[22]

478 33 13
                                    

Update siang-siang gapapa kan ya:v
Daripada gabut atau jenuh gara-gara tugas or online class:)




---

09.55 pm

Sesosok bayangan mengendap-endap masuk ke dapur. Bayangan itu menoleh ke kiri dan kanan untuk memantau situasi. Setelah dirasa aman, bayangan itu membuka laci yang ada di dapur dan menemukan sebilah pisau.

Ctak!

Seseorang menyalakan lampu. Bayangan tadi langsung membalikkan badannya dan mengacungkan pisau pada orang yang menyalakan lampu.

Hari dibuat terpaku karena orang yang mengacungkan pisau ke arahnya adalah adiknya, Gilang. Jarak antara mereka memang jauh, tapi Hari tidak bisa untuk tenang. Bisa-bisa adiknya malah melemparkan pisau itu padanya.

"Si-simpen pisaunya, heh!"

Gilang bergeming. Ia tetap mengacungkan pisau dan menatap tajam pada Hari.

"Simpen atau gue panggil Mama!" Ancam Hari.

Gilang menurunkan pisaunya. "Cih, anak mami."

Awalnya Hari pikir ia bisa bernapas lega, tapi itu salah. Matanya melotot saat Gilang mengarahkan pisau ke lehernya. Hari berusaha menahan aksi anarkis adiknya, tapi lagi-lagi pisau kembali diarahkan padanya.

"Mundur."

Napas Hari tercekat karena jarak antara pisau dan dirinya hanya beberapa centi saja. Sementara itu tangan Gilang yang lain sibuk membuka laci untuk mengambil pisau lainnya.

"Mundur, balik badan, cuci tangan, cuci kaki, masuk kamar, bobo. Gue gak sudi mati di depan lo." Ujar Gilang sambil mengarahkan pisau yang lain ke lehernya.

"Lang, jangan ginilah, please. Gue minta maaf kalau gue ada salah sama lo." Hari terdengar memelas.

Gilang maju selangkah dan Hari mundur selangkah.

"Kalau lo gak pergi, pisau ini gak cuma ngelukain gue tapi lo juga." Gilang mendekatkan pisaunya ke wajah Hari.

Hari tidak bisa melakukan apa-apa. Ia seolah tak punya kendali atas tubuhnya. "Lang, please,"

"Goodbye, big bro!"

Srat!

"Argh!"

Rasa perih menjalari lengan Hari. Pisau berhasil menggores lengannya menciptakan luka iris yang terasa perih.

Sementara Gilang, ia menggorok lehernya yang menciptakan luka besar dan darah merembes keluar. Seolah belum cukup, ia juga menusuk perutnya sebelum akhirnya ia terkapar di lantai.

Hari menutup hidung karena bau amis dari darah mengganggu indra penciumannya. Ia juga tidak kuat melihat banyak darah membasahi lantai. Pekikan tertahan dari Gilang pun menghampiri pendengarannya. Ia tidak mampu melihat Gilang.

Dengan seluruh tubuh yang bergetar hebat, Hari menghubungi ambulans. Ia juga membangunkan ibunya yang sudah terlelap di kamarnya, kontan saja ibunya shock lalu pingsan.

Setelah keadaan ibunya membaik, barulah Hari menyusul Gilang yang sudah dibawa ke rumah sakit. Sayangnya ia harus menerima kabar duka bahwa adiknya telah tiada bahkan sejak dalam perjalanan ke rumah sakit.

"Nama pasien, Gilang Pratama. Tanggal lahir, 10 Oktober. Waktu kematian, 18 April 2020, pukul 22.24."

Hari ingin sekali percaya bahwa semua perkataan dokter itu bohong, tapi ia harus menerima kenyataan. Ia berusaha menenangkan ibunya yang menangis sambil meneriakkan nama Gilang.

Seriously?!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang