19 (1)

3.4K 425 42
                                    

Bulan yang menyinari malam tampak bersatu dengan sungai di bawahnya, angin yang membelai dingin, membuat suasana semakin damai. Sakura tersenyum memandang pemandangan indah di depannya.

Itu adalah sungai yang dulu ... Sasuke membawa dia kembali ke sini dengan diam-diam. Letak Kerajaan Api berada tak jauh dari sungai ini sehingga melancarkan kepergian itu.

"Apa yang membuatmu mau membawaku kembali kemari?" Sakura bertanya seraya melangkah mendekati Sasuke yang tengah berada di depan api unggun, tengah memanggang ikan yang baru ditangkapnya tadi. Sakura memandang ikan itu sembari menguk liurnya, pasti enak. Tak sabar menunggu ikan itu tercecap di lidahnya.

Rupanya Sasuke menyadari itu, dia mengulurkan salah satu ikan dengan tusuk kepada Sakura, "Masih panas, hati-hati." Sakura mengangguk, mengambil, dan meniup-niupnya.

"Membuat senang ibu hamil." Sasuke menjawab pertanyaan Sakura tadi, membuat Sakura yang mendengar menekuk alisnya. "Pantasan," ucapnya memaklumi. Tangannya mengambil sedikit daging ikan itu, menyuapkan ke dalam mulutnya dengan mengejamkan mata saat menyadari betapa nikmatnya ikan itu.

"Dan aku tidak bisa mendapatkan kesenanganku." Ekspresi Sasuke tampak muram, membuat Sakura bertanya. "Memangnya kenapa?" Mulutnya masih penuh dengan makanan, melihat itu Sasuke pun mengulurkan sebotol minuman terlebih dahulu kepada Sakura sebelum menjawab pertanyaannya.

"Aku dilarang menyentuhmu, setidaknya pada usianya yang muda." Sasuke menunjuk perut Sakura dengan dagunya, Sakura mengerjab, merasakan pipinya yang sedikit memanas.

"Kau memiliki banyak selir jika kau lupa." Sakura memutar bola matanya kala mengatakan itu, wajahnya berubah masam dan terdengar seperti tengah menyindir. Sasuke mendengkus, "Mereka tidak senikmat dirimu." Dia memberikan senyum kepada Sakura yang kemudian langsung mengalihkan pandangan.

"Jika tidak 'nikmat' Hyuga tidak mungkin hamil." Sakura masih merasakan perasaan kesal di hatinya. Padahal selama ini dia dapat mengendalikan perasaannya.

Sasuke tampak terdiam sejenak, mengambil ikannya dan memakan itu. Membuat Sakura melirik karena Sasuke tak kunjung menjawab, sayangnya lirikan itu berhasil ditangkap oleh Sasuke. Sakura pun menolehkan kepala ke api unggun saat menyadari bahwa telah tertangkap basah. "Itu anak Naruto."

Sakura tak bisa menahan untuk menatap Sasuke, wajahnya menunjukkan keterkejutan. "A apa?" Sakura bertanya lagi untuk memastikan pendengarannya. Sasuke mengangguk, "Bulan lalu Hinata ke Kerajaan Moon bersama Naruto, Naruto mengatakan kepadaku."

"Kau tidak marah?" Sakura bertanya dengan masih memasang ekspresi kaget saat melihat Sasuke masih santai-santai saja memakan makanannya. Bersikap seolah itu tidak masalah dan hanya hal biasa untuknya. Lelaki itu sinting, istrinya dihamili orang lain dan dia biasa saja? Sakura bergidik.

"Kau pikir karena apa aku menikahi Hinata? Naruto memintaku." Jawaban Sasuke masih tak mampu mengobati rasa penasaran Sakura.

Sakura menghela napas. Ekeraldnya mengamati setiap inci wajah Sasuke.

Pria itu tampan.

Bohong jika Sakura tak menyadarinya.

Amat sangat tampan sampai-sampai Sakura yakin ada begitu banyak wanita yang menginginkannya. Dan Sakura mulai memaklumi mengapa banyak wanita membenci dirinya. Mereka tidak rela orang seperti dirinya bisa mendapatkan Sasuke seutuhnya.

"Sebelum bersamaku ... kau pasti memiki banyak barisan wanita, bukan?" Mereka tidak seumuran. Sasuke lebih tua dari Sakura, wajahnya yang tampan beserta tubuh yang tegap atau pangkatnya yang dulu cukup tinggi pastilah membuat banyak wanita bersedia naik di ranjangnya.

Sasuke melirik Sakura, mungkin memikirkan kenapa Sakura tiba-tiba menanyakan tentang masa lalu dirinya. Namun, Sasuke tersenyum. Memilih menggoda Sakura seraya menjawab, "Ya ... aku memiliki banyak wanita yang mau memuaskanku tanpa aku harus susah payah untuk memintanya."

Susah payah untuk meminta, Sakura tahu bahwa kalimat itu bertujuan untuk menyindir dirinya. "Tentu saja. Kau tidak bisa menyamaiku dengan mereka." Namun, Sakura merasa hatinya resah dan seakan dibakar hingga membuatnya merasakan emosi yang akan meledak, tapi ia redam kuat-kuat. Dan lama-lama emosi itu berubah, menjadikan matanya berair sehingga Sasuke berdecak.

"Ada apa denganmu?"

"Aku juga tidak tahu! Aku hanya membencimu!" Sakura tersedu, susah payah menghapus air mata yang malah semakin turun di wajahnya.

"Aku minta maaf, baik? Maka berhentilah menangis." Sasuke mengangkat kedua tangannya memandang Sakura dengan ekspresi menyerah. Meski kesal masih melanda dirinya.

Sasuke berjalan menuju Sakura, duduk di sampingnya seraya mencoba mengambil ikan yang masih berada dalam genggaman Sakura. Namun, Sakura malah menjauhkan ikannya dan menatap Sasuke sengit. "Kau tidak ingin aku makan?" Pertanyaan itu membuat Sasuke membuka mulutnya dalam beberapa detik. "Siapa yang mau mengambilnya, makan hingga kau kenyang." Sasuke menghela. Menatap kembali ke arah api unggun sedangkan Sakura kembali memakan ikannya meski kadang terdengar senggukan.

Namun, saat Sakura telah selesai menghabiskan ikannya dia malah menangis kembali.

Sasuke berdecak, habis pikir dengan wanita itu.

Maka jemarinya terulur, membawa tubuh Sakura ke dalam pelukannya. Merasakan tembok yang dibangunnya telah terdobrak, suatu hal yang membuat dirinya merasa aneh. Apalagi dengan memaksakan kedekatan layaknya sekarang. Ada sebuah dorongan yang meminta segera melepaskan pelukan dan pergi dari sini. Sasuke mengejam, saat merasakan Sakura yang mengeratkan pelukan. Menahan sekuat tenaga perasaan dan niatan yang menginginkan ini segera berakhir.

"Aku bohong. Kau wanita pertamaku ... jangan menangis lagi, hm?" Ucapan Sasuke membuat Sakura semakin menggelamkan diri di dada Sasuke. Menghirup aroma yang dapat menenangkan dirinya sendiri.

Sakura sebenarnya sudah tak menangis lagi, dia hanya merasa malu ... tak mau menampakkan wajah memerahnya. Hingga berakhir dengan memilih tetap berada di sana, mendengar detak jantung Sasuke yang berirama dengan teratur. Merasakan kehangatan yang menguar hingga terbagi dengan dirinya.

Dan menyadari bahwa ... sangat tenang bila dapat akur layaknya sekarang.

Sakura mengejamkan mata, menghirup aroma itu dalam. Merasakan telapak tangan Sasuke yang menangkup kepalanya. "Jika saja ... masa lalu itu tak ada, mungkin aku akan sangat mencintaimu," ujar Sakura. Membuat Sasuke tersenyum tipis.

"Dan masa lalu itu ada." Sasuke membalas.

Maka Sakura pun ikut menarik sudut bibirnya, tersenyum meski tahu Sasuke tak dapat melihat itu.

"Kenapa kisah kita berbeda?"

"Dengan berbeda bukankah berarti istimewa?"

"Saat kau menyakitiku, apa yang ada dalam pikiranmu?"

Sasuke menjeda. "Kau. Cara membuatmu tetap di sampingku."

"Kenapa kau tak ingin aku pergi?"

"... Aku tidak ingin sendirian lagi. Biarkan aku merasa menjaga orang yang kucintai."

Sakura tersentak, membuka mata, dan ingin memisahkan diri agar dapat melihat wajah Sasuke. Karena nada yang dipakai Sasuke saat bersuara membuatnya tak meyakini pendengaran. Namun, Sasuke menekan kepalanya, sehingga membuat Sakura tak dapat beranjak.

"Tak perlu melihatku. Rasakan saja ... kedamaian ini, kita mungkin akan kehilangannya kembali nanti." Sasuke memainkan surai Sakura di tangannya. "Kita akan kembali saling menyakiti, sama-sama terluka, dan melontarkan kalimat kebencian. Kita perlu rehat dari semua itu, meski sejenak ... biarkan tetap seperti ini." Lanjutannya membuat Sakura mengerjab dan kembali memejamkan mata.

Sasuke benar ... mereka saling menyakiti, menambah luka hingga tak kunjung terobati. Istirahat meski sebentar sangat dibutuhkan oleh Sasuke maupun dirinya kini.

Maka di bawah cahya rembulan. Dua anak manusia itu saling berpelukan. Menyalurkan rasa masing-masing dan berharap waktu berhenti detik itu juga, membekukan suasana, hingga kerukunan dan kenyamanan ini tetap abadi.

Ya, sempiternal. Abadi.


Tbc
(30 Mei 2020) pembelajaran online mulai lagi ... jadwal update bakal terpengaruh.

Sempiternal (sasusaku) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang