30. Couple Hoodie

737 50 9
                                    

Ealin memainkan kuku di atas pangkuan, sembari menunggu giliran ia tampil menunjukkan bakat. Sesekali ia memperhatikan setiap peserta lain yang menari elok di atas panggung. Dan tanpa ragu pun Ealin merekam untuk di jadikan kenangan.

Plok...plok....plok..

Tepuk tangan meriah di berikan untuk peserta usai menampilkan gerakan tari. Setelah beberapa menit, sekiranya lima belas menit baru peserta berikutnya di panggil untuk mengisi panggung.

Moya Marsheilla, asal Jogjakarta . Terdengar jelas di telinga Ealin. Mata Ealin pun mulai fokus pada pandangan depan.

Sekejap alunan musik menghiasi suasana dan mulai merambat ke penjuru ruangan. Dengan fokus dan penjiwaan Moya pun menggerakkan jemarinya dengan lembut penuh penjiwaan.

"Bagus banget itu pesertanya," ucap Rence pada Ealin yang duduk di sebelahnya.

"Iya," singkat Ealin. Ealin pun berpikir seperti itu, memangnya dirinya akan berbohong untuk mengatakan jelek? Oh tidak Ealin tidak bisa menipu dirinya sendiri.

"Eh itu Pandu malah motret pesertanya?" Tanya Rence.

Mata Ealin pun mencari sosok Pandu. Benar, cowok itu berada di depan tak jauh dari panggung. Pandu tengah sibuk dengan kamera yang ada di tangannya. Sesekali pun ia mengecek apakah hasil jepretannya bagus atau tidak.

"Nggak masalah," jawabnya Ealin singkat. "Itu peserta teman kita buk," jelas Ealin. Sebenarnya pun ada perasaan aneh di hati yang sulit dimengerti olehnya. Apakah rasa cemburu? Ealin masih bertanya-tanya sendiri.

Rence ber oh-ria lalu menganggukkan kepala mengerti. "Temen mu Jogja?"

"Iya,"

"Kenapa kenal Pandu? Kalau kamu Ibu pasti tahu alasannya,"

"Katanya  dulu teman olimpiade,"

"Oh,"

Obrolan singkat itu pun berakhir dengan akhirnya alunan  musik dan tampilan Moya. Tepukan tangan begitu meriah mengisi ruangan. Setelah lima belas menit berlalu, peserta lain sudah menari elok di atas panggung.

Usainya Ealin mulai mengatur napas dan menenangkan diri agar tidak grogi saat menampilkan tariannya. Di saat seperti inilah jantung Ealun berpacu lebih cepat saat di ujung-ujung perlombaan.

"Semangat Lin! Pokoknya nggak boleh grogi! Penjiwaan harus dapet! Semangat oke!" Rence memberi semangat Ealin sebelum ia di panggil mc.

"Iya makasih buk,"

"Ealin Elista Putri, Dai provinsi DKI Jakarta!"

"Oke harus tenang dan yakin!" Ealin pun mulai berdiri dan melangkah mantap menuju ke depan panggung.

"Good luck Lin!" teriak seseorang memekakkan telinga, siapa lagi jika mulut toa Abid?

Kini suara senyap yang terdengar, mungkin hanya detak jantung yang mampu Ealin dengar saat ini. Beberapa detik musik pun mulai mengalun menggantikan suasana sunyi menjadi tenang. Apa lagi dengan gerakan yang ditampilkan Ealin, menambah keterpukauan penuh kemilau di setiap mata. Elok gerakan yang ia mainkan mampu menghipnotis seseorang.

Di sisi lain Pandu mulai cekatan mengambil posisi memotret setiap gerakan yang menurut ia apik. Pandu tidak pernah kehilangan rasa kagumnya dengan Ealin, gerakan yang Ealin ciptakan benar-benar mempu menghipnotis matanya dan mungkin mampu menyihir hati.

"Cantik!" gumamPandu kagum. "Duh kenapa gue malah nggak fokus?!"

Tanpa sadar pun tampilan yang di bawakan Ealin telah usai dan di akhiri dengan tepukan tangan yang meriah. Rence selaku guru pengampu sangat terharu sekaligus bangga dengannya.

ANDESTIN [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang