Bab 8 - Tuan Kim dan Mommy

656 83 7
                                    

Taehyung diantar kembali ke Rumah Sakit SNU malam itu kembali dengan mata yang ditutup kain tebal. Ia meninggalkan catatan tentang obat dan makanan yang sebaiknya dikonsumsi Yoongi. Ia sebenarnya tidak ikhlas melepaskan mahasiswa pucat tersebut dari pengawasannya walaupun ia tahu Tuan Kim tidak akan menyakitinya.

Ia menghela nafas kasar saat dirinya telah bearada di ruang prakteknya kembali. Semuanya, termasuk letak kertas dan ponselnya, masih sama di atas meja. Tampaknya tidak ada yang tahu ia menghilang selama beberapa jam karena salah satu pasiennya.

"Sekarang apa?" tanyanya pada semua benda yang tak dapat memberinya jawaban.






Yoongi melihat lelaki yang mengaku sebagai ayahnya pada saat ia membuka mata. Lelaki itu duduk dengan mata terpejam di kursi yang tampaknya dipindahkan dari depan jendela ke samping tempat tidurnya. Ia mengamati wajah yang menunjukkan keriput di sana sini namun tidak mampu menghapus jejak ketampanan serta garis wajahnya yang tegas.

"Aku nggak begitu," batin Yoongi, "Aku lebih mirip Mommy."

Kepalanya langsung dipenuhi ketakutan setelah mengingat Sang Ibu. Ia benar-benar ingin bersama Mommy-nya. Kapan ia akan dapat melihatnya lagi. Ia yakin Sang Ibu pasti tidak makan berhari-hari sebab memikirkan Yoongi. Ketika Yoongi kecil dan sakit parah sehingga harus opname selama dua hari, Mommy tidak menyentuh makanan sama sekali karena cemas. Kali ini, pasti lebih parah. Air mata Yoongi jatuh diikuti isakan tertahan dari mulutnya yang ditutup sebelah telapak tangannya.

Isakan lirih itu sampai juga ke indra pendengaran Kim Jaewook. Matanya terbuka dan wajah merah Sang Anak terpampang jelas.

"Kau sudah bangun? Merasa lebih baik?"

Yoongi menoleh ke arah lain agar tak perlu melihatnya. Ia hanya mengangguk pelan.

"Kenapa kau lakukan itu? Kau mau membunuh dirimu sendiri?"

Hanya isak tangis yang terdengar.

"Dengarkan aku. Tidak perlu menoleh ke arahku. Yang penting dengarkan aku saja." Kim Jaewook menarik nafas pelan. Sulit untuknya bersikap lembut setelah marah dan berkelahi, bahkan membunuh, selama bertahun-tahun. Namun, ia putuskan memberi tahu Yoongi tentang keadaannya. "I'm dying. Sel kanker sialan menggerogoti paru-paruku dan kemungkinan besar akan menyerang organ lain."

Yoongi menggerakkan kepalanya sedikit untuk mendengarkan lebih teliti walaupun tatapannya terarah ke langit-langit kamar.

"Selama ini, aku tak tahu tentangmu sama sekali selama 21 tahun. Tujuan dan moto hidupku selama ini cuma satu. Basmi semua yang mengganggu. Itulah caraku bertahan sampai sekarang." Tuan Kim mendengus. "Kau pasti bisa menduga bahwa aku pernah membunuh orang dan mengambil uang orang lain. Mudah sekali caranya dan aku bisa membuat orang lain melakukannya tanpa harus mengotori tanganku sendiri. Kau tahu kenapa aku melakukan itu semua?"

Yoongi jujur tak tahu tetapi ia diam saja.

"Awalnya aku hanya ingin diperhatikan orang tuaku yang tidak pernah di rumah. Mereka menghujaniku dengan semua barang mahal sebagai ganti keberadaan mereka. Ketika aku menginginkan sesuatu, tanpa pikir panjang, mereka membelikanku itu. Suatu hari, aku lihat seorang anak di jalan yang dibelikan es krim oleh orang tuanya. Aku bilang pada sopirku untuk mengambil es krim itu. Ia pun melakukannya. Dan aku puas ia melihatnya memukuli orang tua anak itu untuk merebut es krim dari tangan anaknya. Aku puas."

Yoongi dapat mendengar kesepian dan kepura-puraan dalam nada suara Tuan Kim.

"Aku kira begitu sampai aku bertemu seseorang. Aku sudah hampir 30 waktu itu dan umurnya baru 19. Ia menolakku pada awalnya. Kesal tentu saja tapi itu membuatku tertantang. Aku ditolak berkali-kali walaupun ia terus kuancam. Aku memukuli orang lain yang mendekatinya. Akhirnya ia luluh dan menerimaku tanpa tau pekerjaanku. Aku sempat ingin berhenti dari duniaku dan lari dengannya saat itu. Aku pernah ingin tobat, kau tahu. Tapi tak pernah terjadi."

Cerita Kami - Buku Satu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang