Hari ke-4
Sakura telah terbaring tak berdaya dengan bibirnya yang mengering, matanya bengkak dan tampak kelelahan karena tak bisa terlelap. Yang ia lakukan sepanjang hari hanya membaca dan terus membaca, mencoba mengalihkan segala pikiran kepada cerita yang disajikan.
Tubuhnya tentu saja telah mencapai batasan, tetapi egonya tak kunjung menunjukkan pengalahan.
Ia masih tetap pada keputusannya.
Bila ia bunuh diri atas kemauannya sendiri, maka orang yang ingin ia jaga akan mati juga, tetapi tidak jika ia mati dengan alasan perintah lelaki itu sendiri.
Sakura mencoba mengejamkan mata, ada begitu banyak bujukan dari luar oleh para pelayan yang telah memberikan kesetiaan kepadanya, tetapi semua itu tak ia acuhkan. Lagipula tubuh dan hatinya telah terlampau lelah untuk meladeni ini semua.
Ia mati dan semuanya akan tertawa senang.
Dan ntah kenapa ketika mengetahui itu Sakura tiba-tiba membuka lagi matanya, ia bahkan belum melakukan pembalasan dendam. Ia selalu kalah meski ketika langkah pertama dari itu.
Ketika ia ingin kembali mengatup mata, tiba-tiba bunyi pintu yang terbuka membuatnya tersentak dan dengan lemah segera duduk. Mendapati kehadiran begitu banyak prajurit dengan membawa Tenten yang dipenuhi luka.
Sakura mengerjap dan meneguk ludahnya susah payah. "A ... apa yang kalian lakukan?" Suaranya terdengar serak, emeraldnya memandang baik-baik pada Tenten yang tampak tak berdaya.
"Lepaskan dia ..." Sakura melirih, kemudian dengan netranya yang tajam ia tatap satu persatu prajurit yang sedikit menunduk kala mendapati tatapannya, "Kubilang lepaskan!" sentaknya kuat, mengeluarkan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya.
"Maaf Yang Mulia Ratu, kami ke sini atas perintah Yang Mulia Raja, pelayanmu diberi hukuman mati atas percobaan pembunuhan," ucap prajurit yang seragamnya lebih tinggi dari pada yang lainnya. Mendengar itu membuat Sakura membelalakkan matanya, ia mencoba berjalan susah payah, meski harus gagal karena tubuhnya tak mampu lagi. Hingga usahanya berakhir dengan ia yang jatuh terjerembab di atas lantai.
"Anda ... diperintahkan untuk ikut dan melihat eksekusi itu sendiri."
•••
"Yang Mulia! Pelayan itu telah mencoba membunuh Selir Utama dan berniat menggugurkan kandungannya. Toling berikan dia hukuman yang setimpal!" Salah satu menteri segera menundukkan kepalanya saat rajanya keluar dari peraduan Hinata setelah menjenguk. Ada beberapa menteri dari Kerajaan Moon yang berdiri di luar peraduan sang selir. Semuanya terlihat menantinya keluar.
Namun Sasuke terlihat diam, mengerutkan pelipis dengan rahangnya yang mengeras. Sedangkan menteri yang lain ikut membungkukkan badan meski suaranya terdengar bergetar saat mengucapkan, "Yang Mulia, kita tidak bisa menutup mata dalam hal ini. Selir Utama adalah putri dari Kerajaan Moon. Bahkan nyawanya hampir tak tertolong. Yang Mulia, mohon pertimbangkan!"
Semua menteri pun langsung kembali membungkukkan badan. Berucap dengan serentak, "Tolong pertimbangkan, Yang Mulia!"
Maka di sinilah Uchiha Sasuke dengan segala rombongannya berada, mereka telah datang di tempat itu. Dengan memakai pakaian emas sutra duduk di kursi paling tinggi yang telah disediakan, dia menunggu sembari jari telunjuknya diantuk-antukkan di meja. Seolah menghitung mundur.
Tali yang disiapkan khusus untuk proses eksekusi telah siap di depan sana, semuanya selesai dan tengah menunggu kehadiran seseorang yang menjadi tamu undangan di sini.
Bahkan otaknya telah menampilkan tayangan bagaimana reaksi perempuan itu, sesuatu yang akan semakin menambah kadar kebencian kepada dirinya. Namun, lagi-lagi ia tak peduli. Ini harus dilakukan meski tahu resiko yang akan ditanggungnya. Perempuan itu harus tahu diri akan batasannya. Dia perlu diberikan pelajaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sempiternal (sasusaku)
FanfictionMereka yang kala bersama saling menghancurkan, tapi ketika berpisah malah terasa amat menyakitkan. Yang pernah saling membunuh dalam perasaan, tetapi tak terealisasi karena cinta telah lebih dahulu menunjukkan kekuasaan. ___________________________...