Bab 1 - Hari Itu

1.2K 92 2
                                    

2 tahun sebelumnya

"Abang, selamat tambah tua! Ini kado dari kami bertiga. Dibuka ya!" Seungkwan, Si Heboh, menyerahkan bingkisan besar kepada Yoongi setelah memeluknya sekilas.

"Apa ini? Kapan kalian sempat beli kado? Kayaknya kita sama-sama terus deh," jawab Yoongi.

"Kudet emang Abang kita ini." Giliran Jimin kali ini. "Olshop dong!" Seakan perlu menekankan pernyataannya, Jimin menggoyangkan hpnya di depan wajah Yoongi persis sampai menempel di hidungnya.

"Sat!"

Park Jihoon tersenyum memamerkan gigi putihnya melihat ketiga sahabatnya. Dia selalu terhibur setiap kali bersama mereka.

"Udah, dibuka dong, Bang, kado dari kami," Jihoon menutup acara debat-kusir-sangat-tidak-penting yang lain. "Suka nggak?"

Yoongi terkejut, pastinya. Tanpa kata, dia pun merangkul tiga belahan jiwanya ke dalam pelukan hangat. "Makasih ya, Anak-Anakku!" Diciuminya kepala mereka masing-masing. Untung saja mereka ada di kamar Yoongi saat ini. Jika sedang di luar, mana pernah Yoongi menunjukkan sifatnya yang ini.

"Mau ditaruh mana, Bang?" Seungkwan memutar badannya untuk menatap empat sisi dinding kamar Yoongi. "Situ?" Dia menunjuk dinding kosong di atas tempat tidur.

"Tumben matamu bagus, Kwan."

"Selalu bagus kali, Bang Jim. Kan nggak sipit kayak kamu." Tiga orang lain, selain Jimin, terkekeh meskipun tidak akan mengatakannya secara langsung sefrontral Seungkwan.

"Diam, Bang Yoon! Ni lagi maknae satu. Ku-smack down entar kamu, Ji!"

"Ampun, Bang!" jerit Jihoon ketika Jimin mulai berjalan pelan ke arahnya. "Kyaaa! Bang Yoon, Bang Kwan, selametin aku!"

Yoongi hanya menggelengkan kepala melihat anak-anaknya yang seperti pertama kali keluar kandang. Dia memilih memaku dinding dan menggantungkan kado yang baru saja ia terima. Jam dinding kayu custom dengan ukiran keempat nama mereka di tengahnya.

"Bang, Mommy nelpon nih," Seungkwan memberi tahu Yoongi sambil menyodorkan hpnya.

"Halo, Mom?"

....

"Di rumah sama anak-an-"

....

"Mommy kenapa nangis? Mommy di mana?"

Jimin, Seungkwan, dan Jihoon mulai mendekati Yoongi dengan raut kuatir ketika setetes air mata Yoongi bergulir dan hpnya terlepas dari tangannya.

"Bang, ada apa sama Mommy?" Jihoon memberanikan diri bertanya.

"Mommy gapapa tapi hiks...Daddy dibawa ke rumah sakit. Katanya hiks...Daddy kritis," ucap Yoongi terbata-bata. Otaknya sedang tidak bisa diajak berpikir. Dia kalut. "Gimana cara ke rumah sakit?"

"Udah, Bang. Ayo, kita ke sana sekarang. RS mana, Bang?"

"SNU."

"Oke, ayo ke sana."

Mereka berempat segera turun. Jimin membawa dompet dan hp Yoongi, Seungkwan memapah Yoongi, dan Jihoon yang menelepon sopirnya untuk segera menjemput mereka di rumah Yoongi. Mereka berdiri menunggu sopir pribadi Jihoon yang akhirnya muncul dua menit kemudian.

"Pak Jung, tolong anterin ke SNU Hospital cepet ya," pinta Jihoon.

"Siap, Ji."



"Mom," panggil Yoongi seraya berlari mendekati Sang Ibu, Jeon Wonwoo, yang duduk sambil merekatkan tangan seperti berdoa. Wonwoo bangkit dan memeluk anak semata wayangnya erat dan membasahi lengan baju Yoongi dengan air matanya.

"Daddy mana, Mom?"

"Masih di ruang operasi, Gi. Belum kelar," ucap Wonwoo.

"Mom, Bang, duduk dulu ya," ajak Jimin. "Jimin ambilin minum ya buat Mommy sama Abang. Kwan, Ji, temenin bentar ya." Kedua orang yang dipanggil itu pun mengangguk.

"Daddy kenapa, Mom?" Yoongi bertanya walaupun mungkin jawabannya tak akan enak didengar.

"Tadi katanya Daddy lagi cek heli yang baru dibeli kantor. Baru terbang dua menit, tiba-tiba helinya jatuh." Wonwoo menutup wajahnya, ngeri membayangkan hal yang dialami suaminya. Wonwoo tahu Min Mingyu bukan pilot yang ceroboh. Pasti semuanya sudah dipastikan aman sebelum terbang tetapi suratan takdir suaminya memang harus begitu.

Air mata Yoongi seakan tak dapat berhenti setelah mendengar cerita ibunya. Seungkwan hanya dapat memeluknya untuk berbagi beban sementara Jihoon mencoba menenangkan Wonwoo dengan menggenggam tangannya.


Empat puluh lima menit kemudian seorang dokter diiringi dua perawat keluar dari ruang operasi. Wonwoo dan Yoongi segera bangkit menghadang mereka.

"Suami saya gimana, Dok?"

Dokter itu melepas masker hijau yang menggantung di lehernya. Noda darah terlihat jelas di bagian depan pakaian hijau yang dikenakannya, membuat Yoongi tidak kuat melihatnya karena ia yakin, itu pasti darah ayahnya.

"Maaf, Bu, suami Ibu tidak tertolong. Kami sudah mencoba sebaik mungkin tapi luka di bagian kepalanya terlalu parah dan kami tidak dapat menyelamatkannya."

Wonwoo seketika jatuh terduduk dan menangis kencang. Suaranya akan membuat pilu hati siapapun yang mendengar. Yoongi mencoba kuat walaupun hatinya tak jauh beda dengan Sang Ibu. "Mom..." panggilnya lirih. Wonwoo mengangkat kepalanya dan meraih bahu Yoongi.

Dokter yang baru saja menyampaikan berita duka tersebut merasa terpukul dengan kejadian di hadapannya. Namun, itulah kenyataannya. Seandainya bisa, ia ingin menghidupkan kembali pasien di dalam sana supaya tak perlu melihat tangis di hadapannya seperti saat ini. Tapi...dia bukan Tuhan.

"Maaf, apakah kalian keluarga almarhum?" Dokter tersebut beralih ke tiga orang lain di hadapannya.

"Iya, Dok."

"Baiklah. Bisa tolong ikut saya?"

Jimin mengangguk. Sebagai yang tertua setelah Yoongi, ia merasa perlu turun tangan di saat-saat seperti ini.




Yoongi masih mengurung diri di kamarnya. Sama halnya dengan Wonwoo di kamar bawah. Mereka berdua belum menyentuh makanan sama sekali sejak mengantar Mingu ke peristirahatan terakhirnya. Ketiga sahabat Yoongi bahkan orang tua mereka mencoba membujuk ibu dan anak tersebut tetapi gagal.

"Bang Jim, aku taruh makanan sama minuman di depan pintu Bang Yoon sama Mommy," ucap Jihoon setelah mendudukkan diri di sofa.

"Makasih ya, Ji. Yang tadi pagi dimakan nggak?"

"Nggak, Bang."

Mereka menghela nafas dan melayangkan pandangan ke layar televisi tanpa peduli apa yang ditampilkan di sana. Suara langkah kaki yang menuruni tangga mengalihkan perhatian mereka.

"Abang," ucap Seungkwan lalu berdiri dan menggandeng Yoongi ke sofa. "Udah dimakan, Bang?"

Yoongi menggeleng. "Nggak laper. Nanti aja."

Jimin menggenggam tangan kiri Yoongi. "Tapi ingat, Abang bener-bener makan ya biar tetep sehat."

Yoongi hanya memberi senyum kecil dan anggukan. Matanya kemudian diarahkan ke bagian pintu depan yang terbuka dan melihat sederet papan bunga ucapan duka cita yang mencubit hatinya. Pelan-pelan diarahkannya tatapannya ke meja dan melihat sebuah karangan bunga kecil berwarna-warni.

"Ini dari siapa?" tanyanya.

"Dokter yang ngoperasi Daddy kemarin, Bang."

"Siapa namanya?"

Jihoon meraih kartu kecil di bagian depan bunga tersebut dan membaca nama yang tertera.

"Kim Taehyung."

---

A/N:

Bab 1 kelar!!!!!

Semoga suka ya XXX

Cerita Kami - Buku Satu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang