27. 🌸Ana Menangis🌸

41 4 2
                                    

Setelah lamanya supir pribadinya menghilang. Akhirnya sekarang telah kembali. Ana begitu senang sekali, karena dari TK sampai SMA sekarang. Pak Daman lah yang selalu mengantar nya sekolah dan untuk urusan pribadi lainnya. Ana juga merasa kasihan setelah tahu pak Daman yang mempunyai penyakit yang tidak terlalu parah. Tapi itu membuatnya harus pergi kerumah sakit dan dirawat, itu yang membuat Ana merasa kehilangan. Baginya pak Daman sangat berjasa untuknya. Mengingat umurnya sudah terpaut lebih tua sekarang, tapi semangat pak Daman tidak pernah luntur untuk bekerja keras. Karena dia ingat anaknya yang harus butuh biaya untuk sekolah karena istrinya sudah meninggal sejak lima tahun yang lalu. Ana cukup kagum dengan kegigihan supirnya itu. Ia harus berkorban sendiri demi menghidupi keluarganya. Bahkan tanpa seorang istri. 

Lamunan Ana berhasil disadarkan oleh pak Daman, Tanpa Ana sadari, ia meneteskan cairan putih itu dari matanya begitu mengingat pak Daman yang sangat semangat mencari nafkah padahal ia punya penyakit. Tapi itu tidak membuatnya berhenti sampai disini.

Pak Daman menghentikan mobilnya tepat didepan gerbang sekolah. "Non sudah sampai." Ucap pak Daman menoleh kebelakang. Sengaja atau tidak pak Daman dapat melihat air mata itu yang turun begitu saja. "Non Ana menangis?" Tanyanya membuat Ana segera menyeka air matanya menggunakan punggung tangannya itu.

"Eh nggak. Aku ga nangis ko pak." Ucap Ana tersenyum lebar, berusaha menutupi apa yang tadi ia bayangkan.

"Udah sampe ya?" Ana melirik kanan kiri dan benar saja ini sudah tepat di depan sekolahnya.
"Yauda aku pamit ya pak, makasih juga" Ucap Ana sebelum keluar dari mobil. Sebelumnya ia juga menyalimi Pak Daman yang sudah seperti orang tuanya sendiri, ia sudah seperti itu sejak Ana TK. Baginya kalau sudah seperti ini pak Daman bukan lagi supirnya. Ia sudah menganggap nya seperti kakeknya yang sudah meninggalkan nya saat SMP.

Saat melewati koridor lantai satu, entah setan datang dari mana tiba-tiba ada yang menarik tangannya begitu saja. Ia terkejut dengan pergerakan yang sangat cepat ini. Saat menoleh kesamping ternyata Michel pelakunya. Ana menatap tajam ke arah Michel tapi yang ditatap hanya cengengesan saja. Dasar anak rajin.

Tapi bisa dilihat dari wajahnya bahwa anak ini sangat panik. Ana bisa lihat disana, didalam matanya ada rasa khawatir. Tapi Ana tidak tahu itu apa. Ana penasaran ada apa sebenarnya. Bahkan dengan anak-anak yang lain pun sama, menatapnya dengan tidak suka.

"Ada apaan si lo, pagi - pagi udah kaya orang kebakaran jenggot tau ga!" Kata Ana, ia memutar bola matanya malas. Michel semakin panik, dia tidak tahu harus mengatakan apa kepada Ana. Jangan sampai Ana tahu, ini terlalu buruk untuknya. Dia harus cepat-cepat bawa Ana kedalam kelas.

"Lo Aneh." Ujar Ana. Lalu meninggalkan Michel yang masih bergelimang pikirannya. Baru saja melangkahkan kakinya tapi tangannya sudah dicekal duluan oleh Michel. Ana menoleh.

"Apa lagi? Gue mau ke kelas." Ucapnya malas.

"Gimana kalau kita ke kantin dulu?" Ajak nya. Agar Ana tidak melewati Mading yang ada didekat tangga koridor lantai satu.

"Males ah. Gue mau ke kelas aja." Jawabnya, ia mulai kesal dengan Michel. Pagi-pagi sudah membuatnya kesal.

"Yauda ke toilet deh." Tawarnya lagi. Ana mulai jengah, apa lagi ke toilet Michel. Ada apaan disana? Benar-benar aneh anak ini. Kayanya anak ini baru saja kerasukan setan sekolah.

"Ga--"

"Eh lo tau ga! Sumpah yaa gue kaget banget pas liat Mading, ternyata beritanya tentang Ann--" Teriak Aurel yang baru saja datang. Ia teriak heboh didepan Ana dan Michel membuat Ana bingung, tapi tidak dengan Michel. Namun sebelum Aurel melanjutkan perkataannya, Michel sudah lebih dulu membekap mulutnya dengan satu tangan. Hampir saja ketahuan, dasar mulut ember.

Ana merasa tidak ada yang beres di antara kedua temannya ini. Terus kalau Ana tidak salah dengar ia dengar kata Mading. Ya Mading, ada apa dengan Mading itu. Ia pun penasaran dan akan melihatnya sendiri. "Maksud lo Mading kenapa?" Tanya Ana ia memasang wajah curiga kepada kedua temannya ini.

"Eh ga ada apa-apa ko Na." Kata Michel berusaha menutupi semuanya. Tapi tidak dengan Aurel. "O-om..." Tambah Aurel dengan suara yang tidak terlalu jelas karena tangan Michel masih menutup mulutnya.

"Apaan si? Di Mading ada om-om?" Ujar Ana. Ia masih bingung dengan temannya ini. Masa bodo dengan Michel yang sedang memarahi Aurel, ia akan melihatnya sendiri. Ia pun mulai menuju ke tempat Mading berada.

"Mulut lo bisa di jaga ga!" Omel Michel, kenapa Aurel dari dulu sikapnya tidak pernah berubah? Selalu saja ceroboh. Ia sangat kesal dengan teman yang satunya ini. Dan yang diomelin hanya cengengesan saja. Lalu Michel mengalihkan pandangannya nya arah Ana. What? Tidak ada? Jangan bilang Ana pergi ke Mading? Saat matanya menuju ke Mading benar saja, disitu ada Ana dan segerombolan anak-anak SMA lainnya yang kepo. Buru-buru Michel menghampiri Ana.

"Tungguin gue sel!" Teriak Aurel saat melihat Michel setengah berlari. Ia pun segera menyusul nya.

***

Ana tidak bisa melihat apa yang tertempel di papan kayu itu. Terlalu banyak siswa yang menggerubungi tempat itu. Sehingga ia harus menerobos untuk bisa masuk kedalam. Ia pun mulai masuk, masa bodo dengan tatapan sinis mereka. Saat mulai menerobos masuk untuk melihat mading seketika murid - murid yang sedang melihat nya pun mundur saat ana datang.

Saat berhasil masuk. Tepatnya berada didepan mading. Betapa terkejutnya dirinya saat melihat foto nya. Ya foto Ana saat sedang berdua dengan Erlangga di Mall. Dan satu lagi. Yang membuat hatinya tergores saat melihat foto itu. Foto Ana dengan Bryan, Papahnya. saat ia menyuapi Ana dengan eskrim.Tidak masalah dengan itu. Tapi saat melihat kata-katanya itu sungguh menyakitkan.

~HEBOH! SEORANG PRIMADONA SEKOLAH NGEDATE SEKALIGUS DENGAN 2 LAKI-LAKI. BAHKAN DENGAN OM-OM!~

Deg!

Om-om..?

Siapa yang telah melakukan ini? Sungguh kejam sekali hatinya. Bahkan dia tidak tahu apa-apa tentang hidup Ana, seenaknya saja melakukan hal seperti ini. Memang benar Bryan nampak seperti om-om, wajahnya juga masih terlihat muda dan tampan. Saat itu, Bryan sedang memakai kemeja kantornya.

Ana tidak boleh menangis. Tidak, tidak boleh. Itu Bryan, papahnya bukan om-om. Jadi jangan merasa bersalah. Tapi ia malu, sangat malu saat orang-orang tidak mengenal papahnya, dan mengganggap Ana sebagai pelacur.

Ana meneteskan air matanya lagi dan lagi. Lalu ia berbalik dan lari entah kemana. Tidak peduli dengan orang yang ia tabrak yang hampir jatuh dan tatapan sinis dari orang-orang saat ini, saat ini dirinya hanya ingin menangis. Ternyata kakinya membawa nya kebelakang sekolah, tidak peduli juga dengan mitos tentang hantu kepala buntung yang sedang beredar disekolah nya.

"Hiks.. hiks.."

"Si-siapa.. yang tegaa.. ngelakuin itu.. hiks.."

"Gue ada salah apa sama lo... hikss.."

Ana berjongkok dengan senderan dinding yang dingin, ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Lo ga takut ada setan kepala buntung?" Tanya seseorang.

***

Jangan lupa follow Ig aku @anayli02
Lapp yuuu kalean semuaaa😗💙💙

First Sight Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang