Hari ini cuacanya cerah dan langit hanya diselimuti awan tipis. Karena hal itulah Fauzan memutuskan untuk mengajak kekasihnya pergi menikmati hari yang indah ini.
"Kamu kayaknya seneng banget hari ini, ada apasih?" Tanya kekasihnya, Silva. Pasalnya sejak mereka menaiki mobil, Fauzan terus saja tersenyum sambil bersenandung kecil.
"Ya senenglah! Udah cuaca bagus, ditambah ada kamu di sisi aku. Makanya aku seneng!" Ujar Fauzan antusias. "Kamu seneng gak?"
"Kalau kamu seneng, aku juga seneng dong pastinya." Silva mengusap tangan Fauzan.
Setelah perjalanan yang relatif singkat, mereka sampai di sebuah lapangan kosong yang dipenuhi banyak pohon rindang. Mereka menggelar tikar di bawah pohon dan memulai piknik kecil-kecilan ala mereka. Fauzan mengeluarkan keranjang berisi makanan yang dibawanya dari rumah lalu mulai menatanya di atas tikar.
Silva tidak menyangka Fauzan sudah mempersiapkan ini semua untuknya. "Semua ini kamu yang masak?" Tanya Silva.
"Nggak, ini Bunda yang masak. Tapi aku bantuin kok!" Jawab Fauzan.
Mereka menghabiskan beberapa saat untuk menata semua makanan itu. Mulai dari makanan pembuka sampai makanan penutup semuanya lengkap tersaji di atas tikar. Mereka saling bertukar cerita sambil menikmati makanan ditemani angin sepoi-sepoi yang menerpa rambut mereka.
Silva merasa sangat beruntung mendapatkan laki-laki seperti Fauzan. Ia memang tidak sempurna, tapi ia punya banyak hal lain dalam dirinya yang membuat dirinya terlihat sempurna. Dia mungkin takut pada katak, tapi Fauzan bisa jadi sangat berani jika harus melindungi Silva. Terkadang ia bersikap manja kemudian tiba-tiba berubah jadi mandiri. Hal-hal seperti itulah yang membuatnya tidak bosan terus berada di sisi Fauzan.
Ia selalu menemukan sisi lain dari Fauzan. Entah itu baik atau buruk, ia tidak keberatan. Karena setiap manusia pasti punya kebaikan dan keburukannya masing-masing. Yang ia lakukan hanya menjaga Fauzan tetap berada di sampingnya.
"Kamu kenapa sih lihatin aku terus? Ada yang aneh di muka aku?" Tanya Fauzan lalu mulai meraba wajahnya.
Silva menggeleng sambil tersenyum. "Nggak, seneng aja lihatin kamu."
Senyum Silva berhasil membuat sesuatu di hati Fauzan meleleh. Rasanya menyenangkan bisa menghabiskan waktu bersama Silva. Rencananya berhasil untuk mengadakan piknik kecil-kecilan untuk kekasihnya.
Sederhana.
Sederhana merupakan alasan mengapa Fauzan memilih Silva sebagai kekasihnya. Kesederhanaan itu membawanya pada nyaman yang sejak awal tidak ia temukan pada gadis lain. Rasa nyaman yang merengkuhnya. Dan rasa nyaman itulah yang membuatnya bertahan di sisi Silva.
Mungkin gadis itu tidak secantik gadis-gadis di luar sana, mungkin gadis itu sering marah tanpa sebab padanya, mungkin gadis itu punya banyak kekurangan. Tapi Fauzan tahu bahwa setiap orang dilahirkan dengan keistimewaannya masing-masing.
Fauzan paling suka saat Silva menunjukkan kebolehannya dalam memasak. Dengan balutan celemek dan rambut yang diikat asal, Silva terlihat sempurna di matanya. Hanya sesederhana itu Silva bisa menjadi sempurna di matanya.
"Sekarang kamu yang lihatin aku. Kenapa?" Silva bertanya setengah merenggut.
"Kamu cantik."
Silva langsung menunduk untuk menyembunyikan semburat merah yang muncul di pipinya.
"Kenapa nunduk? Pipinya merah ya? Lihat dong!" Fauzan mencoba mengintip dengan menundukan badannya.
"Apasih? Nggak kok, pipiku gak merah!" Silva mendorong Fauzan menjauh darinya sambil menutupi wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seriously?!!!
Teen Fiction#1 in kembar (20200630) #8 in teman (20200607) #9 in twin (20200625) --- "Sejak kapan gue kembaran sama lo?!" Rena Athalia yang awalnya hidup sebagai anak tunggal, kini harus meyakinkan dirinya bahwa ia memiliki kembaran bernama Gilang Atthariq. Sel...