Conflict

818 85 12
                                    

Jihoon bersiap-siap untuk meliput operasi yang akan segera dilakukan oleh Sejeong, yaitu operasi persalinan induksi. Ini pertama kalinya mereka meliput tentang operasi itu sehingga Jihoon mencari-cari informasi terlebih dahulu tentang bagaimana pengalaman para ibu yang telah menjalankan operasi ini di internet.

"Adik iparmu kenapa tidak datang lagi?" Daniel tiba-tiba datang menghampirinya dan berbisik pelan.

"Belum datang?"

Jihoon mengangkat kepalanya dan lagi-lagi wajahnya berhadapan langsung dengan orang itu. Raut wajahnya seketika panik. Entah kenapa, bibirnya itu kini selalu terlihat seperti telur ikan yang kemerahan dan terlihat lezat. Dan entah kenapa, ia penasaran ingin mencicipinya.

"Coba aku telepon ke rumah dulu." Jihoon menyembunyikan wajahnya yang memerah dan mengambil telepon genggamnya.

"Bibi, Hyeongjun ada di rumah? Hari ini kan dia harus kontrol ke rumah sakit."

"Oh, itu..." Bibi menyahut dengan terbata-bata.

"Ada apa? Bibi tidak membentaknya karena dia hamil dan tiba-tiba datang ke keluarga kita, kan?" Jihoon mengerutkan alisnya. Sementara Daniel terkejut mendengar ucapan Jihoon. Oh iya, ini kan rahasia.

"Aku tidak memukulinya, dasar anak ini." suara bibi terdengar seolah menyelasal dia tidak melakukan hal itu.

"Hyeongjun.. . dia pergi menghilang dan hanya meninggalkan sebuah surat di kamarnya."

"Apa?" Jihoon berteriak dan bangkit dan duduknya.

"Hangyul tadi juga sudah marah-marah padaku, karena dikiranya aku membentak-bentak Hyeongjun. Tapi, aku tidak berbuat apa-apa pada anak itu. Kalau ada Hangyul, aku memang suka marah -marah. Tapi kalau tidak ada Hangyul, aku benar-benar mengurusi Hyeongjun. Dia juga sebenarnya anak yang baik dan penurut. Nenek sudah ribut menyuruh semua orang untuk mencari anak itu dan Hangyul sekarang sedang mencarinya.

Mendengar penjelasan bibi yang panjang lebar, sepertinya ia benar-benar kesal karena banyak orang yang menyangka ia membentak atau memukuli Hyeongjun.

"Tapi.. katanya anak di dalam perut Hyeongjun itu bukan anak Hangyul."

"Apa?" Jihoon kembali berteriak kaget.

"Aku kan memarahi Hangyul waktu itu. Sepertinya dia merasa bersalah dan mengaku kalau anak itu bukan anak Hangyul. Dia tidak tega melihat Hangyul menderita seperti itu karena dirinya, jadi lebih baik dia pergi saja. Begitu dia tulis di suratnya. Tapi, rasanya Hangyul juga tahu akan hal ini...."

"Apa-apaan ini. Kenapa jadi begini?"

Jihoon bingung mendengarnya. Ketika pemuda itu berkata bahwa bayi di perutnya adalah bayi Hangyul, tidak ada seorang pun yang mencurigainya. Karena ketika dipukul oleh bibi pun, Hangyul tidak berkata apa-apa dan hanya mengkhawatirkan Hyeongjun. Namun ternyata anak ini bukan anak Hangyul? Dan Hangyul juga tahu tentang hal itu? Jihoon mendadak merasa pusing, seolah bumi berputar ke arah yang berlawanan.

"Tapi ini sama saja aku yang mengusirnya, kan? Anak itu kan pergi karena merasa bersalah setelah melihat aku memarahi Hangyul habis-habisan." Bibi berkata dengan lesu.

"Tidak, ini bukan salah bibi. Kalau memang itu bukan anak Hangyul dan kalau Hangyul memang mengetahui hal itu, harusnya Hangyul juga membicarakannya dulu dengan kita semua. Tidak bisa seenaknya saja membawa seseorang yang tengah hamil ke rumah dan mengaku-ngaku kalau itu anaknya."

"Iya, kan? Jadi ini bukan kesalahanku, kan?" suara bibi terdengar sedikit lebih tenang.

"Iya, bibi tenang saja. Hangyul juga pasti akan menemukan anak itu. Dia kan ahli sekali kalau urusan mencari orang." Jihoon kemudian menutup teleponnya setelah menenangkan bibinya.

Cheeky Romance (NielWink)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang