Chapter 27

1.2K 110 22
                                        

(Nama) membuka mata. Ruangan tempatnya berbaring gelap dan hanya ada satu lilin yang menjadi sumber penerangan.

(Nama) merasa sangat pusing. Napasnya juga terasa berat. Singkatnya, sebagai seorang oni, sungguh memalukan bahwa (Nama) merasa tidak enak badan.

(Nama) menghela napas, "Sungguh memalukan! Bisa-bisanya aku sakit."

Di akhir kalimat (Nama), seseorang tiba-tiba bicara, "Kamu akhirnya bangun."

(Nama) yang tidak bisa merasakan hawa keberadaan seseorang di dalam ruangan berhasil dibuat terkejut. Mungkin karena sakit indranya pun kini menjadi tumpul. Sekali lagi, (Nama) menggerutu di dalam hati dan mengasihani kondisinya sendiri.

"Ah, kupikir siapa. Ternyata itu kamu, Tokitou-san."

"Bagaimana kondisimu sekarang?"

Seperti yang dikatakan, ruangan itu gelap. Jadi, (Nama) tidak bisa melihat ekspresi yang tengah dikenakan oleh Tokitou dengan jelas. Padahal seharusnya penglihatan (Nama) cukup bagus meski di tempat minim pencahayaan sekali pun.

Merasa lemas dan hampir seluruh indranya menjadi tumpul, jelas (Nama) sedang berada pada keadaan terlemahnya. Ini sedikit membuat depresi.

Tokitou Muichiro, anak laki-laki yang duduk di sudut ruangan itu berdiri, lalu beralih untuk duduk di samping futon tempat (Nama) terbaring.

"Bagaimana perasaanmu?"

"Tidak bertenaga. Lemah. Sangat buruk. Kamu sendiri?"

"Sudah lebih baik. Lagi pula, seminggu telah berlalu sejak insiden di kereta--"

"Hah?! Masa iya sudah selama itu?!" teriak (Nama) memotong ucapan Tokitou.

Tokitou mengangguk, "Benar. Kamu terlalu lama tidak sadarkan diri. Kupikir dengan kekuatanmu, kamu akan segera pulih. Tapi kamu tidak sadarkan diri lebih dari sehari, bahkan setelah mengkonsumsi darah."

"Tunggu! Mengkonsumsi darah?!" Menyipitkan mata, "Darah milik siapa yang kalian masukkan ke mulutku saat aku tidak sadarkan diri?"

"Darahku."

Seketika itu (Nama) memukul kepala Tokitou, membuat anak laki-laki itu mengaduh pelan. "Sudah kukatakan aku tidak bisa mengkonsumsi manusia!" (Nama) berteriak sebal.

"Aku hanya mencoba. Siapa tahu berhasil," balas Tokitou. Ekspresi wajahnya tak menyiratkan sedikit pun rasa bersalah.

(Nama) hanya menghela napas sembari memijat keningnya. Yah, terserah Tokitou saja, deh. Yang penting niat Tokitou itu baik.

"Ngomong-ngomong, Tokitou-san... aku ingin menanyakan satu hal padamu."

Tokitou memiringkan kepala, "Apa yang mau kamu tanyakan?"

"Keluargamu... kamu sudah mengingat mereka bukan?"

Tokitou mengangguk sebagai balasan,"Kamu benar."

"Sejak kapan?"

"Sejak aku bertemu denganmu."

(Nama) melebarkan mata. Harusnya ia sadar jika Tokitou telah mengikat keluarganya dan juga masa lalu yang sempat ia lupakan dari salah satu perbincangan mereka di awal pertemuan mereka.

Sial! (Nama) tidak menyadari ini lebih cepat karena emosi (Nama) terlalu bergejolak saat bertemu Tokitou untuk pertama kalinya. Membuat otaknya bergerak lebih lambat.

"Ini bencana..." gumam (Nama).

Hening sejenak. Suasana mendadak canggung. Tokitou terlihat bingung, sedangkan (Nama) terlihat begitu kesal dan khawatir. (Nama) tampak tengah memikirkan suatu hal dengan serius.

"Apakah mengingat keluargaku adalah hal yang buruk?" tanya Tokitou.

(Nama) tersentak saat Tokitou bicara. Ia menatap Tokitou yang tampak memasang ekspresi datar sama seperti biasa, tapi jika dilihat lebih seksama... ada emosi lain yang bisa ditemukan.

(Nama) menggeleng pelan, "Bukan begitu! Hanya saja... seharusnya ingatan tentang keluargamu tidak muncul sedini ini." (Nama) memeluk kedua lututnya dengan erat, "Aku takut, Tokitou-san. Masa depan berubah terlalu banyak..." Air mata mulai jatuh dari pelupuk mata (Nama), "... bagaimana jika masa depan menjadi lebih buruk karena aku?!"

(Nama) membenamkan wajah pada kedua lututnya. Ia menangis. Meski begitu, (Nama) terdengar masih berusaha untuk menahan tangisannya.

(Nama) merasa menyesal. Seharusnya ia tak pernah sekali pun ikut campur dalam takdir dunia ini. Bahkan ia merasa setelah kematian Amelia, ia semestinya ikut mati saja.

"Kenapa sejak awal aku ada di dunia ini?! Kenapa tidak langsung saja kirim ke aku akhirat setelah aku mati?! Dosa besar macam apa yang aku perbuat sampai-sampai harus melewati semua takdir buruk ini ...." (Nama) mendongak, menatap Tokitou dengan wajah penuh air mata. "Kamu juga berpikiran sama bukan, Tokitou?! Seharusnya aku tidak pernah ada di dunia ini... bahkan seharusnya aku mati--"

Pelukan erat tiba-tiba diterima oleh (Nama). Tokitou memeluk (Nama) sangat erat, tapi (Nama) tidak mendorong Tokitou atau menyuruh anak laki-laki itu melepaskan pelukannya.

"Bukan salahmu," ucap Tokitou sembari meletakkan dagunya pada bahumu. "Buktinya Rengoku-san masih hidup. Kamu bilang dia tidak akan bertahan bukan? Itu adalah bukti bahwa kamu tidak gagal. Kamu tidak megacaukan apa pun."

"Tapi banyak sekali hal-hal yang berubah! Aku takut... bagaimana jika dengan pengetahuanku pun, aku gagal menyelamatkan kalian?"

"Kamu ternyata peduli dengan yang lain. Kupikir kamu membenci semua orang karena tragedi waktu itu ..."

(Nama) mendengus, tak lupa membalas pelukan Tokitou. "Aku masih dendam! Ka-kata siapa aku peduli dengan kalian?! Aku- aku hanya tidak ingin terbebani dengan rasa bersalah seumur hidup, oke?!"

"Oke," balas Tokitou datar seperti tidak percaya dengan apa yang (Nama) ucapkan.

"Aku bersungguh-sungguh, lho! Aku tidak peduli dengan kalian semua!"

Tokitou menepuk-nepuk punggungmu. Suaranya terdengar lesu, "Kamu ... apakah kamu juga tidak peduli padaku?"

(Nama) tersentak, tidak berekspektasi Tokitou akan menanyakan hal itu. Pertanyaan yang mudah, tapi sulit untuk dijawab oleh (Nama).

Wajahnya terasa memanas dan jantungnya berdetak tak karuan. Yah, siapa pula yang akan dengan tidak tahu malu membalas, "Aku cuma peduli pada kamu!"? Bukankah itu sama saja mendeklarasikan diri bahwa dirinya menyukai seorang Tokitou Muichiro?!

(Nama) pada akhirnya membalas dengan suara putus-putus. "Tokitou-san berbeda ..." (Nama) melepaskan pelukannya, lalu menatap kedua mata Tokitou. "Saat pertama kali bertemu, kamu... kamu memang ... bersikap jahat. Tapi, tapi kamu tidak berusaha membunuhku setelah mendengar penjelasanku! Kamu berbeda dari yang lain ..."

"Jadi, kamu peduli padaku?"

(Nama) mengangguk. Matanya berhenti menatap Tokitou dan beralih menatap ke arah lain. Bersamaan dengan itu pula, wajahnya menjadi semakin memerah.

"Ngomong-ngomong... apakah di luar sudah malam?" tanyamu pada Tokitou.

Tokitou menggeleng pelan. "Masih sore, tapi satu atau dua jam lagi harusnya matahari sudah terbenam."

"Souka ..."

"Un." Tokitou memiringkan kepalanya. "Kamu mau apa memangnya?"

(Nama) batuk kecil. Dengan suara lirih iya menjawab, "Aku lapar ..."

"..."


Bersambung ....

A/N:
Hiatus 3 tahun. Rasanya mantap betul 😋👍🏻

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 26, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Leave Me AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang