"Dia masih tidak mau makan?" Pertanyaan itu membuat sang tangan kanan terdiam sebentar sebelum menjawab. "Ratu menolak semua makanannya ... jika dibiarkan terus menerus, saya takut tubuh Ratu tak bisa bertahan lagi." Pria pirang tegap itu tampak khawatir, dia memandang Rajanya yang tengah dalam perjalanan menuju perpaduannya.
Sasuke menghentikan langkah, menghela napas yang terasa sulit. Sedangkan Naruto mengejam sebentar untuk mengumpulkan keberanian, "Ratu ... aku tasa kau terlalu keras kepadanya," ucap Naruto. Menghilangkan keformalan diantara mereka berdua.
"Aku tahu,"
"Dia akan semakin membencimu."
Sasuke memutar langkahnya, berjalan kembali kali ini menuju ke luar perpaduannya. "Aku sudah tahu itu," sahutnya. "Lalu, kenapa kau meneruskannya? Berikan dia kelembutan, mungkin dia akan berbalik kepadamu."
"Lembut?" Sasuke tersenyum. "Bersikap lembut akan membuat dia pergi dariku." lanjutnya. Membiarkan saja ketika banyak yang memberi penghormatan kepadanya selama ia berjalan menuju Istana Bulan yang mana dikhususkan untuk para wanita raja. Namun, pada pemerintahan Sasuke istana itu hanya didiami oleh Ratunya. Dia memutuskan untuk memisahkan Sakura dengan yang lainnya karena tak mau terjadi yang tidak diinginkan.
Sejak pertama kali Sakura menginjakkan kaki ke Kerajaan Api, wanita itu langsung memberi pembangkangan. Bahkan upacara pernikahan dan pengangkatan nyaris tak akan dilakukan, tetapi sepandainya Sakura memberontak, Sasuke selalu memiliki cara untuk meluluhlantakkan dirinya.
Para penjaga maupun pelayan yang berdiri di depan ruangan Sakura langsung memberi penghormatan. Sasuke melirik tempat makan utuh yang dipegang oleh seorang wanita paruh baya. Kemudian dia berkata, "Kalian boleh pergi. Cukup jaga di pintu masuk Istana."
Sasuke mengulurkan tangannya, membawa sebuah kunci dan membuka pintu tersebut. Mendapati kehadiran Sakura yang tengah terduduk lemah dengan cairan mata yang mengering. Tampak kusut dan tak perduli dengan kedatangannya.
Dia menutup pintu kembali, melangkah mendekati Sakura. "Tubuhmu kuat juga ... normalnya para wanita tidak dapat bertahan." Sakura tak menjawab, ia bahkan tak menatap Sasuke. Matanya kosong.
Sasuke semakin mendekat, berjongkok di depan Sakura seraya jemarinya mengusap bekas air mata di wajah Sakura. Ia memajukan kepalanya, mengecup aliran yang telah mengering itu lembut. Kemudian menyelusupkan lengannya di bawah lutut maupun leher Sakura, menggendongnya dan menatap Sakura yang kini menempatkan sorat mata kepadanya.
Dengan hati-hati Sasuke membaringkan Sakura di ranjang mewah itu, "Aku harus melakukannya. Kerajaan Moon akan protes bila orang yang meracuni putrinya hingga keguguran tetap dibiarkan hidup." Suara Sasuke terdengar berat, dia mengelilingi ranjang dan mendudukkan dirinya di sebelah Sakura.
Tak ada sahutan, perempuan yang meski tampak kusut tapi masih menampakkan kecantikannya itu memilih bungkam. Sasuke mengulurkan jemarinya ke wajah Sakura, membelainya dengan penuh kehati-hatian. "Selain itu ... bila tak membunuhnya. Maka kau akan menjadi terdakwa ...," Sasuke menjedakan perkataannya, ekpresinya tidak dapat dibaca. "pertimbangkanlah untuk merubah sedikit sikapmu."
Ada begitu banyak protesan dari para bawahannya tentang posisi Sakura. Bahkan kerajaan-kerajaan lain yang bersekutu menyatakan keberatan atasnya. Namun, Sasuke tetap pada keputusannya.
"Aku menepati janji, 'kan? Hanya kau satu-satunya permaisuri untukku."
Hanya untuk membuktikan janji yang ia ucapkan ketika perpisahan mereka dulu. Ia pun melakukan itu.
Sakura menolehkan kepalanya ke samping, membuat jemari Sasuke tak dapat menyentuhnya lagi. Tubuhnya pun melakukan gerakan serupa, membelakangi Sasuke dengan posisi tidur bagai di dalam kandungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sempiternal (sasusaku)
FanfictionMereka yang kala bersama saling menghancurkan, tapi ketika berpisah malah terasa amat menyakitkan. Yang pernah saling membunuh dalam perasaan, tetapi tak terealisasi karena cinta telah lebih dahulu menunjukkan kekuasaan. ___________________________...