[17]

412 34 7
                                    

Fauzan membawa Rena ke sebuah restoran cepat saji karena tahu Rena belum sarapan. Tentu saja, saat Fauzan sampai di rumahnya kan Rena masih terlelap. Rena sendiri tidak protes karena  ia memang kelaparan. Setelah itu barulah mereka melanjutkan perjalanan ke tempat yang akan dituju.

Suara bising dari mesin-mesin permainan dan lampu yang temaram menyapa pendengaran dan penglihatan. Tidak disangka, Fauzan membawa Rena ke game center. Awalnya Rena berpikir akan dibawa ke taman hiburan, tapi ini tidak terlalu buruk juga.

"So, lo mau main apa? Gue yang bayar!" Ujar Fauzan yang terdengar antusias.

"Serius lo?" Mata Rena berbinar-binar. Fauzan mengangguk mantap. "Jangan nyesel karena lo yang bawa gue ke sini," Rena segera menyeret Fauzan ke tempat pembelian kartu.

Setelah mendapat kartu, mereka mulai menjelajah. Permainan pertama yang mereka coba adalah Pump It Up, permainan menginjak panah diikuti iringan lagu. Rena menantang Fauzan untuk memainkan permainan itu. Mereka juga bertaruh, yang kalah harus membelikan camilan pada yang menang.

Mereka memilih lagu bertempo cepat dengan mode normal. Kaki panjang Fauzan kesulitan menginjak panah yang tepat dan mendapatkan banyak miss. Sementara Rena memimpin permainan dengan kaki pendeknya yang lihai menginjak panah berwarna-warni. Rena merasa seperti di kahyangan dan Fauzan rasanya mau mati saja dibanding meneruskan permainan ini.

Permainan selesai. Rena keluar sebagai pemenang dengan nilai A dan tentu saja Fauzan kalah dengan nilai F.

"Payah lo," ujar Rena.

"Baru menang sekali udah belagu lo!" Balas Fauzan dengan napas terengah-engah. "Gue tantang lo main basket!"

"Oke, tantangan diterima." Rena mengacungkan jempol. "Tapi mending beli minum dulu deh, lo udah kayak ikan diangkat dari air, hah-hoh-hah-hoh," Rena menirukan Fauzan dengan gaya yang menyebalkan.

"Kampret!"

Setelah membeli minuman sebagai hadiah atas kemenangan Rena sekaligus demi kelangsungan hidup Fauzan, mereka melangkah menuju permainan basket. Lagi-lagi mereka memasang taruhan, yang kalah harus menuruti kemauan yang menang. Walau awalnya sempat protes, Rena akhirnya mengiyakan taruhan itu.

Begitu bola basket turun bersamaan, Rena langsung melemparnya dengan membabi buta. Fauzan sempat menertawakan Rena yang berambisi ingin menang. Rena melirik papan skor Fauzan, sial, dia tertinggal jauh! Ia makin gencar melemparkan bola oranye itu namun kebanyakan malah terpental dari ring.

Kali ini Fauzan yang menang. Ia terus mengejek Rena yang terlihat kesal padanya.

"Ciee.. kalah," ejek Fauzan.

"Brisik lo, gorila!"

Tawa Fauzan pecah seketika. Dan itu membuat Rena salah tingkah dan pipinya berubah kemerahan. Fauzan mencoba menguasai dirinya untuk berhenti tertawa dan membujuk Rena yang sepertinya dalam mode ngambek.

"Karena gue menang, lo harus nurutin semua kemauan gue ya!" Ujar Fauzan bersemangat.

Rena berdecak dan memutar bola matanya. "Yaudah, lo mau apa?"

"Hm, apa ya? Oh-oke!" Fauzan menjentikkan jarinya ketika mendapat ide. "Lo cuma boleh ngomong 'iya' dalam sepuluh menit ke depan!"

"Gue seolah kehilangan hak untuk berbicara, njir," desis Rena.

"Elah, cuma sepuluh menit doang, bukan seumur hidup!"

"Tapi awas aja lo nanya yang aneh-aneh sementara gue harus jawab 'iya'." Rena mengancam sambil menunjuk Fauzan.

"Iya-iya. Yakali gue nanya, 'lo hari ini pake daleman pink ya?' Gue masih waras kali," ujar Fauzan acuh. Namun Fauzan harus rela tangannya menjadi sasaran pukulan Rena.

Seriously?!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang