[19]

383 26 2
                                    

Matahari muncul di ufuk timur, membangunkan jiwa-jiwa yang malas terutama di hari senin. Hari ini, Fauzan tidak termasuk jiwa malas yang dimaksud, ia sudah rapi dengan seragamnya dan sibuk menyisir rambutnya. Selesai bersiap, Fauzan bergegas ke meja makan untuk menyantap sarapannya.

"Rajin banget kamu, ada acara osis?" Tanya Bunda yang sedang memasak nasi goreng untuk sarapan.

"Nggak juga sih, tapi kan hari ini upacara, Bun."

Bunda memindahkan nasi goreng buatannya ke piring dan memberikannya pada Fauzan. "Hati-hati, masih panas." Bunda memperingati.

Uap panas mengepul dari nasi goreng di hadapannya. Fauzan melahapnya dengan tenang, tidak buru-buru seperti saat ia kesiangan. Ia mengakhiri sarapannya dengan segelas air putih dan berpamitan pada Bunda.

Diam-diam Fauzan tersenyum saat mengendarai mobilnya. Sebenarnya alasan utama ia berangkat pagi adalah untuk menjemput kekasih tercinta, Silva. Fauzan tidak bilang pada Silva kalau pagi ini ia akan menjemputnya, Fauzan ingin membuat kejutan.

Fauzan tiba bertepatan dengan Silva yang keluar dari gerbang rumahnya. Silva nampak terkejut saat sebuah mobil tiba-tiba berhenti tepat di depannya. Wajah bingungnya terganti dengan wajah ceria saat Fauzan turun dari mobil, Silva langsung memeluk Fauzan.

"Miss me?" Silva mengangguk.

Fauzan tertawa sambil mengelus rambut Silva. Setelah itu Fauzan membawa Silva masuk ke mobil dan perlahan meninggalkan kawasan rumah Silva.

---

Saat guru mata pelajaran terakhir melangkahkan kakinya ke luar kelas, Rena langsung membereskan alat tulisnya. Ia sangat bersemangat untuk pergi dengan teman-temannya. Akhir-akhir ini ia sedang suntuk karena tugas-tugas yang datang silih berganti.

"Eh, guys! Jangan dulu berangkat ya, gue mau setor duit dulu ke ibu ketua!" Ujar Lia heboh dan melesat pergi ke luar kelas. Lia merupakan bendahara PMR.

"Gue juga mau piket dulu, tungguin," Arin ikut-ikutan heboh sambil menyapu lantai.

"Santuy aja kali, gue tunggu di depan." Rena memakai tasnya dan ikut bergumul dengan teman sekelasnya yang juga ingin keluar kelas. Saat berhasil keluar, tas Rena ditarik dari belakang membuatnya hilang keseimbangan dan jatuh di pelukan seseorang.

"Keenakan banget lo nyender-nyender sama gue." Orang itu mendorong tubuh Rena menjauh darinya.

Rena berbalik dan mendapati Gilang yang bersandar di samping pintu. "Yaelah gue kira siapa, dasar monyet!" Rena memutar bola matanya.

"Terus, lo ngarep Ojan yang narik lo gitu? Idiih, anoa kebanyakan halu lo!" Cibir Gilang yang mulutnya langsung dibekap oleh kembarannya.

Kanaya, Dira dan Fanny muncul beriringan dari dalam kelas. Mereka menyapa Gilang dan menanyakan kenapa Gilang menemui Rena. Tidak biasanya Gilang menunggu Rena, bila ada perlu pasti Rena diseret di gerbang, bukan di kelas.

Jadi, tujuan Gilang menunggu Rena di depan kelasnya adalah gara-gara ia ingin ikut hangout dengan Rena. Tadi pagi ia mendengar Rena bicara tentang pergi main dengan temannya di telepon. Entah kenapa Gilang juga jadi ingin ikut tapi Rena bilang ia harus izin dulu pada teman-temannya karena ini merupakan girls time.

Rena mengirim kode lewat tatapan matanya, menyuruh Gilang untuk meminta izin pada temannya jika Gilang benar-benar ingin ikut. Tapi Gilang juga tidak bisa langsung bertanya, yang ada temannya Rena malah bingung kenapa ia mau ikut.

Gilang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Itu--gue denger dari Rena, katanya kalian mau main. Gue... boleh ikut gak?" Tanya Gilang hati-hati.

Ketiga teman Rena saling bertukar pandang sementara Gilang harap-harap cemas. Ia terus melirik Rena agar meyakinkan temannya supaya ia bisa ikut, tapi tatapan Rena seolah berkata 'Usaha sendiri!' Gilang jadi ciut dibuatnya.

Seriously?!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang