Mentari telah kembali ke perpaduannya, menjadi penanda bahwa aktivitas mulia dilaksanakan. Semuanya tampak tentram di istana, ada candaan atau tawa yang kadang terdengar dan tampak sangat damai bersama dengan kicauan burung di atas pohon.
Sakura melihat pemandangan itu dari jendela yang baru ia buka, merasakan perasaan iri yang datang. Kemudian dia mengerjab saat penggilan dari Bibi Chio terdengar, perempuan paruh baya itu memintanya untuk segera memakan makanan yang telah dihidangkan di kamarnya.
Maka Sakura melangkah dengan lemah, duduk di kursi dan menyorot banyaknya makanan di atas meja. Lebih banyak dari pada makanan yang biasa ia makan. Sakura menaikkan alisnya, membuat Bibi Chio dengan otomatis berkata, "Itu permintaan Yang Mulia. Yang Mulia berkata bila ... ingin dia tetap ada maka Yang Mulia Ratu harus melakukan apa pun yang dapat menunjang kesehatan Ratu." Bibi Chio menundukkan badannya sedikit saat mengatakan itu.
Sedangkan Sakura menghembuskan napasnya, mencoba mengambil sesendok bubur putih, melawan rasa mual yang masih ada, dia menguatkan diri untuk menyuapkan itu ke mulutnya. Namun, baru beberapa suap itu masuk ke perutnya, Sakura sudah beranjak saja, berlari menuju kamar mandi yang membuat semua pelayan mengikuti sembari melayani dengan raut khwatir yang kentara.
Pada akhirnya Sakura kembali berada di ranjang dengan lemah, diperiksa oleh seorang dokter wanita yang baru Sakura lihat. Dokter berambut kelam itu tampak hati-hati memeriksanya, Sakura bahkan dapat melihat keringat dingin di wajahnya. "Saya akan meresepkan obat penghilang mual untuk Yang Mulia. Namun, mungkin akan terus berlanjut karena itu memang wajar menimpa wanita pada hamil muda."
Sakura mengangguk saja. Menatap kumpulan obat yang semakin banyak yang diletakkan di meja samping ranjang.
Kemudian pintu kamarnya kembali terbuka, kali ini menampakkan kehadiran Sasuke dengan pakaian kebasarannya. Telah rapi bersama dengan Naruto yang langsung berdiri tegap di dekat pintu. Tak ikut masuk dan otomatis semua orang di ruangan itu segera bersujud hormat.
Sasuke melirik makanan yang masih utuh di meja, mengamati Sakura kemudian dan berjalan mendekat. Membuat semua pelayan menyingkir dan menepi dengan menundukkan kepala. "Kau kembali memuntahkan makananmu?" Meski Sasuke tahu jawabannya, tetapi dia tetap bertanya. Sakura menatap lama, kemudian memilih menganggukkan kepala.
Dia mengulurkan jemarinya, mengelus pipi Sakura dengan seeingan bulu. Membuat Sakura merasakan rindingan di sekujur tubuhnya, dia tidak tahu mengapa hanya dengan itu Sasuke dapat mempermainkannya. Dan omong-omong Sakura sudah tak lagi merasakan mual. Membuatnya sedikit tenang karena itu sangat menganggu dirinya.
"Kau pucat." Sasuke menyipitkan mata, melirik pada satu-satunya tabib di sana yang langsung terkesiap. "Kau tidak memberinya obat?"
"Maaf Yang Mu ..."
"Dia sudah memberikannya. Aku hanya belum meminumnya." Sakura memilih memotong ucapan tabib itu, dengan gerakan matanya menyuruh sang tabib dan semua pelayan keluar dari ruangannya. Kembali meninggalkan dirinya bersama Sasuke dengan pintu yang telah terkatup.
"Kau harus memakan makananmu ... itu gantinya bila kau ingin mempertahankan dia." Sasuke bersuara dengan nada mengancam, membuat Sakura menghembuskan napasnya jengah. "Aku akan makan." Sakura hendak turun dari ranjangnya, tetapi Sasuke menahan Sakura sehingga tak bisa bergerak dari sana. Lelaki itu kemudian mengambil makanann dan meletakkannya di sebuah meja kecil yang dibawanya ke pangkuan Sakura.
"Makanlah." Maka kemudian Sakura kembali menyuapkan makanannya dengan tatapan Sasuke yang mengawasi.
•
•Sasuke baru selesai dengan segala dokumen kerajaan, dan sekarang dia tengah bersandar di kursi dengan mengejamkan mata. Tugas seperti ini selalu dihidarinya, bahkan dia lebih memilih berada di medan perang daripada memeriksa dokumen-dokumen. Profesi raja pun bukan tujuan utamanya dahulu, tetapi perkataan Sakura membuatnya beralih menginginkan posisi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sempiternal (sasusaku)
FanfictionMereka yang kala bersama saling menghancurkan, tapi ketika berpisah malah terasa amat menyakitkan. Yang pernah saling membunuh dalam perasaan, tetapi tak terealisasi karena cinta telah lebih dahulu menunjukkan kekuasaan. ___________________________...