Malam ini selepas shalat isya, kubuka jendela kamar yang menghadap balkon rumah tetangga. Rumah itu sudah lama kosong. Entah mulai kapan kosongnya. Setiap hari aku hanya memandangi balkon kamar itu tanpa penghuni. Sesekali ada Pak Jupri penjaga rumah itu yang membersihkannya.
Malam ini berbeda, lampu kamar itu menyala. Mungkin Pak Jupri tengah membersihkan rumah itu. Aku bersandar pada jendela kamarku menengadahkan kepalaku ke langit nan hitam. "tak ada bintang" batinku. Jendela ini merupakan spot favoritku. Papa membuat rumah dengan gaya eropa yang memiliki ciri khas jendela yang besar dan tinggi.
Aku tak menyadari, sejak kapan ada sebuah bayangan dari seberang sana yang terus memerhatikanku. Aku memeriksa kembali asal bayangan, tapi tak muncul kembali. Segera ku tutup jendela kamarku dan kembali ke meja kerja. Setumpuk kertas yang harus ku periksa. Hasil ujian mahasiswa yang kubimbing.
*******
Kamar Zaidan
"Tok.. tok.."
"Dan.. kamu udah tidur?"
"Belum Mas, masuk aja" suara dari dalam kamar.
Hayaze membuka kamar melihat adiknya yang sibuk bergelut dengan play station-nya.
"Dan, kamu tau gak?, radit udah balik dari Turki"
"Radit? Radit itu sopo mas?" tanya Zaidan yang masih terpusat pada PS nya.
"Lah, Masa iya kamu lupa? Itu loh, sahabat Mas. Anak Om Haris dan tante Jasmine. Kan mereka dulu tinggal di rumah sebelah"
"Ohh iya, mas Radit toh. Aku inget mas" jawab Zaidan antusias sambil membalikkan tubuhnya menghadap Hayaze.
"apa kabar mas Radit ya? Udah lama banget kita gak jumpa mereka"
"kamu tuh yang udah lama gak jumpa dengan dia, kan mas baru bulan lalu dari Turki terus pun mas sering email-an sama dia. Dia sih udah cerita, katanya mau balik lagi ke sini".
"Oohh, jadi mas Radit-nya tinggal dimana mas?"
"Masih dirumah sebelah, baru aja pagi tadi mereka sampai" jelas Hayaze.
"Mas, besok kita mampir yuk ke rumah mereka. Aku jadi kangen dengan tante Jasmine. Dulu tante sering masakin aku telur dadar yang rasanya seperti dadarnya mama"
"hahaha iya, Insya Allah besok kita silaturrahmi kesana"
Mereka melanjutkan kegiatan dengan bermain PS hingga tak terasa malam semakin larut.
*******
Setiap pagi asisten keluarga Ar-Arfan sibuk menyiapkan hidangan sarapan pagi, termasuk Khayra yang telah berada di dapur sejak subuh.
"mbak Juli, ini Khayra piringnya Khay letakkan disni ya"
"Iya non..."
Setalah urusan dapur selesai, aku langsung berlari ke kamar untuk menyiapkan beberapa file yang harus kubawa. Tak ada waktu sarapan. Bekal dan keperluan yang ku butuhkan telah masuk kedalam ranselku. Secepat kilat ku berlari melalui garasi dan gerbang samping yang berbatasan dengan lorong rumah tetangga. Ini jalan yang ku lalui setiap hari. Sambil berlari kecil menuju halte ku pandangi jam tangan yang menunjukkan pukul 7.30 pagi.
Sebenarnya masih ada waktu untuk ku berjalan santai menuju ke kampus tapi aku harus menyiapkan file presentasi untuk hari pertama magang kami di perusahaan papa.
***
Ruangan dosen masih sepi, wajar saja karna perkuliahan dimulai pukul 8.30 pagi. Masih ada waktu sebelum aku mengajar. Ku rehat kan tubuh ini di kursiku sambil membuka notebook menyambung slide yang telah setengah ku buat.
Pintu ruangan dosen kembali terbuka. Aku tak menghiraukan dan tetap berfokus pada slide yang tengah ketika. Aku mencium wangi parfum yang tak asing setelah sebuah bayangan lewat dihadapan ku. Aku hanya bisa tersenyum tipis. Dosen mana yang memakai parfum seperti ini jika bukan pak Alif dosen muda itu. Mejanya disamping mejaku.
"bukannya pak Alif tengah tugas diluar kota?" batinku.
Seketika ku palingkan wajahku melihat kesamping. Pak Radit tengah memerhatikanku sambil tersenyum. "tidak" wajahku memerah.
Aku membalas senyumannya dan kembali menghadap pada layar notebook ku. Tak ada satu patah kata pun yang keluar saat itu. Aku tak fokus hingga ku tutup notebook ku dan mengambil tas berjalan keluar seperti orang yang baru ketahuan mengintip. Aku memang sedikit pemalu dengan lawan jenis terlebih dia adalah orang yang baru kukenal.
*******
Pukul 07.25
Hayaze dan Zaidan berjalan keluar rumah dan memasuki gerbang putih megah dengan pagar besi berwarna emas.
Seorang satpam yang tak lain pak Jupri penjaga rumah membuka pintu untuk kami sambil tersenyum. Seperti sedang di pantau tante Jasmine yang berada di taman sedang membersihkan bunga tampak tersenyum sambil berlari kecil menghampiri kami yang baru masuk.
Memeluk kami satu persatu dengan tak lupa mengelus kepala kami seperti yang dilakukan ketika kami kecil dulu.
"tante kenapa nangis?" tanya Zaidan sambil mengusap pipinya.
Tante Jasmine hanya tersenyum sambil menggeleng. Ia menarik kami berdua masuk kedalam rumah. Disana sudah terlihat Rafa dan Zain yang tengah duduk membaca komik dan tak lupa Om Hariz yang terlihat berbeda dengan rambut putihnya.
Om Hariz sontak kaget dan memeluk kami.
"Hayaze, Zaidan. Kalian sudah besar" sapa Om Hariz haru.
"Alhamdulillah om. Tante dan Om apa kabar? Ketika di Turki saya tak sempat menjumpai om dan tante" jawabku.
"Alhamdulillah, Om dan tante sehat nak" Jawab tante jasmine.
Kami hanya bisa tersenyum haru dengan saling memandang. Seperti kembali terulang saat-saat om dan tante menjaga dan mengurus kami ketika orang tua kami sedang ada tugas di luar kota.
"Abi, umi, mereka siapa"
Seorang anak laki-laki yang tampak seusia Khay, bersuara.
"Om, ini Zain?" tanyaku.
"iya.. ini Zain, Rafa sini dulu"
Seorang pemuda muncul dengan kacamata di hidung tegapnya.
"ini mas Hayaze dan Zaidan. Kalian mungkin sudah lupa. Ketika kecil dulu kalian sering bermain bersama di rumah keluarga Ar-Arfan" cerita Om Hariz.
Mereka tersenyum sambil memberi salam.
"Om, Radit mana?"
"Radit sudah berangkat kerja dari pagi tadi. Sekarang ia dosen di Universitas Garuda" jelas tante Jasmine.
"di UG? Serius tan?"
"iya Yaze, memangnya ada apa nak dengan kampus itu?" tanya tante Jasmine.
Aku menjelaskan bahwa Khay juga dosen sekaligus mahasiswa di kampus itu. Tante dan Om terkejut, tapi sepertinya aku mengetahui tujuan Radit. Biarlah Radit menjaganya dari dekat. Aku sebagai sahabat sekaligus kakak hanya bisa mendukungnya.
Tante dan Om menawarkan untuk sarapan pagi dan kami hanya tak bisa menolak ajakan dari kedua orang yang sudah kami anggap seperti orang tua kami. Menikmati waktu mengulang kenangan. Itu yang kami lakukan saat ini.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Tears Of Khayra
SpiritualKhayra Ar-Arfan. Seorang gadis yang memiliki paras cantik dan cerdas memiliki kehidupan yang amat rumit. Hari-harinya selalu diliputi oleh kesedihan yang menyakitkan. Penghalang kehidupan ialah sebuah ujian yang harus di hadapinya. Terlebih Ayah kan...