0

8.6K 472 18
                                    


Dia bukan dewa,
sekalipun kehadirannya menggetarkan banyak nyawa. Dia bukan malaikat, meskipun berwujud tanpa cacat. Dia bukan iblis, walaupun peringainya terlampau sadis.

Dia ...

Hanya manusia yang didominasi aura jahat. Pemimpin kerajaan yang siap menghantar ke akhirat, mahkluk akrobat, terlampau akut berbakat ....

Dengan mudah anganmu terisi, tanpa tau siapa, yang kau ilusi.

Suaranya berat membuat tercekat. Aromanya candu mengikat, sentuhannya mencekik menimbulkan sesat. Menghasilkan perasaan lagi dan lagi yang tak akurat.

Aku ingin kembali. Berjuang memendam rasa yang tak terlisani. Diam bergabung bersama lautan yang mengagumi. Tak dikenali ... apalagi diatensi.

Namun, takdir melarang itu.
Memaksa dua kutub bersatu,

Menjadikanku-

Seorang Ratu dari kerajaan yang meluluhlantakkan kerajaanku.
Seorang Ratu ... dari Raja yang membunuh semua keluargaku ....

Lalu, benci dan amarah saling beradu. Menyalahkan akan takdir yang menuntunku. Meski harus tersentak akan sebuah rasa yang bersarang di kalbu.

•••

Temaram cahaya bulan purnama disertai angin malam yang menyejukkan, tidaklah membuat suasana mencekam di bawah sana menjadi berkurang. Isakan tertahan maupun jeritan masih terus terdengar, meskipun suara denting pedang maupun suara luncuran anak panah atau bahkan suara teriakan memilukan tidak lagi ditangkap oleh indra pendengaran. Namun tetap saja, keadaan sekarang ini masih terasa menakutkan.

Panas.

Api masih berkobar melahap banyak bangunan megah yang telah hancur, asapnya bahkan berhasil membuat langit malam memerah. Membuat cahaya bulan purnama yang biasanya cukup terang kini malah mengelam.

Sekelam hati masyarakat dari kerajaan yang kini telah tumbang.

Noda-noda darah terlihat menghiasi di berbagai tempat, bersumberkan tubuh prajurit yang tergeletak di tanah. Meregang nyawa setelah tertancap anak panah.

Salah satu kerajaan terbesar telah hancur di bawah suatu pergerakan yang dianggap tak berarti dulunya, kerajaan itu harus rela berakhir dikarenakan sang penerus menuntut kekuasaan.

Pedang mengayun, menebas sehingga mengalirkan warna merah pekat yang berbau seperti besi berkarat. Sedangkan semua yang melihat semakin merapatkan diri.

Sungguh tak terhitung berapa banyaknya kepala yang harus rela terpisahkan dikarenakan pedang itu.

Sedangkan sang pemimpin gerakan ada di sana, duduk di singgasana, memandang tanpa suatu ekspresi yang berarti.

Nyatanya, semuanya kembali seperti apa yang mereka beri. Sebuah penghianatan di masa lalu, membawa kejadian yang jauh lebih mengerikan. Tentang perebutan kekuasaan yang membuat kerajaan yang awalnya dikuasai sang pemimpin gerakan, terusir dari negaranya sendiri. Dibunuh dengan cara yang tak manusiawi. Kemudian diselamatkan oleh orang-orang yang masih belum ikhlas akan kejadian. Yang berharap suatu saat nanti dendam mereka akan terbalaskan.

Hingga kembali bangkit, untuk mengambil alih kerajaan.

Sang algojo berjalan ke samping, ke tempat korban selanjutnya. Menenteng pedang yang masih mengalirkan darah, siap menebas seorang gadis dengan wajahnya yang kotor akan debu maupun baju sutra mahalnya yang terkoyak.

Mata emerald yang begitu memukau itu menatap kosong, tak ada ekspresi dengan tubuhnya yang kaku. Diam dan menghening, seolah tak berpengaruh dengan yang terjadi di sekelilingnya. Padahal ajal seakan telah berada di depan mata, tetapi dia tampak tak gentar dan tetap bungkam dengan segala harapan yang telah menghilang.

Untuk yang satu ini, sang pemimpin gerakan yang masih mengenakkan baju perang utuh tanpa ada darah yang mengenainya, berdiri dari duduknya yang nyaman. Menatap sang gadis dengan tangannya yang terangkat, memberi kode pada sang algojo untuk menanti.

Dia melangkahkan kaki menuju tempat eksekusi. Berjalan lambat dengan langkahnya terdengar begitu ringan, bahkan hampir tak bisa ditangkap oleh pendengaran. Dia menuruni anak tangga yang menghubungkan dengan tempat eksekusi itu langsung. Ada sebuah senyum tertahan yang membuat sang algojo memundurkan langkah. Membiarkan pemimpinnya mengambil alih.

Pemimpin itu kemudian berhenti melangkah di depan gadis yang merupakan putri kandung dari Raja yang telah berhasil dia bunuh.

Pemimpin itu menyipitkan mata, ada sinar penuh ejekan yang tersirat di sana.
Dia kemudian berjongkok di hadapan sang gadis, mengulurkan jemarinya, untuk kemudian menggunakan jari telunjuk untuk mendongakkan kepala itu demi bisa menghadapnya.

Tatapan mereka bertemu, emerald dan onyx itu beradu pandang dalam satu kesatuan, bola mata memukau milik sang gadis sedikit bergerak ketika mereka berdua bersetatap.

Siapa sangka mereka berdua akan berada di situasi seperti ini?

"Pilihan terakhir, mati ... atau menjadi pelacurku?" Itu memang pertanyaan, tapi lelaki dewasa itu berucap seolah menyatakan pernyataan.

Untuk itu sang gadis segera menajamkan tatapannya, menunjukkan secara terang-terangan akan penolakan atau bahkan rasa jijik yang ditandai dengan dirinya yang segera meludah ke arah sang pemimpin.

"Berani-beraninya kau!"

Salah seorang prajurit berpangkat segera mengeluarkan pedang dengan amarah yang besar, dia menodongkan pedang itu kearah sang putri yang dengan kurang ajar telah berani meludahi pemimpin yang begitu dia hormati.

Namun angkatan tangan dari sang pemimpin membuatnya mengurungkan niat untuk bergerak demi memberi pelajaran.

Pemimpin itu, pria dengan pakaian serba hitam dengan garis rahang yang begitu menakjubkan. Alih-alih marah dan membunuh seperti yang biasa dialakukan, kini malah menerbitkan sebuah seringaian sebagai tanggapan dari perbuatan sang putri. Dia tak menyeka bekas ludah yang berada di wajahnya yang seolah tak memiliki cela. Malah ekspresinya terlihat sangat puas, dengan matanya yang bersinar seakan telah mendapatkan mainan baru yang begitu disukainya.

"Tidak mau, ya?" Dia berdiri utuh, kemudian memandang banyaknya orang yang tengah ramai memandang kejadian.

Hingga kemudian kembali menatap sang perempuan. "Jika dengan bersamaku dapat menyakitimu, maka aku akan melakukannya seumur hidupku." Ucapan itu terdengar seperti janji yang akan dipenuhi, membuat sang gadis mengepalkan tangan, menggigit bagian dalam mulutnya dengan mata yang tak kunjung memutus tatapan dari lelaki di hadapannya.

"... Pergilah ke neraka!"

Tbc

(11 Februari 2020)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


(11 Februari 2020)

Sempiternal (sasusaku) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang