Bab 10 - Pasien Dr.Kim Taehyung

603 74 6
                                    

Taehyung memasuki kamar Yoongi setelah ibunya keluar. Pemandangan pertama yang ditangkap Taehyung adalah makanan di atas nakas yang berkurang banyak. Bagus. Meskipun tidak dihabiskan.

"Bagaimana rasanya perutmu?"

Yoongi sedikit terkejut mendengar suara seseorang secara tiba-tiba. Namun, kembali santai setelah melihat orang yang berdiri kaku di hadapannya.

"Mendingan tapi masih agak mual."

"Obatnya sudah diminum?"

"Sudah."

"Bagus. Sekarang berbaringlah. Aku perlu memeriksamu."

"Aku capek tiduran terus, Pak. Malah disuruh rebahan."

"Untuk diperiksa. Saya tidak menyuruh kamu tidur."

Yoongi menurutinya walaupun kesal.

"Maaf, aku angkat sedikit," ucap Taehyung meminta izin sebelumnmemasukkan stetoskop ke balik kaos yang Yoongi kenakan. "Jantung bagus, paru-paru bagus, sekarang perut." Taehyung mengetuk perut Yoongi dengan jari-jari panjangnya yang tak luput dari perhatian Yoongi. "Bagus."

Sang Dokter melepaskan stetoskop dan menyampirkannya di sekitar leher seperti yang sering dilakukan semua dokter.

"Cuma begitu aja tapi kok keren ya?" Yoongi membatin.

"Mengapa kamu melihat saya seperti itu?"

"Nggak kok. Kata siapa?"

"Kata saya. Barusan. Memangnya kamu tidak mendengar? Sebaiknya kamu jangan terpesona dengan saya. Kamu masih kecil."

"Geer amat ya, Pak!"

Malam itu, empat orang mengitari meja makan menyantap masakan Bibi Ahn. Kim Jaewook, Jeon Wonwoo, Kim Taehyung, dan Min Yoongi seakan-akan menampilkan gambaran keluarga bahagia. Pikiran tersebut menyusup masuk ke dalam kepala Tuan Kim sehingga senyum simpul singgah di wajahnya.

"Anda sedang bahagia, Tuan Kim," tutur Taehyung.

"Begitukah menurutmu, Dr.Kim? Well, mungkin benar." Ia tersenyum. "Seperti punya keluargaku sendiri malam ini." Ia menunjuk dirinya sendiri. "Ayah." Lalu Wonwoo. "Ibu." Kemudian Yoongi. "Anak dan...menantu." Yang terakhir untuk Kim Taehyung dan sukses membuat Yoongi tersedak.

"Uhuk...uhuk..."

"Ugi nggak apa-apa?" Wonwoo mengelus punggungnya pelan lalu melirik sengit ke arah pelaku yang membuat anaknya seperti itu. Yang dilirik tidak sadar dan terus makan dengan wajah tanpa dosa.

"Aduh!" jerit Tuan Kim. Jemari Wonwoo dengan telaten mencubit perutnya. "Aduh! Hei...hei...sakit, Wonie-ah!" Ia kembali berujar di sela-sela tawa.

"Wonie-ah?" tanya Yoongi. "Maksudnya Mommy?"

"Iya, Yoon. Panggilan kesayangan. Aadduh! Ampun ampun!"

"Mulutmu itu!"

"Kenapa? Dulu, kau bilang mulutku hebat dalam mencium hahaha!"

"Kim Jaewooooookkk!!!"

"Satu lagi?" kata Taehyung saat menyerahkan obat terakhir yang harus diminum Yoongi malam itu. Mahasiswa pucat yang sakit itu memutar bola matanya.

"Kuliah mahal mahal cuma buat nyuruh minum obat," gerutunya.

"Saya bisa mendengar omonganmu."

"Berarti telinga Bapak masih bagus."

"Kata-katamu pedas berarti kamu sudah sembuh."

"Kan emang nggak sakit." 

"Sesudah mencoba bunuh diri tidak sakit memangnya? Atau jangan-jangan belum kapok dan mau mencoba lagi. Iya?"

Cerita Kami - Buku Satu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang