Pagi itu Fauzan datang ke sekolah sebelum jarum pendek melewati angka enam. Bukannya mau sok jadi anak rajin, hanya saja ia ingin sendiri.
Ia sedang asyik menikmati udara pagi di depan kelasnya yang kebetulan berada di lantai atas. Kabut tipis masih menyelimuti sekolah ketika para penjaga sekolah sedang melakukan tugasnya, seperti membersihkan lapangan dari dedaunan kering.
Fauzan tersentak saat ada tangan misterius yang menepuk pundaknya. Refleks, ia memutar badan dan langsung menjatuhkan pemilik tangan misterius itu. Oh, rupanya itu Gilang. Malang sekali nasibnya.
"Eh, Lang! Sorry-sorry, refleks gue!" Fauzan meminta maaf seraya membantu Gilang untuk berdiri.
Gilang mengaduh kesakitan. "Anjir, sakit banget gila!" Gilang berusaha melemaskan badannya--berharap rasa sakitnya hilang--tapi percuma.
"Lagian lo ngagetin gue. Sekali lagi, gue minta maaf ya!" Fauzan menepuk-nepuk bahu Gilang yang langsung mendapat respon ringisan dari Gilang.
"Sakit, goblok!"
"Btw, tumben banget lo pagi-pagi udah di sekolah? Belom ngerjain pr?" tanya Fauzan.
"Harusnya gue yang nanya gitu kali! Lo kan biasanya sepuluh menit sebelum bel masuk lo baru dateng," balas Gilang setengah mengejek.
"Gak tahu sih, pengen aja nyobain jadi anak rajin dateng jam segini," Fauzan cengengesan dan langsung diberi hadiah toyoran dari Gilang. "Lo kayak orang sinting tahu gak?!"
Kemudian Gilang pergi ke kelasnya dengan alasan ingin menyimpan tasnya. Kelasnya tepat di samping kelas Fauzan. Semenit setelahnya Gilang sudah kembali ke sisi Fauzan yang katanya sedang mencoba menjadi anak rajin.
"Eh, lo tahu belom, Jan?" tanya Gilang. "Apa?" Fauzan menyahut cepat.
"Bintang kecelakaan."
"Yang bener lo?! Kok gue gak tahu? Kapan kejadiannya?!" ujar Fauzan histeris.
"Kemaren, gue juga tahu dari Mikaila. Tapi untungnya gak parah-parah banget sih. Cuma lecet-lecet doang sama beberapa jahitan," tutur Gilang.
"Kalau sampai dijahit namanya parah, woy!" Giliran Fauzan yang memberi toyoran gratis pada Gilang. "Orang dokternya aja bilang dia gak kenapa-napa!" Gilang berusaha membela diri.
"Yaudah, ntar gue mau jenguk deh. Lo mau ikut gak?" Gilang nampak memikirkan penawaran Fauzan. "Bolehlah, gue free kok. Pulsek kan?"
Fauzan mengangguk tanda mengiyakan.
---
Rena duduk di pinggir lapangan untuk menunggu giliran bermain basket. Di lapangan sebelah, anak laki-laki sedang bermain futsal. Sedikit terdengar suara sahut menyahut agar mengoper bola ke orang yang tepat tapi Rena tidak peduli. Permainan basket yang dimainkan anak perempuan jauh lebih menyenangkan.
Karena bukan hanya terdengar kata 'oper' atau 'lempar', ia mendengar jeritan, keluhan dan ocehan lainnya dari mereka yang sedang bermain basket. Ini poin plus yang menyenangkan. Bahkan tidak jarang ada aksi saling senggol satu sama lain.
Priitt!!!
Peluit panjang dibunyikan tanda permainan berakhir. Kini giliran tim Rena dan tim Sinta yang akan bermain. Di tim Rena, ada enam orang termasuk dirinya, Fanny, Lia, Ghea, Yola dan Ayu. Di tim lawan ada Sinta, Wulan, Suci, Aurel, Dina dan Mikaila.
Sinta dan Yola saling berhadapan di tengah lapangan sementara yang lainnya menyebar. Rena tidak pandai menyerang, tapi setidaknya dia handal dalam bertahan dan merebut bola dari lawan. Maka dari itu ia memilih tempat di belakang untuk menjaga ring bersama Fanny.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seriously?!!!
Teen Fiction#1 in kembar (20200630) #8 in teman (20200607) #9 in twin (20200625) --- "Sejak kapan gue kembaran sama lo?!" Rena Athalia yang awalnya hidup sebagai anak tunggal, kini harus meyakinkan dirinya bahwa ia memiliki kembaran bernama Gilang Atthariq. Sel...