3. TEMPAT UNTUK KEMBALI

2.7K 197 3
                                    

3. TEMPAT UNTUK KEMBALI

"Mencoba mencari berbagai macam alasan untuk sesuatu yang sedari awal tak bisa kurengkuh..."

⋯⊱𖣘⊰⋯

Srakkk

Uang receh hasil keringat Alluna berserakan dimana-mana. Margareth lah penyebabnya. Saat Alluna menyerahkan uang hasil kerja kerasnya. Dia tidak terima dan langsung menepis tangan Alluna karena jumlah uangnya yang sedikit.

Wanita itu langsung memberikan makian pedas untuk Alluna. Sedangkan gadis itu seperti biasa, hanya tertunduk tanpa bisa berbuat apa-apa.

"SAYA SUDAH BILANG BERKALI-KALI! KALAU BAWA UANG SEDIKIT, MENDING GAK USAH PULANG SEKALIAN! KUPING KAMU KEHILANGAN FUNGSINYA YA?! DASAR ANAK TIDAK TAU DIRI!" bentak Margareth.

Dia mencengkeram erat dagu Alluna lantas mengangkatnya dengan kasar. Tak dapat Alluna pungkiri kalau itu rasanya menyakitkan, karena kuku-kuku Margareth yang panjang menembus kulit wajahnya hingga mengeluarkan darah. Tapi ini baru permulaan. Saking terbiasanya dia diperlakukan dengan tidak manusiawi, Alluna malah penasaran siksaan apa lagi yang akan dia dapatkan setelah ini.

"Jawab saya! Dari pagi sampe siang kamu gak kerja kan?! Pasti kamu cuma leha-leha aja kan?! Makanya uang yang kamu bawa cuma segini! Ayo ngaku!" ucap Margareth penuh penekanan. 

Lagi-lagi. Selalu seperti ini. Baik Margareth maupun Rudi selalu saja melontarkan tuduhan tak mendasar pada Alluna. Padahal dilihat dari tubuh kurus dan perut datarnya saja sudah jelas kalau gadis itu bekerja dari pagi sampai malam bahkan tanpa memperdulikan kondisi tubuhnya yang belum memakan apa-apa.

Dia melakukan semua itu untuk siapa lagi kalau bukan dua orang kejam yang sudah memungutnya. Tapi baik Margareth maupun Rudi tak pernah melihat usaha Alluna dan bisanya hanya menyalahkan gadis itu saja. Seolah-olah Alluna adalah pusatnya segala kesalahan.

"Nyonya, seperti yang sudah aku bilang beberapa hari yang lalu. Jumlah tenaga kerja di daerah sini meningkat. Makanya hasil uang yang aku dapatkan lebih sedikit dari biasanya" jelas Alluna mencoba mencari pengertian.

Meski dia sendiri tahu kalau itu hal percuma tapi dia tetap menjelaskan semuanya. Alluna tidak ingin mengambil resiko dengan memanggil Margareth dengan panggilan Mama. Karena sepertinya sampai matipun dia tidak ingin dipanggil dengan panggilan itu oleh Alluna.

Plakkk

Makanan sehari-hari Alluna yakni tamparan mendarat seperti biasa di pipi gadis itu. Baru saja Alluna ingin menggigit bibir bagian dalamnya untuk menahan rasa sakit di pipi kirinya. Tamparan lagi-lagi dia terima, kali ini di pipi kanannya.

Plakkk

"Alasan klasik! Setiap kali ditanya pasti alasannya itu! Bilang saja kamu hanya ingin bermalas-malasan dan tidak mau bekerja, iya kan?!!" fitnah Margareth.

"Tidak, aku—" baru saja Alluna ingin berbicara, Margareth sudah memotongnya.

"Sudahlah! Saya tidak mau menerima alasan apa pun lagi! Asal kamu tau anak pungut. Bahkan untuk makanan yang kamu terima di rumah ini pun semua recehan itu tidak akan pernah cukup untuk menggantinya! Harusnya kamu sebagai anak pungut itu sadar diri!" bentak Margareth beruntun.

'Makanan? Memangnya disini aku diberi makan ya?' batin Alluna seraya menahan kekehan hambar yang hampir keluar dari mulutnya.

BROKEN ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang