Lelaki itu masih menggenggam jemarinya dan mengiringnya menuju lantai dansa. Semua yang tadi menghalangi jalan mereka segera menepi, membiarkan mereka berdua berada di tengah lantai dansa, bersama dengan undangan kerajaan yang menikmati melodi nan lembut yang teralunkan.
Mereka telah berada di sana, pemuda dengan tampilan yang begitu mengagumkan melingkarkan lengannya di pinggang sang gadis, menuntun tangan mereka yang satunya yang masih bergenggaman. Meletakkan jemari Sakura menuju lengannya, sedangkan mata emerald itu mengerjab menatap dirinya.
"Jadi?" Seusai mengucapkan itu, dorongan tubuhnya ke atas yang akhirnya menempatkan kedua kakinya tepat di atas kaki sang pemuda membuatnya tersentak. Meski kemudian kembali ke mimik wajahnya yang asli kala mendapati atensi pria itu.
Pemuda yang adalah Panglima itu membiarkan kakinya diinjak oleh dirinya. Membawanya berdansa dengan jarak yang begitu dekat di antara mereka.
Semua orang memberi mereka ruang, ada banyak tatapan iri yang diberikan atau bahkan pujian dan decakan yang berisi betapa cocok mereka berdua. Namun, mereka seolah tuli dan buta. Tetap melanjutkan bahkan di bawah atensi sang raja yang mengepalkan tangan.
Ketika musik seolah menelan mereka, sang pemuda mendekatkan wajahnya, membiarkan bibirnya bergerak tepat di samping telinga sang gadis. "Bukankah aku lihai dalam menuntunmu?"
Sakura mendengkus. "Kau terlihat sangat berpengalaman, katakan padaku ... berapa banyak wanita yang kau goda layaknya seperti ini?"
Sang pemuda memberi jeda, masih terus menggerakkan kakinya dengan membawa beban badan sang gadis. Seolah tengah berpikir ingin menjawab apa. "Aku tidak pernah menggoda, malah menerima kebalikannya. Kau adalah yang pertama,"
"Jadi, ayo ke topik yang lebih serius. Apa yang membawa seseorang sepertimu kemari, Panglima?" Sakura tidak mengetahui bagaimana rupa yang selalu dielukan gadis lain, yang ia tahu hanyalah reputasi lelaki itu yang memang dapat menggetarkan badan. Dan ketika ia melihatnya sendiri, ia tahu bahwa mereka benar. Hanya tak menambahkan bahwa lelaki ini pemain wanita dan tampaknya memanfaatkan wajahnya dengan baik.
Kerajaan Moon tengah memperluas wilayahnya, berita yang terdengar mengatakan bahwa lelaki ini tak mau datang kecuali ia tertarik atau itu adalah urusan yang mendesak, karena itulah Sakura merasa ganjil dengan kedatangan lelaki ini.
Sepatutnya ia tak perlu begitu khawatir, Kerajaan Air bahkan jauh lebih besar daripada Kerajaan Moon, tetapi suatu saat nanti ... dirinya yakin bahwa kerajaan itu akan menyamaratakan dengan 5 kerajaan besar lainnya.
"Aku sedang berjalan-jalan sembari mencari cara demi mendapatkan kembali hakku."
Sakura mengernyit mendengarnya, "Dan hakmu adalah?" Pemuda itu terkekeh, meniupkan napas panasnya di leher Sakura, membuat Sakura mengejamkan mata demi meredakan sesuatu yang bangkit. "Kan kukatakan bila kau bersedia bersamaku ... selain hebat dalam menuntun ketika berada di atas lantai dansa, aku juga hebat dalam menuntun seorang wanita di atas ranjang,"
Sakura tak bersuara dalam beberapa saat, malah mengeluarkan tawa kecilnya, melepaskan genggaman tangan mereka dan turun dari kaki sang pemuda.
Ia mendongak karena tingginya dia, mendapati wajah rupawan yang menyeringai kepadanya. Pria ini tengah menggodanya, tidak ke sesuatu yang berbau intim, tapi lebih dari pada itu.
Musik masih terus mengalun dan yang lainnya pun masih ada yang berdansa, ia coba bersuara sepelan mungkin. "Apa yang kau miliki, Panglima? Kau bahkan tak sekuasa pangeran lain yang menginginkan aku." Jemarinya pun bergerak merapihkan pakaian yang menambah kegagahan pemuda itu, dalam diam menyetujui ajakan bermain yang terlontar secara tersirat. "Berlian? Permata? Tanah? Atau bahkan nyawa? Bisa kau berikan itu untukku?"
"Hanya itu? Aku bahkan bisa memberimu dunia bila itu yang kau mau." Sasuke berujar, bersikap bahwa yang disampaikan Sakura masihlah bukan apa-apa untuknya. "Apa yang aku punya? Aku punya ketertarikanmu yang jatuh kepadaku, atau bahkan hatimu yang tak lama lagi akan menjadi milikku," ujarnya lagi.
"Kau tahu caranya membedakan mimpi dan asli? Mimpi adalah ketika kau ucapkan kalimat tadi ... dan asli saat kau menyadari bagaimana jauhnya kedudukan antara kita. Aku Putri ... dan kau bukankah apa-apa. Hanyalah seorang budak yang duberi kebebasan dan beruntung dijadikan seorang Panglima." Sakura menutup kalimatnya dengan memberikan sebuah senyuman sebagai salam perpisahan, ia kemudian pergi meninggalkan pemuda bernama Sasuke yang kini malah memandang tertarik di belakangnya.
•
•
•Sasuke mengelus kudanya, memberi usapan dengan wajahnya yang datar. Kediaman yang diberikan khusus oleh raja selama ia hadir di sini dimanfaatkannya dengan amat baik. Onyxnya nampak berpencar menatap setiap titik di istana ini, mempelajari seluk beluknya dengan baik.
"Tuan Muda, Putri Sakura merupakan satu-satunya anak perempuan dari permaisuri yang telah meninggal dunia. Dia menjadi anak kesayangan Raja, sikapnya terkenal angkuh, tetapi penuh dengan sikap keingin tahuan." Pemberitahuan itu ia tanggapi dengan anggukan, masih melakukan kegiatannya, ia membalas. "Bagaimana dengan lelaki yang ada didekatnya?"
Shisui sedikit tersentak ketika mendengar itu, tetapi ia tetap menjawabm. "Tidak ada, ada yang mendekati namun sang putri menolaknya mentah-mentah."
Sasuke hanya terkekeh pelan, membuat Shisui memberanikan diri bertanya, "Anda ... tidak tertarik kepadanya, 'kan? Itu tidak boleh, Tuan Muda. Kita ... harus tetap mengingat tujuan awal."
"Dia terlihat mudah dimainkan, Shisui. Namun, secara bersamaan pula menantang. Haruno Sakura, ada rencana lebih besar yang aku siapkan untuknya."
"Jika kau menyentuh Putriku, saat itu juga kupastikan kepalamu akan terpisah dari badanmu." Ntah sejak kapan lelaki paruh baya yang tiba-tiba berpakaian santai itu datang ke tempat mereka, Shisui segera memberi hormat, sedangkan Sasuke hanya menunduk sedikit. Sikap yang membuat Raja itu semakin yakin dengan opini yang dibuatnya.
"Apa yang kau inginkan? Negaraku atau putriku?" tanyanya, menyembunyikan tangannya yang saling menggenggam di belakang tubuhnya.
Sasuke tersenyum tipis menanggapi, "Apa maksud, Yang Mulia? Saya tak mengi ...."
"Berbicara dengan jujur! Kau pikir aku semudah itu dipermainkan?"
Ujaran itu pada akhirnya membuat Sasuke memasang wajah aslinya, dingin dengan tatapan yang semakin tajam. "Jika kukatakan putrimu, apakah kau akan membunuhku?"
Raja mendengkus penuh pengejekan, "Apa yang bisa kau berikan kepadanya? Hanya dapat memberi putriku kebahayaan karena begitu banyak yang menginginkan kepalamu terpenggal."
"Keamanan, di sisiku. Tak ada yang dapat menyentuhnya, aku akan bersamanya ... hingga akhir hayatnya."
Tbc
(20-4-20)

KAMU SEDANG MEMBACA
Sempiternal (sasusaku)
FanfictionMereka yang kala bersama saling menghancurkan, tapi ketika berpisah malah terasa amat menyakitkan. Yang pernah saling membunuh dalam perasaan, tetapi tak terealisasi karena cinta telah lebih dahulu menunjukkan kekuasaan. ___________________________...