Hujan dikala senja menggariskan cahaya kuning keemasan
Melihat daun yang dipenuhi bulir tetesan air
Aku takut terjatuh seperti buliran air hujan
Aku ingin seperti air danau yang tetap pada volumenya
Tak berpindah dan tak mengalir
Akankah kamu tetap disana seperti danau itu?
Ataukah aku yang harus membuatmu tetap padaku yang masih terngiang kenangan lama
Aku ingin kamu mengingat
Disaat terpuruknya dirimu, hanya aku yang mampu menghangatkannya
Aku masih disini
Menunggumu datang kembali kepadaku*- Raditya Abdul Rasyid -*
Selepas shalat maghrib dan membaca al-quran, aku memanjatkan doa pada ilahi teruntuk bunda yang ku sayang. Derai air mata tak terasa mengalir begitu saja tanpa meminta izin pada pemiliknya. Suara langkah kaki terdengar dari balik pintu kamarku.
Tok tok tok
"Khay.."Suara bass penuh penekanan. Itu suara mas Askar. Ia mengetuk pintu kamarku.
Masih menggunakan mukenah aku bangkit dari dudukku seraya membuka pintu. Kulihat tatapan sendunya persis seperti tatapan bunda kala difoto.
"Ada apa mas ku?"
"Dek turun yuk. Ada keluarga om hariz di bawah. Om hariz itu sahabat papa yang tinggal dirumah sebelah. Mas mau ngenalin khay dengannya. Khay pake baju yang bagus dong.. jangan pake mukenah ya" godanya.
"Isshhh mas ni lah.. memangnya khay jelek ya mas?"
"Iya.. kamu jelek kayak bebek.. uweekk" ia menjulurkan lidahnya sambil berlari meninggalkan khayra.
"Mas askar masih saja tak berubah. Masih seperti anak-anak.
Patutlah mas ku itu belum ada yang mau" batinku sambil tersenyum lepas.
Ku lepas mukena berganti dengan kerudung instan berwarna hitam dengan menggunakan gamis sederhana yang berwarna coklat.
Aku sudah mulai akrab dengan keluarga om hariz sore tadi saat mengunjungi rumahnya. Aku tak menyangka malam ini papa mengundang mereka makan malam bersama disini. Hatiku merasa senang sambil mengenang wajah om hariz dan ummi jasmin saat tersenyum padaku.
Aku beranjak langsung ke dapur membantu bi tuti menyiapkan hidangan. Kulihat mama clarissa ibu tiriku tengah sibuk memerintah tina dan pinem mengatur tatanan meja.
Aku hanya bisa bersembunyi seraya memandang dari jauh. Aku takut, jika terlihat olehnya pasti ia langsung memarahi tanya penyebab.
"Non, ini bibi saja yang angkat. Non khay duduk saja disini" pinta bi tuti.
"Gak papa bi, ini tuh berat. Khay bisa angkat. Lengan bibi kan lagi sakit.
Sini biar khay aja".
Bi tuti mengangguk dan memberikan nampan berisi lobster tumis kepadaku dan ku letakkan bersama hidangan lain di meja sebelum diangkat ke meja makan utama.
Tak lama terlihat clara dan cantika yang memakai mini dress berwarna senada dengan ibunya. Warna hijau tosca. Aku mengingat bahwa itu warna favoritnya bunda. Terlihat juga dari sudut rumah ini yang bergaya arabian dengan gorden yang berwarna hijau tosca dan didominasi dengan warna gold.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tears Of Khayra
SpiritualKhayra Ar-Arfan. Seorang gadis yang memiliki paras cantik dan cerdas memiliki kehidupan yang amat rumit. Hari-harinya selalu diliputi oleh kesedihan yang menyakitkan. Penghalang kehidupan ialah sebuah ujian yang harus di hadapinya. Terlebih Ayah kan...