Chapter 14

4.7K 755 45
                                    

"Membuat kesepakatan katamu?" Beoku sembari memiringkan kepala.

"Benar. Aku tahu jika kau membenci para pemburu iblis dan punya dendam terhadap mereka. Bagaimana jika kita bekerjasama untuk menghancurkan mereka semua?"

"Bekerjasama? Lalu, kau akan memakanku untuk bisa berdiri di bawah sinar matahari, kan?"

"Tentu saja tidak. Tanpamu sebenarnya Aku juga bisa menghancurkan para pemburu iblis itu. Aku bahkan bisa memakan dirimu sekarang jika Aku mau."

Aku terkekeh pelan, tapi tidak ada senyuman sedikitpun yang terukir pada bibirku. Hanya suara yang terdengar kosong tanpa perasaan.

"Kau kira Aku bodoh, kah?!" Aku berteriak di akhir kata dan melesat ke arah Muzan.

Dalam hitungan detik, Aku telah sampai di depan wajahnya sambil mengarahkan nichirinku ke arah lehernya.

Dengan cepat juga Muzan menghindari serangan dan menendang perutku sehingga Aku termundur beberapa meter.

"Lumayan jug—" sesaat sebelum menyelesaikan perkataannya, pipi Muzan nampak tergores dan mengeluarkan darah.

Muzan menyeka luka di wajahnya dan memperhatikan tangannya yang kini diolesi oleh cairan kental berwarna merah.

Muzan kembali memandangi diriku dengan ekspresi yang tidak dapat di gambarkan. Aku hanya menatap polos ke arahnya, lalu mengubah nichirin yang Aku gunakan menjadi sebuah sabit dewa kematian.

"Bagaimana bisa ...." Gumamnya pelan.

Aku melangkah berlari cepat ke arahnya dan dengan sigap Muzan segera mengeluarkan teknik darah iblis miliknya.

Teknik yang hampir mirip dengan teknik milik Amelia. Melihat itu lagi-lagi dadaku terasa sesak. Mataku kembali terasa berair. Ini menyakitkan, ini menyedihkan, dan ini menjijikkan!

Karena luka ini Aku merasa menjadi sesuatu yang lemah. Aku ingin menjadi kuat agar tetap bertahan, tapi perasaan ini tetap tidak dapat dihilangkan.

Muzan menyerangku dengan cambuk daging setajam silet yang diarahkan secara membabi buta. Pepohonan di sekitarku terbelah dengan mudahnya, begitupun dengan tanah yang tengah Aku pijak.

Aku melompat dan menghindari semua serangan Muzan dengan cukup mudah, sehingga raut ketakutan tergambar di wajahnya.

Ini rasanya seperti mimpi. Aku tidak percaya bisa bertarung serta mengimbangi kekuatan boss para iblis. Bahkan kelompok pemburu iblis saja kesulitan untuk melawan dirinya.

"Jika kepalamu terpotong oleh sabitku, kau tidak dapat beregenerasi, loh." Ucapku datar sambil terus berusaha menghindari serangannya.

"Serangga menjijikkan!" Hardiknya dan itu membuatku merasa jijik.

"Aku serangga? Bukannya seharusnya kau lah serangga itu?"

"Berisik!"

Kecepatan serangannya bertambah cepat. Tentu saja pergerakanku juga sedikit Aku naikkan. Muzan terdengar menggeram kesal dan itu membuatku sadar bahwa kini dia tengah gelisah.

Saat jarakku dan dia sudah begitu dekat, sabitku ku arahkan ke lehernya. Namun, tiba-tiba saja muncul pintu di bawah tanah yang ia pijak.

Muzan segera jatuh ke pintu itu dan saat Aku hendak mengejarnya, pintu itupun menghilang.

Aku mencengkeram sabitku erat sebelum akhirnya menebasnya secara membabi buta, membuat pepohonan yang menjadi arah seranganku terkena imbasnya.

Bunyi batang-batang pohon berjatuhan terdengar memekakkan telinga. Aku seharusnya berusaha untuk tetap sabar. Suatu hari nanti Aku pasti akan membunuh dia, Kibutsuji Muzan!

Dialah yang membuat Amelia berubah menjadi iblis! Dialah yang membuat iblis itu ada! Dia membuat kami para manusia tak berdosa menjadi makhluk yang paling dibenci. Dia mengubah kami, mengambil sesuatu yang berharga bagi kami dan Aku tidak akan membiarkannya tetap hidup di dunia ini.

Aku membenci iblis. Aku membenci kelompok pemburu iblis. Aku membenci dunia ini!

Aku berdecak kesal, lalu kembali melangkahkan kakiku untuk segera pergi dari tempat ini. Sabitku seketika menghilang dari tangan kananku. Aku harus pergi dari tempat ini karena para pemburu iblis itu pasti akan segera mengetahui keberadaan diriku.

Sesaat setelah Aku keluar dari hutan, Aku melanjutkan perjalananku mengikuti jalanan setapak. Aku tidak yakin harus pergi ke mana. Mungkin lebih baik jika Aku mengikuti instingku saja.

Aku terus berjalan sampai akhirnya matahari terbit dari ufuk timur, menggantikan kegelapan yang menyelimuti dunia ini.

Aku tersenyum sambil menatap ke arah matahari pagi. Aku tidak peduli jika mataku ini rusak. Lagipula sekarang ini Aku adalah Oni, jadi mataku pasti tidak akan kenapa-kenapa.

Aku terus melangkah sampai siang hari. Matahari tepat berada di tengah-tengah langit dan cuaca hari ini agak begitu panas.

Aku mendesah pelan. Aku lapar, tapi tidak mungkin akan ada Oni yang keluar pada waktu siang hari.

"Tanjirou! Inosuke! Tunggu Aku!"

Tiba-tiba Aku mendengar suara teriakan. Teriakan yang cukup khas dan nama-nama yang dipanggil itu ... Aku mengenal mereka!

Trio Kamaboko. Aku pasti tidak salah, itu pasti mereka bertiga. Tanjirou Kamado, Hashibira Inosuke, dan Agatsuma Zenitsu. Aku tidak percaya jika Aku dapat bertemu dengan mereka.

Namun, Aku tidak boleh sampai bertemu dengan mereka! Tidak boleh karena mereka pasti akan menyerangku. Lagipula Aku tidak mau membalas serangan mereka dan karena itulah Aku harus sembunyi!

Aku segera naik ke atas pohon tanpa berpikir ulang lagi. Saat itulah suara langkah kaki cepat terdengar dan Aku sontak menatap ke arah suara itu berasal.

3 orang remaja laki-laki terlihat dan air mataku seketika tumpah. Aku tak percaya jika Aku bisa bertemu dengan mereka. Jika saja Amelia ada di sini, dia pasti juga akan sangat senang sama sepertiku.

Saat mereka bertiga hampir dekat dengan pohon tempatku bersembunyi, tiba-tiba saja Tanjirou menghentikan langkahnya.

"Tunggu," ucapnya pelan, menyuruh Inosuke dan Zenitsu untuk berhenti.

Hidungnya terlihat mengendus sesuatu. Aku hampir lupa jika Tanjirou memiliki penciuman yang tajam. Aku sangat bodoh!

"Ada bau Oni di sekitar sini." Sambungnya lagi.

"Benarkah?! Kalau begitu sangat bagus! Aku akan mengalahkannya dan menjadi yang terkuat!" Inosuke menanggapi perkataan Tanjirou dengan sangat bersemangat.

"Apa?! Tapi ...., Oni tidak bisa keluar pada siang hari, kan?" Tanya Zenitsu dengan ekspresi ketakutan.

"Entahlah, tapi jaraknya sepertinya sangat dekat."

Tanjirou menoleh ke kanan dan ke kiri. Aku menghela napas. Lagipula Aku sudah ketahuan, lebih baik Aku turun dan menyapa mereka saja, kan?

Aku segera turun dari pohon dan mengagetkan mereka bertiga. Aku menatap mereka dengan wajah datar meskipun sebenarnya Aku ingin menampilkan senyuman terlebar yang Aku punya.

"Konnichiwa." Ucapku sambil melambaikan tangan ke arah mereka.


Bersambung .....

Pada rindu nggak? Hehehe .... Kalau Author Bin sih nggak rindu dengan kalian :v

Kemungkinan Minggu depan Author bisa banyak-banyak Update karena ....

Karena apa hayo? >_<

Sampai jumpa di chapter berikutnya para Readerku!

Leave Me AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang