Jika seumur hidupnya ia sering merasakan sakit, maka ini adalah yang paling sakit. Ungkapan sakit tapi tidak berdarah sedang dirasakannya sekarang. Dadanya sesak menahan rasa sakit itu dan matanya terasa panas karena menahan banjir air mata yang siap tumpah.
Dunia pun seakan ikut bersedih dengannya. Langit berubah kelabu, pertanda akan menumpahkan air berbentuk tetesan dalam waktu dekat. Angin dingin mulai berhembus menambah suasana kelam di sore itu. Tapi gadis itu tidak terlihat akan meninggalkan taman walau orang-orang di sekitarnya memilih pergi.
Namanya Soya Amalia, atau akrab disapa Lia. Semenjak kepergian sahabat dan orang yang dicintainya, ia lebih sering menyendiri. Di depan temannya mungkin ia akan bersikap tegar dan menyemangati yang lain, tapi saat sendirian semua itu menguap. Hanya ada kesedihan di hatinya.
Kalian boleh menganggapnya bodoh, karena kenyataannya memang begitu.
Seandainya saja sewaktu Gilang masih hidup ia berani mengungkapkan perasaannya, seandainya ia berani mendekati Gilang lebih dulu, seandainya ia berusaha untuk mendapatkan Gilang.
Ketika penyesalan itu datang, selalu muncul kata seandainya.
Ia juga yakin teman-temannya merasa kehilangan Rena, tapi ia merasa lebih berat karena ikut kehilangan Gilang. Bahkan ia belum memilikinya, tapi ia sudah kehilangannya.
Dan menurut gosip yang tersebar, Gilang meninggal karena bunuh diri. Muncul tanda tanya besar di kepala Lia, mengapa Gilang memilih bunuh diri? Apakah dia tidak bahagia? Apakah ada sesuatu yang membuatnya tertekan? Kenapa?
Kenapa dia memilih pergi?
Suara petir yang menyambar saling bersahut-sahutan. Lia mendongak, langit sedang tidak bersahabat.
"Mba, ngapain masih di sini? Mau hujan lho!"
Lia menoleh ke sumber suara. Seseorang yang ia kenal dengan nama Bintang nampak menutupi kepalanya dengan jaket agar tidak kehujanan. Wajahnya menunjukkan kecemasan terhadap hujan yang sebentar lagi akan turun.
"Bintang?!"
"Lo?!" Bintang melotot. "Lo temennya Rena, kan?"
"Ya, gue temennya Rena. Lo ngapain di sini?"
"Nyuruh lo balik lah! Mau hujan nih!"
Lia tidak menjawab perkataan Bintang. Dan itu membuat Bintang kesal sehingga ia menarik tangan Lia untuk mencari tempat berteduh. Lia sendiri terkejut dengan sikap Bintang dan memilih pasrah untuk mengikuti Bintang.
Akhirnya mereka berteduh di depan sebuah toko yang kebetulan tutup. Bersamaan dengan mereka yang mendapatkan tempat berteduh, tetes air hujan mulai berjatuhan dan menimbulkan aroma khas dari air yang bercampur dengan tanah.
"Fyuh.. untung kita larinya cepet." Ujar Bintang.
"Lo doang yang larinya cepet, gue cuma diseret sama lo," protes Lia.
Bintang melirik Lia yang kebetulan lebih pendek darinya. Gadis itu nampak kesal sambil melipat tangannya di dada. Bintang tersenyum tipis karena menurutnya itu lucu.
"Apaan sih lo lihatin gue kayak gitu?!" Ujar Lia sambil menghentakkan kaki, lalu ia berputar dan membelakangi Bintang.
"Maaf, gue yang salah."
"Ya emang lo yang salah gimana sih?!" Lia berbalik menghadap Bintang.
Selama beberapa saat, hanya suara hujan yang menyelimuti mereka berdua. Bukannya reda, justru hujan makin lebat. Lia memeluk dirinya sendiri karena kedinginan dan tanpa sadar bergerak mendekat ke arah Bintang. Bintang sendiri menyadari hal itu tapi ia berpura-pura tidak menyadarinya dan menatap buliran air hujan yang jatuh ke tanah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seriously?!!!
Teen Fiction#1 in kembar (20200630) #8 in teman (20200607) #9 in twin (20200625) --- "Sejak kapan gue kembaran sama lo?!" Rena Athalia yang awalnya hidup sebagai anak tunggal, kini harus meyakinkan dirinya bahwa ia memiliki kembaran bernama Gilang Atthariq. Sel...