21 (1)

3.7K 445 33
                                    

"Sudah bangun?" Suara itu langsung menyapa pendengarannya. Matanya mengerjab-ngerjab, mencoba membiasakan dengan cahaya yang masuk melalui celah-celah jendela. Awalnya dia hanya memandang biasa, tetapi lama kelamaan matanya membelalak. Menampilkan ekspresi kaget saat mengetahui bahwa Sasuke ada di sebelahnya. Memeluk dirinya dengan posisi yang sangat dekat. Bahkan napas lelaki itu menyapu di wajahnya.

Sakura bungkam, ingin melarikan diri dari posisi intim itu. Namun, sesuatu yang tak bisa dijabarkannya membuat dia tetap berada di sana. Di pelukan seorang Uchiha Sasuke.

Rasanya ... nyaman.

"Aku bermimpi buruk ...," ujar Sakura pada akhirnya, mencoba sedikit menghilangkan kecanggungan atau rasa malu di hatinya dan memilih mengekspresikan perasaannya dengan kata-kata. Sasuke bergumam, mengecup pucuk kepala Sakura lalu bertanya. "Mimpi apa?"

"Sebuah bom menghancurkanku." Mimpi itu terasa nyata, Sakura seakan merasakan perasaan itu dengan sangat jelas. Sasuke tersenyum tipis, membuat Sakura mengernyit. Dia mendongak, "Itu tidak lucu." Emeraldnya membalas tatapan di atasnya yang lembut.

Tiba-tiba saja Sakura merasa gugup, senyuman Sasuke tampak asli. Benar-benar sebuah senyuman, membuat Sakura kembali menunduk dan sedikit membenamkan diri di dada Sasuke. Menghirup aroma yang terasa memabukkan.

"Aku tidak tertawa," tanggap Sasuke. Ekspresinya masih menunjukkan kegelian.

"Terserah saja," Sakura mengerucutkan bibirnya. Lalu, langsung berubah normal saat tiba-tiba dia sadar.

Itu bukan mimpi ....

Dia kembali mendongak menatap Sasuke. "Kita tidak mati?"

Gelengan Sasuke membuat Sakura mengernyit, dia kehilangan kesadaran sesaat bom itu mungkin akan meledakkan diri. "Sayangnya ... tidak."

"Jika aku mati ... bebanmu akan hilang, 'kan?" Sakura masih tak mempercayai pendengarannya kemarin.

"Kau bukan beban." Elusan Sasuke di rambutnya membuat Sakura mengejam, perempuan itu kembali merapatkan diri di dada Sasuke.

Rasanya aneh dapat serukun ini ... Sakura tersenyum, merasakan perih di hatinya. Akankah jika mengatakan itu maka situasi tegang akan kembali menyelimuti mereka? Perasaannya selalu labil akhir-akhir ini. Maka Sakura menghela napas. "Setiap melakukan pembunuhan, apakah kau tidak merasa menyesal? Berdosa?" tanyanya.

"Kadang-kadang. Jika yang kau maksud apakah aku menyesal telah membunuh Ayahmu maka tidak adalah jawabannya."

Sakura meremas pakaian Sasuke. Terdiam.

"Aku tidak pernah menyesalinya, Sakura. Meski tahu kebencianmu sebagai imbalannya ... aku malah merasa puas karena pada akhirnya dapat memenuji janjiku pada leluhur Kerajaan Uchiha."

"Sebelum kita lahir ... pertalian dendam itu sudah mengikat, 'kan?"

Sasuke bungkam, matanya menyiratkan suatu hal. Menyipit dengan rahang yang mengeras. "Aku dapat informasi. Kasim Ayahmu dulu masih hidup dan tengah mengumpulkan kekuatan ...." Sakura diam-diam kembali menggigit bibirnya, mendengar saja ucapan Sasuke selanjutnya. "Aku akan menumbangkannya, besok."

"Apa semuanya harus diselesaikan dengan pembunuhan?"

"Cara apa lagi yang dapat dilakukan?"

Sakura pun terdiam tanpa menjawab pertanyaan. Sasuke kembali mendaratkan tangannya di pucuk kepala Sakura, mengelusnya seraya melunakkan ekspresi. Mencoba bernapas dengan teratur dan meredakan emosi yang sedikit terpancing. "Kau ingin makan?" Pada akhirnya Sasuke memilih mengalihkan topik pembicaraan. "Untuk hari ini tampaknya kita harus rukun dulu. Aku akan pergi besok."

Sempiternal (sasusaku) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang