Why?

766 88 5
                                    

"Itu baru yang namanya 'all kill' tanpa menggunakan satu tembakan sekali pun." Para perawat berbisik-bisik sambil mengawasi Daniel yang pergi menjauh.

"Kalau dibandingkan dengan Dokter Kang, dokter-dokter yang lain jadi terlihat seperti hitam-putih, biasa saja. Hebat sekali dokter itu. Rasanya tidak rela kalau dia diambil oleh Dokter Kim." Seorang perawat berkata dengan penuh sesal sambil tetap menatap Daniel.

Jihoon setuju dengan ucapan perawat itu. la juga pernah merasakan hal yang sama saat kejadian di pagi buta waktu itu. Benar, tidak rela rasanya. Apalagi karena ia tahu kalau ia juga tidak akan bisa mendapatkannya. Apa karena ia kini mengenal sifat Daniel yang tidak sabaran dan mudah salah paham? Atau karena mereka terlibat masalah yang serupa?

Tiba-tiba ia teringat saat pertemuan pertamanya dulu dengan Daniel. Berbagai perasaan bercampur aduk di hatinya. Mungkin ia akan terus merasa seperti ini. Seolah menyadarkannya bahwa hubungan mereka pun tidak akan lebih dari ini. Karena pria itu tidak akan menganggapnya lebih dari laki-laki yang dulu terlibat salah paham dan ia anggap sebagai ibu hamil. Serta sebagai laki-laki yang ia permalukan di atas ranjang pasien, di depan para perawat lain.

Pria yang disayangkan oleh para perawat dan dipanggil "all  kill" itu, memang agak disayangkan juga rasanya. Kemudian ia kembali teringat ucapannya yang memuji-muji Daniel tadi siang  saat Hyeongjun datang. Kemudian hatinya tiba-tiba terasa kosong, seolah telah dicuri oleh orang itu.

Malam semakin larut dan Jihoon semakin tidak ingin melewati jalan pulangnya dengan sepeda. Kabut menyelimuti jalanan malam itu. Kalau ia diculik oleh setan pun, tidak akan ada yang tahu.

Jihoon membeli kopi di sebuah mesin penjual minuman yang  terletak di sebelah ruang gawat darurat, di lobi yang agak gelap karena lampu yang menyala seadanya. Meskipun para perawat menyuruhnya untuk pergi ke ruang istirahat para dokter dan tidur di sana, ia tidak ingin terlihat sebagai reporter yang menyusahkan. la merasa tidak enak juga dengan dokter yang ada di sana. Jihoon sempat berpikir untuk tidur di salah satu ranjang pasien kosong yang terletak di dekat meja perawat, namun kemudian ia duduk di kursi dekat jendela. Pemandangan di luar yang tertutup kabut terlihat seperti lautan. Lautan dalam yang seolah bisa menelannya jika ia memasukkan kakinya ke sana.

"Kau benar-benar akan bermalam di sini?"

Mendengar suara Daniel, Jihoon segera menoleh kepadanya. Daniel yang berjalan menghampirinya sambil memasukkan tangan ke saku jas putihnya itu terlihat kuyu.

"Kau tidak berani pulang karena tadi aku menakut-nakutimu? Maaf, kalau begitu."

"Tidak. Sepertinya aku akan mati tenggelam kalau keluar sekarang." Jihoon tertawa pelan sambil melipat tangannya dan kembali menatap ke luar jendela.

"Mati tenggelam?" Daniel berdiri di sebelah Jihoon dan menatapnya bingung.

"Jalanan di luar terlihat seperti lautan. Lautan yang muncul di cerita Life of pi itu...."

Jihoon menatap kabut subuh yang terlihat di Iuar jendela rumah sakit dengan tatapan kosong.

"Cerita Life of Pi? Cerita Pi yang berlayar di lautan itu?"

Daniel membayangkan cerita tentang perjuangan hidup seorang anak perempuan dan Harimau bengal yang bertahan di lautan terdengar seperti cerita dua dimensi, seperti spongebob.

"Hahaha" Jihoon tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya.

"Sepertinya komik yang sangat menarik, ya." Daniel masih tetap mengira kalau cerita itu adalah komik.

"Nanti kubelikan satu sebagai hadiah. Setelah baca, nanti dokter buat resensinya ya. Hahaha!" Jihoon menyeka air matanya yang mengalir karena tertawa.

Cheeky Romance (NielWink)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang