S!GN - 10

288 51 0
                                    

#Masih dihari yang sama

"Jika tau akan seperti ini, lebih baik aku kekantin dan makan sepuasnya karena menunya hari ini begitu menggiurkan. Daripada ikut kau melakukan hal yang tidak jelas apa maksudnya."

"Berhentilah menggerutu Luhan. Aku sedang menjalankan tugas terhormat ku. Karena ini menyangkut hidup dan mati seseorang."

"Apa maksudmu, Yeji?"

Ya, Yeji memang benar-benar mengajak Luhan seperti apa yang ia katakana di kelas tadi sebelum ulangan. Yang Luhan kira Yeji akan mengajaknya ke perpustakaan atau tempat lain yang mungkin menyenangkan, tapi apa daya. Sekarang Yeji malah mengajaknya mengendap, dan mengintip seperti seorang penguntit.

"Jadi aku diberi amanah oleh ayahku untuk mengawasi kakakku. Karena—"

"Karena?" tanya Luhan karena Yeji menggantung kalimatnya.

"Aku tidak tahu karena ayahku juga belum memberi tahu aku tentang semuanya."

"Jadi, apa yang kita lakukan disini? Padahal kakakmu sama sekali tak terlihat."

Memang benar. Mereka sekarang sedang mengintip dibalik tembok taman sekolah. Sudah hampir setengah jam mereka disini, bahkan mereka melewatkan makan siang mereka. Sebentar lagi akan bel, dan Hyunjin belum juga terlihat batang hidungnya.

Dan lebih bodohnya lagi, Yeji baru menyadari bahwa taman bukanlah jalan yang satu arah dengan kelas kakaknya. Juga seseorang seperti Hyunjin tak akan masuk ke area taman.

"Iya juga ya, ayo kembali ke kelas. Atau kita membolos saja bagaimana? Aku lapar, ke kantin saja yuk."

"Jika mengajak mati, lebih baik jangan padaku. Ck, lagipula kau ini, bagaimana bisa sebodoh itu sih? Sia-sia kan kita menunggu. Hfft!"

Luhan kesal. Hingga ingin memakan Yeji rasanya. Jadilah ia berjalan cepat menuju kelas, ia biarkan saja gadis bermata sipit itu membolos atau melakukan hal apapun yang dia suka. Luhan tak peduli, bagaimana ia bisa gemuk jika makan siang saja dia tak sempat? Lihatlah, sekarang batinnya mulai tak waras.

Luhan berjalan menuju kelas sambil menghentak-hentakkan kakinya. Jangan lupa dengan alisnya yang bertaut dan juga bibir yang ia pout kan. Ia sibuk dengan monolognya sendiri hingga tak menyadari ada orang berjarak 5 meter berjalan berlawanan arah dengannya.

Orang itu sepertinya tak melihat jalan, karena membawa tumpukan kardus yang menutupi pandangannya. Juga sekali lagi, jangan lupakan Luhan yang juga sama-sama tak melihat arah di depannya. Apa lagi yang akan terjadi selain—

BRUK!!

DUGH!

"Akkh!" ringis keduanya.

"M-maaf, aku tidak sengaja." Ucap Luhan sambil berdiri dan membantu membereskan kertas kertas yang berserakan dilantai sekolah. Beberapanya agak kotor membuat kertas yang tadnya berwarna putih menjadi sedikit bernoda.

"Aah, tidak apa-apa. Aku juga tidak melihat jalan tadi, penglihatanku tertutup karena kardus ini. Aku juga minta maaf." Ucap seseorang itu. Luhan masih menampilkan raut bersalahnya membuat orang tadi terkekeh gemas.

"Sudahlah, tak apa. Kertas ini dokumen angkatan tahun lalu. Kupikir tidak akan menjadi penting lagi, jadi aku meu menaruhnya di gudang. Toh, nanti juga kotor lagi."

"Tapi bagaimana jika dokumen itu menjadi penting suatu saat. Itu kotor. Aku benar-benar minta maaf." Pinta Luhan sekali lagi. Ya, seperti inilah Luhan, jika ia merasa bersalah ia akan meminta maaf sampai dirinya merasa cukup.

"Tidak apa-apa. Kau ini lucu juga ya kkk. Kenalkan namaku Sehun, aku tutor di sekolah ini."

"A-apa? Tutor?" Tanya Luhan gugup dan Sehun mengangguk.

S!GN; HyunjeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang