[14]

461 33 4
                                    

Seperti rencana sebelumnya, Fauzan dan Gilang pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Bintang. Awalnya mereka hanya berdua saja sebelum Alika, Silva dan Andhika bergabung dengan mereka. Sekarang mereka sedang mencari kamar rawat Bintang. Nah, ketemu.

Setelah mengucap salam, satu per satu dari mereka masuk ke kamar rawat. Mereka disambut oleh orangtua Bintang, Mikaila dan Bintang--tentu saja. "Gak bilang-bilang mau jenguk gue," ujar Bintang.

"Dih, ngapain bilang-bilang," cibir Andhika.

Orangtua Bintang memilih keluar dengan dalih ingin membeli makanan. Dalam hitungan detik, kamar rawat yang awalnya tenang berubah jadi ricuh.

"Kai, beliin gue bubur dong!" Ujar Bintang yang tentu saja ditujukan pada Mikaila. "Oh, kamu laper? Yaudah aku beliin dulu,"  Mikaila beranjak dari tempatnya.

"Kai, ikut!" Alika berlari menyusul Mikaila.

Tak mau ketinggalan, Silva juga ikut mengejar mereka. "Eh-eh, aku juga ikut!"

Dalam hati Bintang bersyukur karena berhasil mengusir para cewek itu dengan cara halus. Ia tidak suka dikelilingi perempuan. Dan tidak ada cara lain untuk mengusir mereka.

"Eh, lo sengaja ya?" tanya Fauzan. Ia bisa melihat perubahan ekspresi Bintang saat tiga gadis itu pergi.

Bintang mengangguk. "Risih gue sama mereka."

"Termasuk pacar lo sendiri?"

"She's not my girlfriend."

Bintang tahu ketiga temannya itu tidak akan percaya. Lihat saja ekspresi mereka yang langsung berubah saat Bintang memaparkan sebuah fakta mengejutkan.

"Gue sama Kai itu ibarat benalu yang menumpang di pohon inangnya, Kai benalunya dan gue inangnya," Bintang diam sejenak. "Bisa dibilang hubungan kita ini kayak simbiosis parasitisme."

"Jadi selama ini kalian berdua gak pacaran?" tanya Gilang.

"Dari sudut padang Kai, iya. Dari sudut pandang gue, nggak."

"Jadi lo mainin perasaannya Mikaila gitu? Anjir, gila lo!" ujar Fauzan tidak percaya. "Lo bangsat juga ya ternyata," lanjutnya.

"Kenapa lo ngelakuin ini?" Andhika yang sebelumnya diam kini bersuara. "Kai tulus sama lo, asal lo tahu."

"Kenapa? Jawabannya simpel. Gue lagi jaga hati buat seseorang."

Lagi-lagi mereka tercengang dengan ucapan Bintang.

"Kalau lo lagi jaga hati buat seseorang, kenapa lo nembak Mikaila, goblok!" Gilang nampak frustasi dengan kelakuan Bintang.

Bintang menghela napas. "Gak ada yang nembak dia kok, dia yang nembak gue."

"Bentar-bentar, gue perlu menjernihkan pikiran gue dulu," Fauzan berjalan mendekati jendela dan membukanya lebar-lebar agar udara bisa masuk.

"Semua yang kalian denger dari mulut Mikaila itu berbanding terbalik dengan kenyataan. Dan gue harap kalian bisa jaga rahasia dengan baik," Bintang menatap temannya satu per satu.

Bintang beralih melirik jam dinding yang menunjukkan pukul empat lebih tiga puluh menit. "Sorry, tapi gue ada jadwal buat jenguk seseorang di kamar sebelah."

Tanpa bicara, Bintang turun dari ranjangnya dan menuntun tiang infusnya keluar kamar.

---

Lagi, lagi dan lagi. Rena terdampar di mobil Fauzan. Andai saja kembarannya itu tidak sedang sakit, pasti ada seseorang yang akan membelanya agar tidak ikut dengan Fauzan. Huh, kenapa pula Gilang harus sakit? Rena benar-benar membutuhkannya.

Seriously?!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang