"Hei! Jaga bicaramu di depan Oyakata-sama!" Teriak seorang pemuda yang tengah bertengger di atas pohon. Siapa lagi kalau bukan si Pilar Ular, Iguro Obanai.
"Diam lah! Kau tidak punya hak untuk mengkritik diriku." Timpal (Nama) ketus dan dibalas dengan tatapan tajam oleh Iguro.
Sebelum mereka berdua melanjutkan pertarungan adu mulut mereka dan mungkin saja berlanjut ke arah perkelahian, Oyakata-sama segera menengahinya dengan menyapa semua orang yang ada.
"Selamat pagi semua, cuacanya sangat cerah hari ini. Apakah langit berwarna biru?"
"Yaiyalah warna biru! Cuacanya kan cerah! Memang kau kira kalau cuaca cerah tuh langit berubah warna jadi merah?" Komentar (Nama) dan ucapannya itu mengakibatkan hampir seluruh Pilar merasa jengkel.
Sanemi melangkah maju ke hadapan Oyakata-sama, begitupun para Pilar lainnya yang mulai membentuk sebuah barisan. Walau begitu, tidak ada satupun dari mereka yang mengurangi kewaspadaan. Begitupun dengan Tokitou yang mewaspadai Pilar lainnya kalau-kalau mereka hendak membunuh (Nama).
"Kami selalu berharap Anda selalu bahagia. Kami sangat senang bisa hadir di hadapan Anda, Oyakata-sama." Ucap Shinazugawa sopan.
Melihat perilaku Shinazugawa, (Nama) merasa begitu jijik. Bisa-bisanya orang bar-bar seperti dia nampak sopan seperti sekarang ini.
"Terima kasih, Sanemi." Ucap Oyakata-sama masih sambil tersenyum.
"Izinkan saya berbicara. Telah hadir di pertemuan para Pilar, seorang prajurit bernama Kamado Tanjirou yang membawa Iblis. Saya ingin menjelaskan bagaimana hal ini bisa terjadi. Apakah Anda mengizinkannya?"
Sebelum Oyakata-sama hendak menjawab, (Nama) dengan cepat mendahului ucapannya dengan nada mengejek.
"Kagaya sudah tahu hal itu. Untuk apa kau menjelaskan lagi kepada dirinya?"
"Kau! Benar-benar keterlaluan! Apakah kau tahu bahwa memanggil Oyakata-sama dengan namanya langsung adalah hal yang tak sopan?!" Cerca Iguro, tapi (Nama) malah membalas Iguro dengan cara mengacungkan jari tengahnya.
Iguro memang tidak mengerti maksud dari acungan jari tengah yang diberikan (Nama), tapi ia tahu dengan pasti bahwa itu adalah sebuah penghinaan.
"Oh, kau tahu namaku. Sepertinya memang benar informasi yang Aku dapatkan bahwa kau memiliki pengetahuan yang luas mengenai Iblis, Kibutsuji Muzan, maupun kelompok pemburu iblis." Ucap Oyakata-sama.
(Nama) memasang wajah cemberut dan menatap Oyakata-sama lekat-lekat. Padahal Aku sudah mengejeknya secara tak langsung, tapi kenapa ia tidak terlihat kesal sedikitpun? Itulah yang dipikirkan (Nama) saat menatap wajahnya.
"Aku memang sudah tahu dan telah memberikan persetujuan untuk masalah Tanjirou dan Nezuko. Jadi Aku ingin semua orang di sini menerima mereka berdua." Ucap Oyakata-sama lagi. "Bukankah kau juga berpikiran begitu, (Nama)?" Sambungnya lagi dan senyumannya kini terlihat memiliki makna tersembunyi.
(Nama) tidak menjawab dan malah membuang wajahnya. Namun, tetap saja perilaku (Nama) tidak membuat Oyakata-sama menunjukkan ekspresi kesal sedikitpun pada wajahnya.
"Meskipun Oyakata-sama berharap kami menerimanya, saya enggan untuk menyetujuinya." Ucap sang Pilar Batu, Himejima Gyomei.
Nah, (Nama) merasa tidak enak untuk mengomentari perkataan Himejima. Alasannya karena menurut (Nama) Himejima adalah orang yang sangat baik meskipun sifat baiknya itu belum terlihat jelas saat ini.
"Masa lalu pria ini begitu menyedihkan. Sayang sekali Aku tidak tahu akhir dari pria itu." Batin (Nama) dan itu membuat ekspresinya berubah menjadi sedih.
Lalu, seperti pada adegan yang ada di dalam manga ataupun anime, Oyakata-sama meminta anak perempuannya untuk membacakan surat yang diperuntukkan bagi Tanjirou. Ya, itu adalah surat dari Urokodaki, orang yang selama ini mengajari Tanjirou teknik pernapasan air.
Tanjirou berlinang air mata ketika mendengar surat itu dibacakan. Oyakata-sama juga memberitahu bahwa Tanjirou sudah pernah bertemu dengan Kibutsuji Muzan.
Setelah mendengar hal itu, tentu saja para Pilar langsung memborbardir Tanjirou dengan banyak sekali pertanyaan. Tanjirou dibuat kebingungan, tapi dengan cepat Oyakata-sama segera menenangkan para Pilar.
Setelah adegan ini, (Nama) tahu pasti kalau Shinazugawa akan mengamuk karena menentang keberadaan Nezuko. Namun, pemikirannya itu nyatanya salah. Shinazugawa tidak menampakkan reaksi seperti yang (Nama) harapkan.
Shinazugawa hanya menunjukkan ekspresi kesal, tapi tidak berteriak ataupun mengiris pergelangan tangannya seperti yang seharusnya ia lakukan.
"Banyak sekali kejadian yang berubah. Apakah ini sesuatu yang baik atau malah sebaliknya?" Batin (Nama) bingung.
"Nah, (Nama), adakah sesuatu yang ingin kau katakan?" Tanya Oyakata-sama ramah.
"Kuharap kau siap saat tubuhmu terbakar api nanti." Ucap (Nama) sembari terkekeh pelan.
"Apa maksudmu gadis Oni?! Kau berniat melukai Oyakata-sama ya?!" Teriak Pilar Suara, Uzui Tengen.
"Maaf Uzui-san, tapi sepertinya Kagaya lah yang akan melukai dirinya sendiri nanti. Yah... Masih cukup lama sih." Timpal (Nama).
"Hmm... Jadi benar kalau kau bisa membaca masa depan. Jadi, Aku akan mati terbakar ya?"
Mendengar ucapan Oyakata-sama, tentu saja membuat hampir semua Pilar terkejut. Tokitou juga sama. Baru kali ini ia tahu bahwa (Nama) bisa melihat masa depan. Berbeda dengan yang lain, hanya Tanjirou dan Shinobu yang tidak terlalu kaget karena sudah tahu sejak awal bahwa (Nama) bisa mengetahui masa depan.
"Lebih tepatnya kau meledakkan dirimu bersama dengan anak dan istrimu, Kagaya-san. Pfft... Begitu lucu kau mengorbankan nyawa mereka. Akan tetapi, untunglah rencanamu itu berhasil sehingga membuat Muzan masuk ke dalam jebakan yang kau buat bersama dengan Tamayo-san."
"Eh?! Kau mengenal Tamayo-san?" Pekik Tanjirou.
(Nama) menoleh dan tersenyum ke arah Tanjirou. Ia mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaannya.
Di sisi lain, Tokitou malah menatap (Nama) dan Tanjirou dengan jengkel. Namun, ekspresi itu tentu tidak tergambar jelas pada wajahnya yang datar.
"Jadi, apakah kau mau membantu kami untuk mengalahkan Muzan, (Nama)-san? Bukankah kau juga membenci dirinya?" Tanya Oyakata-sama dan dibalas tatapan tajam oleh (Nama).
"Memangnya kau pikir Aku akan membantu kalian? Setelah semua yang kalian lakukan kepadaku?! Tidak!" Jawab (Nama) kesal.
"Benarkah kau tidak mau membantu kami? Dilihat dari perkataanmu sebelumnya, kau pasti melihat kematian beberapa orang yang ada di sini. Apakah kau tidak peduli terhadap mereka?" Tanya Oyakata-sama lagi.
Memang benar apa yang dikatakan Oyakata-sama. (Nama) memang peduli dengan orang-orang yang ada di sini meskipun mereka bersikap buruk terhadap (Nama). Tapi tetap saja, dia tidak bisa melupakan perasaan marah akan kematian Amelia yang dibunuh oleh pasukan pemburu iblis meskipun mereka tidak berniat untuk menyerang.
(Nama) memikirkan sekali lagi kata-kata Oyakata-sama. Menyelamatkan orang-orang? Menyelamatkan para pilar dari kematian mereka? Apakah itu mungkin?
(Nama) menghela napas dan memalingkan wajahnya dari Oyakata-sama meskipun dia tahu bahwa Oyakata-sama buta sehingga tidak bisa melihat rona merah yang muncul di wajahnya.
"Baiklah, Aku akan membantumu. Dasar menyebalkan!"
"Ini demi Tokitou! Ini bukan demi mereka!" Batin (Nama) memberikan alasan kepada dirinya sendiri.
Bersambung....
Kalau ada yang salah bisa tolong kasih tahu, oke? 😉🎶
KAMU SEDANG MEMBACA
Leave Me Alone
Fanfiction[15+] "Walaupun Aku menyukaimu, tapi sepertinya kita tidak perlu bertemu lagi. Jadi, selamat tinggal." - (Nama) Malam itu, hati Tokitou terasa hancur. Ia sedih karena tidak bisa melakukan apapun. Ia tidak tahu bagaimana caranya untuk menarik (Nama)...