20 (2)

3.3K 436 30
                                        

       "Jika kita tetap di sini, sudah pasti Kerajaan Api dapat menemukan kita." Ucapan itu tertangkap oleh telinganya, dia mengerjab, bangun dari tidur yang entah kapan telah membelenggu. Menyadari bahwa tengah terbaring di dalam gua dengan banyaknya orang --tidak hanya Gaara.

Seakan ada lonceng peringatan yang berbunyi, Sakura segera duduk seraya memandang semua lelaki dengan topeng itu waspada. Dirinya melewatkan apa? Bagaimana bisa dia jatuh tidur?

"Yang Mulia Ratu sudah bangun rupanya." Suara Gaara membuat Sakura memicingkan mata. Namun, tatapan itu tidaklah mengarah pada wajahnya, melainkan kepada bagian perutnya ... Sakura membelalak saat mengetahui ada sebuah sesuatu yang diikat di sana.

"Itu bom, jika kau tak tahu. Bom itu dapat meledak saat waktunya habis." Gaara tersenyum. Kemudian memandang keluar gua yang mana di luar sana masih turun hujan lebat diiringi dengan suara petir yang memekakkan telinga. "Suamimu akan segera menemukan kami. Namun, sebelum itu kupastikan saat aku kehilangan nyawaku, dia pun akan kehilanganmu. Dirimu dan anak yang ada di dalam perutmu itu." Ujaran Gaara membuat Sakura merasakan desakan air mata yang hendak keluar.

Dia benci saat dirinya tak dapat melakukan apa-apa.

"Kenapa kau sangat membenciku?" Sakura bertanya dengan suaranya yang terdengar serak.

"Cinta dan benci tampaknya sama-sama tak memiliki alasan." Gaara tersenyum, melihat semua anak buahnya yang mulai bersiap dengan segala senjata, suara anjing yang terdengar membuat Gaara pun mendekati Sakura. "Apa alasanmu membunuh Xio, Ratu?" Pertanyaannya membuat Sakura membisu. Xio hampir meracuni dirinya, tapi bukankah yang ia nginkan hanya kematian? Kenapa dia meragu sekarang?

"Aku hanya sedang mencoba menyakiti dua orang sekaligus dengan satu batu." Tangannya memasangkan kembali jubah Sakura yang entah kapan telah terbuka. "Harusnya kau berterimakasih denganku. Kau bisa tenang, menemui ayahmu. Atau harus kuberi pilihan lain?"

Gaara berjongkok di depan Sakura, menunggu tanggapan dari wanita itu. "Apa?"

"Ikut dalam pemberontakan. Kau ingat kasim ayahmu dahulu? Dia masih hidup." Informasi Gaara membuat Sakura membelalak. "Sebenarnya tujuanku ke kerajaanmu adalah membawamu kepadanya. Dengan memiliki dirimu, maka pemberontakan itu sudah pasti akan semakin kuat." Sakura menggigit bagian dalam bibirnya, tak percaya akan kata-kata yang masih keluar dari mulut Gaara.

"Pemberontakan yang bertujuan untuk menumbangkan kekuasaan suamimu. Membunuhnya. Jika kau ikut maka kau akan diberi kekuasaan dan kedudukan di sana. Kau cukup jadi seorang penghianat ... layaknya yang dilakukan Ayahmu dahulu." Gaara terdenyum puas saat melihat wajah Sakura.

"Kau membencinya, bukan? Maka lakukan. Bunuh dia dan balas dendam ayahmu. Kau bisa berkuasa kembali dan bebas dari tautan apa pun. Tanpa satu orang pun yang mengekang, bukankah itu yang kau inginkan?"



       Kedua mata berbeda warna itu saling menatap, menyorot dari kejauhan dengan perasaan yang kacau. Ada tenang, senang, takut, gelisah, yang bercampur aduk menjadi satu. Menciptakan rasa manis yang tak dapat dengan mudah dijabarkan. Hanya saja ada sebuah keinginan yang begitu ingin dilaksanakan, keinginan untuk masuk dan saling menyentuh dalam kedekatan. Memeluk erat sampai rasa gelisah itu menguar dalam diri masing-masing.

Mungkin orang akan katakan itu sebagai perasaan merindu, tetapi bagi mereka berdua yang masih baru mengatakan itu adalah perasaan saling membutuhkan untuk dilengkapi. Mereka sama-sama merasa seakan ikatan di tubuh telah hilang dan dapat bernapas dengan lega.

Onyx Sasuke mengamati setiap jengkal tubuh Sakura, menggeram saat melihat luka atau pun darah yang mulai mengering. Gertakan giginya terdengar dengan mata yang menghunus tajam kepada pemuda berambut merah yang berdiri tak jauh darinya. Sedangkan Sakura berdiri sendirian di belakang sana dengan mata yang masih berpaku pada Sasuke.

Lisan sama-sama membungkam, tapi mata menyiratkan perasaan. Tak perlu ada kata-kata yang menjelaskan, karena di sana mereka sama-sama merasakan. Dan sadar akan segala rasa acak yang mulai diakui akan keberadaan.

Bunyi panah yang entah kapan telah ditembakkan membuat Gaara terkesiap. Memandang ke belakang tempat semua anak buahnya yang kini terduduk atau bahkan terbaring di atas tanah dengan panah yang tertancap. Hujan yang masih melanda membuat darah di sana mudah menguar, membuat Sakura memundurkan langkah saat darah itu hampir mengalir mengenai kakinya.

Meski begitu Gaara mencoba tak gentar, dia memandang Sasuke yang juga tengah memandangnya. Wajah lelaki itu memerah di bawah guyuran hujan. "Akhirnya aku mencicipi barangmu. Rasanya manis, apalagi ketika berhasil membenamkan diriku padanya." Gaara tertawa, sebuah tawa yang terdengar sumbang.

Di kegelapan malam, belakang semak-semak yang menghalangi penglihatan. Gaara sadar ada begitu banyak prajurit yang mengintai, ditambah dengan prajurit-prajurit lain yang tengah berada di belakang Sasuke. Menunggu perintah.

Sedangkan Sakura membungkam saat ucapan Gaara terlontarkan, dia tak menggeleng maupun membenarkan. Dia hanya menatap Sasuke yang sedikit meliriknya. Akankah lelaki itu percaya? Karena Sakura sudah bersumpah bahwa keputusannya berada di tangan Sasuke.

"Bahkan pada detik-detik kematianmu kau masih membual." Sasuke manarik sudut bibir ke atas, tersenyum sinis dengan matanya yang memandang merendahkan. "Kau--" Gaara belum selesai mengucapkan katanya, ketika dia merasakan sakit dibagian punggung yang membuatnya berteriak kemudian.

Uzumaki Naruto menebaskan pedang yang ia pegang, setelah tadi menyusup dalam kegelapan malam. Mukanya terciprat darah Gaara yang telah terjatuh ke tanah. Meringis akan air hujan yang membuat lukanya semakin sakit. Darah keluar dengan banyak, Naruto yang masih berada di dekat Gaara meletakkan ujung pedangnya. Lalu, dengan sekali tekanan dari Naruto pedang itu masuk ke dalam. Disusul dengan Gaara yang mengerjab-ngerjab dengan senyuman tak berarti di wajahnya.

Lelaki itu terbatuk, kepalanya yang terjatuh dengan posisi menghadap Sakura membuatnya terkekeh, Sakura tengah menutup mulutnya kaget. Mata emeraldnya bergerak-gerak. Namun, disisa waktu-waktunya Gaara mengangguk. Menyiratkan sebuah perkataan yang tak mungkin bisa dia keluarkan. Maka kemudian dia merasakan penglihatannya yang mengelam dengan lirihan yang dipaksakan keluar.

"Xio ...."

•••

        Setiap langkahnya yang mencoba mendekat, maka langkahan mundur pun akan dilakukan. Haruno Sakura membuat jarak terus membentang diantara mereka, menjadikan Sasuke mengernyit apalagi saat mendapati gelengan dari Sakura.

"Ada apa?"

"... pergilah." Ucapan Sakura itu membuat Sasuke mengeraskan rahangnya. Matanya yang tadi melembutkan pandangan kala menatap Sakura kini berubah tajam. Tak perduli, Sasuke tetap melangkahkan kakinya mendekati Sakura. Langkahannya yang panjang menang daripada langkah mundur Sakura yang kecil, sedangkan di sana Sakura panik saat mengetahui jarak yang semakin mengecil diantara mereka.

"Ada bom di tubuhku!" serunya dengan ekspresi panik. Air mata mendesak untuk keluar, dia takut. Tubuhnya gemetar ntah karena dingin maupun keadaan yang mengancam nyawanya.

Sasuke sempat berhenti, tetapi kemudian dia kembali berjalan, kali ini lebih cepat hingga kemudian tubuhnya dapat bersentuhan dengan Sakura. Sasuke menahan Sakura yang hendak beranjak, membuatnya tak berkutik dengan duduk di atas tanah. Air mata dari wanita itu telah berhasil keluar, menyatu dengan air hujan yang masih terus turun.

"Kau bisa terluka ...." Lirihan Sakura tak diacuhkan Sasuke, pria itu menyelusupkan tangannya dan membuka jubah Sakura. Menatap bom itu seraya melirik kepada pemuda berkulit pucat. Setelahnya dia mengulurkan tangan, menyentuh dan mengusap pelan pipi Sakura. Menghapus aliran di wajah perempuan pucat itu. Lalu dia semakin mendekatkan tubuh mereka, mengecup dahi Sakura lama lalu membawanya ke dalam pelukan. Menghangatkan meski dengan suasana dingin di sekitar, melelahkan Sakura hingga wanita itu dapat merilekskan badan.

Saling mendengar jantung yang berdetak sembari mencoba menghilangkan rasa sesak yang menggerogoti.

"Aku tidak akan membiarkanmu pergi bukankah aku sering mengatakan itu? Jika tetap ingin pergi, maka bawa aku bersamamu."



Tbc
(7 Juni 2020) maaf feelnya nggak dapet.

Sempiternal (sasusaku) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang