang ke tempat-tempat menakjubkan.
Lea memiliki hubungan yang aneh dengan papanya. Kedekatan hanya ada dalam diri Lea saja. Orangtuanya menjauh. Ketidakhadiran fisik merek di sisi Lea membuat perempuan itu merasa hanya dirinya yang merindukan papa dan mama.
Itu yang membuat Akbar merasa jika meminta izin papa untuk menikahi Lea terasa mudah. Papa hanya akan melihat keluarga dan pekerjaan Akbar sebagai bahan pertimbangan. Dan, ia tidak merasa memiliki permasalahan dengan kedua hal itu.
Nyatanya, di kafe inilah Akbar. Duduk saling berhadapan dengan laki-laki yang sering dirindukan Lea. Laki-laki yang menjadi cinta pertama perempuan yang begitu Akbar cintai. Awalnya, hanya kesunyian yang melingkupi keduanya. Mereka sama-sama diam dalam pikiran masing-masing.
"Saya enggak akan pernah minta banyak hal sama kamu. Saya hanya minta, teruslah bahagiakan Lea."
Hanya itu. Sesimpel itu permintaan papa pada Akbar. Bahkan, papa tidak pernah menanyakan banyak hal padanya. Hanya satu, terus membahagiakan Lea.
Akbar sadar, tidak ada cinta yang berkurang dari papa ke Lea. Laki-laki itu masih dan akan terus mencintai Lea. Gadis kecil yang kini telah dilamar seorang laki-laki. Hanya kepercayaan yang papa berikan pada Akbar. Papa menginginkan agar Lea terus bahagia. Hanya itu.
Kini, Akbar merasa menjadi laki-laki yang gagal menempati janjinya pada papa. Ia telah menyakiti Lea. Perempuan itu jelas terluka karena sikapnya. Lea menjauh dan tidak ingin semakin terluka.
Seharusnya, ia tidak perlu semarah itu pada Lea. Harusnya ia mendengarkan penjelasan Lea dan Aidan sebelum membentak kasar perempuan itu. Harusnya ia berpikir jernih. Lea tidak mungkin mencelakai Aidan. Lea bukan perempuan keji.
Akbar mengingat ketika papanya Lea memintanya untuk membahagiakan Lea. Papanya Lea tahu jika kehidupannya dihabiskan dengan bekerja tanpa memperhatikan Lea. Ia meminta Akbar untuk selalu berada di samping Lea.
Akbar menyesal karena telah mengkhianati kepercayaan papa.
Lea memiliki ketakutan yang sangat besar pada anak kecil. Dulu, ketika teman papa pernah datang ke rumah mereka di Jakarta, seorang anak kecil tenggelam di kolam renang. Anak itu dua tahun dibawah Lea. Mereka bermain bersama. Lea tidak menyadari jika anak itu mencoba menceburkan diri di kolam renang. Tubuhnya yang kecil langsung tergerus oleh dalamnya air.
Beruntung, ia bisa selamat. Tapi, bukan itu yang menjadi masalah dalam hidup Lea. Bentakan dan tatapan yang papa berikan membuat kepercayaan diri Lea hancur berkeping-keping. Lea menyadari jika dirinyalah yang membuat orangtuanya tidak bisa memiliki anak lagi. Lea akan selalu membahayakan anak kecil.
Akbar memperhatikan Lea yang tertidur dalam kamarnya. Cerita dari Bu Siti terngiang-ngiang dalam kepalanya. Ah, Lea, perempuan yang teramat dicintainya harus kembali ke dalam memori kelam hidupnya karena Akbar. Laki-laki itu menyesali semuanya.
Ia seharusnya menyeret Lea dari kejadian menyakitkan itu.
Baying-bayang kebahagiaan yang ia tawarkan dulu pasti memudar. Lea tidak akan mempercayainya lagi. Perempuan itu akan semakin jauh untuk digapai. Semua itu karena sikap bodoh dirinya.
Akbar baru saja ingin tersenyum kala melihat Lea membuka matanya. Tapi, senyumnya memudar ketika melihat Lea menatapnya ketakutan. Perempuan itu memilin-milin bajunya. Tubuhnya bergerak mundur hingga mentok di ujung ranjang.
Dengan tangannya yang besar, Akbar membawa tubuh Lea ke dalam pelukannya. Perempuan itu tidak menolak tapi juga tidak menerima. Tangan Lea tetap berada di depan dadanya. Tidak melingkari tubuhnya.
Akbar bisa merasakan kausnya basah oleh air mata Lea. Ia membiarkan itu. Sebagai gantinya, Akbar mengelus punggung Lea.
"Bar, aku harus jauh dari Aidan dan Marsha supaya mereka enggak dalam bahaya lagi."
Dari sana, Akbar merasa dirinya memang brengsek.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika Rasa Menyambut (Selesai)
General FictionAkbar mencintai istrinya, Lea. Sejak kali pertama bertemu, ia sudah menambatkan hati pada sosok cantik itu. Meski akhirnya berhasil menjadikan Lea istrinya setelah percobaan lamaran yang berkali-kali, ia tidak juga membuat perempuan itu jatuh cinta...