Bab 14 - Bertemu

558 75 11
                                    

Taehyung bangun dengan kepala yang seperti baru saja dihantam truk. Seperti biasanya, setiap pagi, selama sebulan terakhir. Ia tak memiliki jam tidur yang tetap dan hanya dapat tidur tidak lebih dari dua atau tiga jam setiap harinya. Sebagai seorang dokter, ia paham betul bahwa tubuhnya menderita dan akan mempengaruhi organ lain di dalam tubuhnya. Namun, itu semua adalah pilihannya.

Sejak orang tuanya mengenalkan seorang gadis serta memutuskan secara sepihak bahwa ia akan menikahi gadis tersebut, Taehyung membuat batasan yang semakin jelas antara dirinya dan orang tuanya baik dalam hal bertukar kabar melalui telepon maupun pertemuan di dunia nyata. Ia tak peduli lagi jika orang tuanya tersinggung sebab mereka sudah menyinggung harga dirinya terlebih dahulu.

Satu bulan sebelumnya

"Dia calon istrimu."

Taehyung menatap kedua orang tuanya dan ia tak mencoba menutupi amarah yang berkobar di kedua bola matanya.

"Seandainya saja tidak ada kemiripan fisik di antara kita bertiga, saya yakin bahwa saya adalah anak pungut." Ia berdiri meninggalkan tiga orang di belakangnya tanpa mempedulikan panggilan ayahnya.

"Ayah?" Taehyung mendengus. "Bahkan Tuan Kim yang bos mafia bengis saja lebih pantas menyandang predikat ayah daripada pria di dalam sana." Taehyung berbicara kepada dirinya sendiri.

Ia menjatuhkan keningnya ke kedua lengannya yang ditumpukan di atas kemudi. Rasa sakit di hatinya menusuk-nusuk tak berhenti.

"Why didn't they kill me on the day I was born?"





Sejak malam itu, kedua orang tuanya tak berhenti menghubunginya lewat panggilan telepon, pesan singkat, dan surel pribadi. Ibunya bahkan tidak sungkan mengganggu Jennie. Untungnya, Jennie sudah diberi tahu semuanya oleh Taehyung dan rasa sayangnya terhadap sepupunya itu menjadi alasan mengapa ia ikut menjauhkan Taehyung dari orang tuanya.

"Mereka bisa saja mencarimu ke sini, Bro," ucap Jennie suatu hari. "Kalau aku nggak di sini, kamu mau lari ke mana, Tae?"

"Entahlah. Tapi orang tuaku yang sombong itu mungkin terlalu tinggi hati untuk langsung mencariku di sini. Tapi, aku tahu satu hal. Orang-orang suruhannya selalu mengamatiku di mana-mana."





Suatu malam, saat Taehyung baru saja meninggalkan ruang operasi, ia terkejut menemukan Sang Ayah sedang duduk santai sambil membaca majalah dunia kedokteran di sofa ruang kerjanya. Dugaan Taehyung meleset kali ini. Pria itu ternyata mau turun tangan langsung.

"Bagaimana operasinya, Dr.Kim?" Ayahnya berbasa-basi dengan menampilkan senyuman palsu yang kelewat manis.

"Baik." Taehyung mendudukkan diri di kursi kerjanya sementara ayahnya beranjak ke kursi yang biasanya diduduki pasien Taehyung.

"Kau tahu, Tae, pagi ini aku bertemu Tuan Choi, ayah Lia. Kau ingat Lia, kan? Calon istrimu."

"Here we go again," timpal Taehyung.

"Ia sangat kagum dengan kesuksesanmu di usia yang masih muda. Latar belakangmu tentu saja tidak perlu diragukan lagi. Kau anakku!"

"Oh ya?" Taehyung menanggapi singkat tanpa mengalihkan pandangan dari dokumen yang sedang ia baca.

"Jaga sikapmu, Kim Taehyung. Aku ayahmu."

"Dan saya anak Anda dan wanita di rumah Anda adalah istri Anda. Saya sudah tahu tentang itu."

Pria di hadapannya mengepalkan tangannya sampai terlihat semakin pucat mendengar tanggapan putranya yang sama sekali tak berminat.

"Kau tahu, aku seharusnya menghadiri rapat penting di Munich hari ini namun aku batalkan karena aku ingin menemuimu. Hargai ayahmu ini yang telah mengosongkan agendanya hanya untukmu, Tae."

Cerita Kami - Buku Satu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang