Jika kalian bertanya apa hari ini bagi Jeongin, maka hari ini adalah hari terburuk dalam hidupnya. Jeongin bisa gila jika ia kembali mengingat bagaimana dia bisa berakhir di pelukan Hwang Hyunjin. Mana dia pakai harus menangis lagi! Dia ini perempuan atau laki-laki, sebenarnya?!
Astaga, jika bisa Jeongin ingin mati sekarang juga!
Kini Jeongin masih menatap pantulan dirinya di cermin. Pipinya bersemu merah, kemudian ia menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Benar-benar memalukan! Bagaimana dia akan menghadapi Hyunjin hari ini!
Lagipula bagaimana jika Hyunjin hanya merasa kasihan padanya kalau cintanya bertepuk sebelah tangan? Mungkin kasihan itu alasan dari Hyunjin mengaku sebagai mate nya. Hmm, masuk akal sih.
Ia kemudian berjalan ke arah meja makan yang disana sudah ada ayahnya dan ibunya yang sedang menikmati teh herbal pagi mereka. Mereka berdua bersikap seolah tidak memperhatikan Jeongin. Ada apa dengan orang tuanya?
"Kalian ini kenapa?" Tanya Jeongin sambal meminum susu putihnya.
"Ekhem! Tidak apa-apa. Cepat makan sarapanmu. Kau bisa terlambat nanti." Ucap Chanyeol kemudian memakan sarapan yang baru saja istrinya siapkan.
Jeongin mengedikkan acuh dengan cepat memakan sarapannya dengan tenang. Dia tak tahu saja bahwa alasan kedua orang tuanya bertingkah aneh adalah pertanyaan yang dia ajukan tadi malam. Sungguh membuat kedua orang tuanya malu.
Berbeda dengan Jeongin yang sumpah demi dewa tidak ingin bertemu dengan Hyunjin. Hari ini Hyunjin sangat ingin bertemu dengan mate nya itu. Apalagi saat ia merasa tubuh Jeongin sangat pas di pelukannya. Astaga, mate ya? Senyum terukir di wajah tampannya. Hari ini murid tidak di perkenankan memakai jubah, dan hanya diperbolehkan memakai pakaian musim dingin saja. Huh, salju nya turun di waktu yang tepat.
...
"Apa yang akan anda lakukan sekarang, yang Mulia Hakim Agung? Anakmu telah membunuh anakku! Bagaimana?! Apa kau bisa membuatnya hidup lagi?! Bagaimana dia bisa membunuh putra kecilku."
Ucapan penuh frustasi itu keluar dari mulut seorang ayah karena anak satu-satunya terbunuh sadis oleh temannya sendiri. Ayah dari Yeonjun ini terkejut saat melihat kondisi anaknya yang sudah tak bernyawa di kamarnya. Ia marah tentu saja.
Marah mengetahui kondisi anaknya, ia segera menuju ke kediaman Hakim Agung di Arcadia itu. Masih pagi, dan sudah ada kehebohan terjadi di sana.
"Aku juga tak menyangka anakku akan melakukan itu. Aku akan menghukumnya saat ia pulang nanti. Masalahnya, ia tidak kembali dari tadi malam." Ucap Lee Donghae.
"Anakmu tidak akan pulang, Yang Mulia Hakim Agung."
Tiba-tiba seorang pemuda datang dari arah pintu utama yang terbuka. Jaehyun. Mengenakan seragam sekolahnya. Ia akan berangkat sekolah, namun ia merasa ia harus meluruskan seseuatu terlebih dahulu. Kali ini ia sendiri, tanpa Bangchan.
"Apa maksudmu? Siapa kau?" Tanya Lee Donghae. Bagaimana bisa seorang pemuda dengan lancang masuk ke rumahnya. Tidak sopan sekali!
"Maaf jika aku lancang masuk ke rumah besarmu ini, Yang Mulia. Tapi, kurasa aku harus meluruskan sesuatu yang berhubungan dengan Taeyong dan juga Yeonjun. Kuharap kalian bisa mendengarkanku."
Jaehyun menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. Kemudian memejamkan matanya dan berkata,
"Taeyong sudah mati."
Dua pria dewasa yang ada di sana terkejut bukan main. Tapi, bagaimana bisa?
"Apa yang kau katakan! Jika kau kemari hanya untuk mengucapkan omong kosong, lebih baik kau pergi sekarang!"

KAMU SEDANG MEMBACA
S!GN; Hyunjeong
FanfictionDisebelah barat Babilonia, sebuah kerajaan bernama kerajaan Arcadia berdiri kokoh dipimpin oleh seorang raja bernama Lycaon. Ia memimpin kerajaan dengan wujud manusia serigala karena dikutuk oleh Dewa Zeus, dewa dari para dewa karena melakukan sebua...