Amour

665 67 16
                                    

Taehyung tersenyum saat menundukkan kepala untuk menyapa atau membalas sapaan siapa saja. Perubahan garis keras berkat seorang Yoongi yang menularkan kehangatan dan keceriaan padanya sehingga ia pun tanpa sadar dan paksaan membuka dirinya perlahan kepada orang lain.

Taehyung meletakkan tasnya lalu menghidupkan komputer. Suara getar  ponsel di sakunya menarik perhatian Taehyung. Sebuah pesan dari istrinya yang mengatakan bahwa para sahabatnya akan berkunjung ke apartemen mereka siang ini. Tentu saja Taehyung tidak keberatan. Apalagi mereka dapat menemani Yoongi yang tengah berbadan dua.

Taehyung tersenyum melihat sederetan foto USG bayi mereka. Taehyung mengumpulkannya dan membuatnya menjadi kolase. Sekarang sudah ada enam foto yang artinya Yoongi sudah memasuki trimester ketiganya saat ini.

"Selamat pagi, Sayang. Sehat selalu ya, Nak. Kita bertemu sebentar lagi," monolog Taehyung dengan penuh rasa sayang dan bangga.


"Abang, boleh pegang?" tanya Seungkwan sambil menatap perut Yoongi takjub.

"Boleh."

"Aku juga mau!"

"Antri, Bang Jim. Aku dulu."

"Habis itu Jihoon juga ya."

Maka, berakhirlah mereka di sofa dengan Yoongi berada di antara Jimin dan Seungkwan sementara Jihoon duduk di dekat kakinya.

"Woooohhhh...dia gerak!" Ketiganya menjerit heboh namun langsung berhenti saat melihat Yoongi meringis.

"Kenapa, Bang?" tanya Jihoon. "Perlu ditelponin Pak Taehyung?"

"Gapapa kok. Kemarin posisinya sungsang dan sekarang lagi muter. Semoga kepalanya udah di bawah."

"Oh gitu. Kok kamu nggak tahu, Kwan? Kan kamu anak kedokteran."

"Bang Jim, aku baru semester dua kalo Abang lupa. Lagian belajarnya baru hal umum, belum terlalu spesifik."

"Udah jangan berantem. Ji, tolong ambilin minum ya."

"Oke, Bang Yoon. Bentar ya."

"Makasih ya, Ji." Yoongi meminum air dari gelas yang diberikan Jihoon dan tertawa bahagia saat melihat ketiga sahabatnya kembali berebut menjadi yang pertama meletakkan tangan di perut buncitnya.

"Nggak usah banyak-banyak belinya. Bayi tuh cepet gede lho. Beli beberapa aja tapi ukurannya beda-beda," tegur Wonwoo pada Kim Jaewook yang terlihat memasukkan puluhan pasang baju untuk bayi baru lahir.

"Cucu kita harus punya banyak baju supaya selalu keren, Wonnie-ah. Tenang saja." Kim Jaewook tersenyum lebar sambil mengelus punggung Wonwoo. "Ayo, kita pilih sepatu sekarang."

Setengah jam kemudian, calon kakek dan nenek tersebut duduk di salah satu meja di rumah makan Meksiko. Kim Jaewook mengamati Wonwoo yang sibuk berbicara dengan Irene melalui video call. Besan mereka saat ini tengah berada di Jenewa karena pekerjaan Kim Sunghoon di kantor pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa pasca pensiun sebagai duta besar sehingga tak dapat berbelanja bersama.

"Di sana dingin banget ya, Noona, kelihatannya?"

"Iya. Coba lihat itu, Dek. Saljunya sudah mulai numpuk."

"Di sini juga sebentar lagi turun salju kayaknya."

"Cucu kita lahirnya tiga bulan lagi kan ya? Kami sudah pesan tiket ke Seoul buat ketemu cucu. Nggak sabar pingin lihat!"

"Wah, kita bisa ketemu cucu bareng kalo gitu!"

Kedua ibu-ibu itu terus saja heboh. Untungnya tak ada pelanggan lain saat itu jadi mereka tak kuatir suara Wonwoo dan Irene mengganggu.

Cerita Kami - Buku Satu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang