Suasana di sekitar terasa lebih tenang dengan aura sedih yang kadang dapat Sakura rasakan. Semuanya memakai baju hitam dan tampak lebih diam dari biasanya.
Biasanya setiap hari ini datang maka Sakura akan mengurung dirinya dan tetap memakai baju warna-warni, tak perduli akan segala tradisi yang tengah dilaksanakan. Namun, untuk kali ini dia memakai pakaian bewarna kelam itu juga. Termenung di depan kaca yang menampilkan pantulan dirinya tanpa riasan yang terlalu gemilang.
Hari ini adalah hari peringatan kematian bagi semua yang tumbang di saat peperangan Kerajaan Uchiha. Semua masyarakat ikut memperingatinya, menampilkan kedamaian berserta keseragaman di Kerajaan Api, meski kadang ada isak tangis yang terdengar.
Hari di mana Ayahnya berhasil memenangkan peperangan.
Sakura meneguk ludah, menghadiri sebuah peringatan yang dimana Ayahmulah yang membuatnya, membuat Sakura tersenyum kecut. Tak ada yang berani membicarakan dirinya, semuanya tampak berusaha sebaik mungkin untuk tidak bertatapan dengannya, meski Sakura merasakan pandangan terkejut dari beberapa orang saat dirinya masuk ke tempat ini.
Dia duduk di singgasana Ratu dan memandang Sasuke yang tengah berada di tengah hamparan nan luas. Pria itu beserta beberapa orang yang Sakura tak kenali berdiri seraya memandang sebuah batu yang dipahat dengan gambar api. Perlambangan untuk yang gugur.
Maka kemudian Sasuke bersimpuh. Menundukkan kepala seraya mengejamkan mata. Kemudian semua orang yang berada di sini mengikutinya, meski tidak dengan bersimpuh layaknya Sasuke.
Sedangkan Sakura masih duduk tegap di sana, dipenuhi dengan pikiran yang berkecamuk. Dia mengernyit saat merasakan perasaan yang berbeda. Lebih kepada ... kesedihan.
Bagaimana Sasuke tatap berdiri tangguh tanpa satu pun keluarga yang tak ia ingat dengan utuh? Terbuat dari apa hati dan mentalnya? Apakah atas segala kejadian yang menimpa membuatnya mulai terpahat bak tak punya hati nurani?
Sakura mengejamkan mata.
Jika saja masa lalu itu bisa dia hapus ... maka dia akan bahagia dan mencintai pria itu dengan sepenuh hatinya. Bukannya begini ....
Pada akhirnya, ketika peringatan itu selesai dan Sakura tengah meminum air putihnya dengan tenang dia pun merasakan rintikan hujan yang turun mengenai dirinya.
Dia beranjak, mengingat akan Sasuke yang masih saja bersimpuh tanpa ada orang lagi di sekitarnya atas perintahan dirinya sendiri.
"Tidak. Aku tidak perlu payung, aku hanya ingin menemuinya." Ucapan Sakura membuat penjaga saling melirik. Takut harus berbuat apa untuk menanggapi Ratu mereka.
"Tapi Yang Mulia Raja memerintahkan tak boleh satu pun menganggu Yang Mulia."
"Rajamu tak bisa memerintahkanku." Sakura menatap sengit, membuat penjaga itu segera menundukkan kepala. Ketidak beranian dirinya semakin membesar, bingung harus melakukan apa. "Aku Ratu Kerajaan Api," Sakura berkata dengan dagu yang sedikit terangkat. Menunjukkan akan kedudukannya sehingga membuat penjaga di sana segera menundukkan badan. Membuka gerbang yang menutupi tempat itu kemudian.
Sedangkan Sakura, memandang dari kejauhan akan Sasuke yang masih dalam posisi sama. Hujan yang jatuh mengenai dirinya tampak sama sekali tak dihiraukan Sasuke.
Dengan ragu, dia kembali melangkah. Berjalan menuju tengah hamparan hijau itu. Mengalihkan atensi pada batu berpahat api, untuk kemudian merasa terenyuh akan perasaan yang tiba-tiba datang.
Maka tanpa bisa dikendalikan dirinya, dia ikut bersimpuh di samping Sasuke yang kini mengerjab dan menatapnya aneh. Pria itu memandang Sakura dengan emosi yang mulai kembali datang, apalagi saat mengetahui bahwa gaun Sakura telah basah dengan air hujan yang dingin. Alisnya menekuk tidak suka. "Kenapa kau kesini? Pergilah ke istanamu, kau bisa sakit." Meski mimik wajahnya berubah keras, tapi suaranya terdengar lembut.
"Apa yang sedang kau lakukan?"
Sasuke menyipitkan matanya, menghela napas kemudian dan kembali memandang pahatan api di depannya. Keheranan masih menyergapnya, apalagi ketika dia tahu Sakura dengan tiba-tiba datang. Namun, ingatan masa lalu lebih menguasai Sasuke sekarang. Tatapannya melunak kala menyorot pahatan itu, ada sendu yang membuat Sakura mengerjab.
"Berdo'a," jawabnya pelan. Membuat Sakura mengernyit, "Apa yang kau katakan ketika ... berdo'a?"
"Banyak. Terlalu banyak."
"Apa do'amu akan sampai kepada Tuhan?"
Sasuke menarik sudut bibirnya sedikit. "Mungkin juga sampai kepada tujuan do'aku."
"Kau percaya Tuhan itu ada?" tanyanya lagi. Penuh keingin tahuan, dia juga sering meminta atas nama Tuhan, tetapi itu hanya sepontan.
"Percaya ...."
"Maka katakan padaNya. Untuk membuat tenang semua yang gugur di medan peran, keluargamu ... dan permintaan maafku." Suara Sakura mengecil, dia bahkan tidak pernah mendoakan ayahnya.
"Dan keselamatan untukmu, dia, dan aku." Sambungan Sasuke membuat Sakura mengerjabkan mata.
"... apalagi yang kau pinta?" Sakura memilih bertanya kembali saat Sasuke mengejamkan mata. Pria itu tersenyum tipis disaat matanya masih terkatup rapat. "Semoga wanita di sampingku tetap di sini dan tak akan mengkhianati kepercayaanku."
"Dan jika aku melakukannya?"
Sasuke membuka mata, menoleh ke tempat Sakura berada. "Aku akan ... terluka."
Tbc
2 hari, beberapa hari, aku undur diri dlu sm crita ini. Tangan ak keram astaga:" (30 Mei 20)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sempiternal (sasusaku)
FanfictionMereka yang kala bersama saling menghancurkan, tapi ketika berpisah malah terasa amat menyakitkan. Yang pernah saling membunuh dalam perasaan, tetapi tak terealisasi karena cinta telah lebih dahulu menunjukkan kekuasaan. ___________________________...