Part 16

2.3K 219 15
                                        


Taehyung dapat merasakan kedua tangan kakaknya melingkar di pinggang, membuat Taehyung tambah menduselkan wajah manisnya di bahu tegap Seokjin.

Tangan kiri yang terdapat jam Rolex berwarna silver terangkat lalu mengusap sayang kepala yang berada di pundak. Segaris senyum tertarik di kedua sudut bibir sang Kakak.

"Kau tahu, kaulah orang yang paling kujaga untuk saat ini. Karena kalau nanti kau pergi bersama yang lain, bukan lagi aku yang menjagamu ... tetapi seseorang yang kelak akan menjadi pendampingmu, Tae."

Entah mengapa mendengar suara Seokjin yang seperti ini membuat ia takut. Takut tak bisa bersama kakaknya lagi.

"Kalau begitu, jaga aku sampai aku menemukan seseorang itu. Jaga aku sampai waktunya tiba, kau akan melepaskanku untuk masa depanku," gumam Taehyung hampir menangis.

Seokjin terkekeh, mengusap kepala bersurai hitam gemas. Ia melepaskan pelukan pada gadis itu dan benar seperti dugaannya, mata Taehyung sudah memerah dan berkaca.

"Aduh, jangan menangis. Adik Oppa tidak boleh menangis, ingat?" Seokjin mengusap cepat liquid yang menuruni pipi Taehyung. Menghapus jejak basah di sana.

Taehyung memanyunkan bibir kecil lalu meninju main-main lengan Kim Seokjin yang menangkup pipinya.

"Cringe, tahu tidak? Kau membuatku geli," kata gadis itu dengan mimik wajah malas.

Seokjin tertawa dengan perkataan Kim Taehyung. Ia akui dalam hati, hanya pada Taehyung-lah ia bisa bersikap manis—cenderung bukan dirinya sekali—seperti ini dan mendapati raut mengesalkan terpatri di wajah sang Adik membuat ia bahagia. Setidaknya, beginilah Seokjin mengapresiasikan rasa sayangnya pada Taehyung—adik bandelnya.

***

Jeon Jungkook kembali ke kediamannya yang ia tinggali bersama dengan Jeon Jieun. Lelaki tampan tersebut melangkah menuju kamarnya di lantai dua rumah megah ini. Tampangnya masih sama, terlalu datar.

Sebelum kaki berpantofel menapaki gundukan tangga, suara berat yang sangat-amat ia kenali terdengar mengintrupsi. Membuat tubuh itu berhenti di anak tangga ketiga.

"Apa ini caramu untuk menyambutku, Jeon?"

Mata tajam milik lelaki dua puluh delapan tahun menatap lurus, tidak melirik maupun menoleh barang seinci ke arah di mana Tuan Besar—ayahnya—berada.

Well, ia benci melihat si Tua Bangka itu ada di sini.

Jeon Jungsuk berdiri dari duduk, melangkah pasti di mana Jungkook berdiri bergeming di undakan tangga yang ia pijaki. Pria angkuh berjas hitam menyunggingkan senyum tipis, lebih tepatnya menyeringai kecil.

Jungkook melirik dengan ekor mata, masih tetap tidak berbalik arah di mana ia sekarang sedang memunggungi sang Ayah.

"Tolong, Anak Muda, jangan membuatku merasa terhina dengan tingkahmu ini. Berbalik, kubilang!"

Ada tarikan napas kecil keluar dari lelaki muda. Memutar tubuh menghadap Jeon Jungsuk lalu tatapan tajam terkesan malas Jungkook layangkan ke manik onix. Tetap sama, ekspresi wajah itu tidak berubah. Dingin.

Jungsuk menepuk kedua tangan sekali—merasa senang karena putranya menurut.

"Ah, baiklah, pasti kau heran kenapa Appa di sini, bukan?" Terkekeh sebentar lalu melanjutkan, "apa yang telah kau perbuat pada calon menantuku, Jeon?"

Tatapannya berubah tak kalah dingin dengan milik Jungkook saat ini.

Jungkook berdecih samar. Membuat Jungsuk tambah menatapnya menusuk.

Unable of Leave [KOOKV]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang