Bab 16.2 - Masa Lalu (dan Sekarang)

518 69 9
                                    

"Angkat kepalamu. Senyum. Jangan mempermalukanku."

Kata-kata dingin suaminya menusuk telinga Irene. Hatinya tercabik-cabik dan terombang-ambing antara rasa rindu pada Sang Anak yang telah meninggalkannya beberapa hari lalu dan rasa setianya pada Sang Suami.

Rasa setia atau ketakutan sebenarnya?

Pertanyaan tersebut berputar-putar di kepalanya dan membuatnya tak menyadari pintu ruangan menuju ruangan mewah di hadapannya terbuka. Hingga sebuah tarikan di tangannya ia rasakan saat Kim Sunghoon, suaminya, bergerak maju.

Seperti biasa, mereka tersenyum dan berjabat tangan dengan orang-orang yang berada di ruangan tersebut. Suara tawa yang sekedar formalitas menghiasi ruangan.

"Good evening, Mr.Ambassador and Madame." Kalimat sapaan yang sama terus diucapkan para tamu dalam penyambutan Duta Besar Korea Selatan untuk Yunani yang baru.

"Good evening, Mr.Markantonatos. Thank you for coming this evening." Kim Sunghoon membalas sapaan seseorang lalu melirik ke arah Sang Istri yang masih termenung. "Would you excuse us for a moment, please? My wife is not feeling well today."

"Absolutely fine, Sir. I'm sorry about this, Mrs.Kim. I hope you'll feel better."

"Thank you, Mr.Markantonatos."

Sunghoon membawa Irene ke salah satu ruang kosong di gedung kedutaan tersebut. Ia menutup rapat pintu di belakangnya dan berbalik menghadap Irene.

"Apa kau lupa yang kukatakan, Bae Irene? Jangan pernah membantahku, kau ingat?"

Irene mengangguk.

"Kalau begitu, lupakan apapun yang ada di kepalamu itu sekarang dan kau akan keluar dari sini bersamaku dan menyapa tamu-tamu seperti yang biasanya dilakukan tuan rumah. Kau mengerti?" Ia mendesiskan kalimat terakhir untuk menunjukkan kekuasaannya seperti yang biasa ia lakukan selama puluhan tahun menjadi diplomat senior.

"Maafkan aku, Oppa. Aku rindu anak kita."

Kim Sunghoon terdiam sesaat. Irene melihat rahang Sang Suami mengeras.

"Maaf, Oppa. Maafkan aku tadi membuat Oppa malu. Aku tidak apa-apa sekarang. Ayo, kita kembali ke dalam sana." Irene segera menepiskan rasa rindunya pada Sang Anak. Suaminya lebih penting baginya saat ini.

Delapan tahun kemudian

"Selamat bergabung dengan Rumah Sakit SNU, Dr.Kim Taehyung. Kami bangga Anda memilih bergabung dengan kami." Kepala RS SNU, Dr.Im Jaebum, menjabat tangan Taehyung. Ia membalas jabat tangan Dr.Im dan beberapa dokter lain sebelum akhirnya dapat terbebas dari acara penyambutan tersebut.

Ia mengambil ponselnya yang bergetar di saku jas putihnya. Sebuah pesan singkat dari ibunya.

Tae, selamat ya atas pekerjaan barunya di RS SNU. Maaf, Mama dan Papa masih di Madrid. Nanti ada kiriman buat apartemen baru kamu dari Papa ya. Selamat bekerja, Dr.Kim!

Taehyung memasukkan ponselnya lagi. Jujur, ia tidak peduli orang tuanya di Korea atau negara lain. Jika mereka tidak berdekatan, itu adalah hal yang disyukuri Taehyung.

Dua tahun kemudian

Tae, ke rumah Papa nanti siang jam 2. Ada wawancara sama majalah. Pakai jas.

Taehyung memutar bola matanya jengah karena pesan dari Sang Ayah. Ia tahu bahwa ayahnya pasti yang meminta diadakannya wawancara tersebut karena sebentar lagi pensiun. Ayahnya benar-benar definisi seorang attention seeker.

Ia benar-benar tidak ingin bertemu orang tuanya tetapi ia lebih tidak ingin diteror berkali-kali jika ia tidak menampakkan wajahnya.

"Aish! Sial!"

Cerita Kami - Buku Satu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang